NAGA BERACUN JILID 27

close

KERIPIK YANG PALING ENAK




Atau, kalau ada manusia dilahirkan di tempat di
mana belum ada peradaban, belum ada pengertian
te ntang wahyu dinamakan agama, te tap saja
manusia memiliki kesadaran akan adanya kekuatan yang berada di luar batas kemampuannya. Manusia, dari pengalamannya,
akan mengakui adanya kekuasaan yang le bih
tinggi, di luar jangkauan akal pikiran manusia,
kekuasaan yang akan menghukum manusia
melalui bencana alam dan sebagainya.
Sampai lama Hong Lan te rmenung di te mpat
persembunyiannya. Sekarang ia mengerti mengapa
ayahnya selama ini nampak murung dan tidak
bergairah. Kiranya ayahnya sedang bingung
memikirkan keadaan kerajaannya, keadaan keluarganya. Para pangeran, kakak-kakaknya,
agaknya tidak membuat hati ayahnya menjadi
senang. Dua orang kakaknya telah dihukum buang
karena saling bermusuhan memperebutkan kekuasaan, berlomba ingin dipilih menjadi pute ra
mahkota. Dan Pangeran Li Ci atau Li Hong,
kakaknya yang kini berusia duapuluh tahun itu,
agaknya juga tidak memuaskan hati ayahnya. Dan
iapun tidak merasa heran. Kakaknya itu, pangeran
Li Ci, adalah seorang pangeran yang baik hati,
le mbut dan ramah, juga sedikitpun tidak pernah
memperlihatkan keinginannya untuk menjadi pangeran mahkota. Akan te tapi diapun malas
belajar silat atau sastra. Kegemarannya hanya
bermain-main, bersenang-senang, dan suka sekali
bergaul dengan para dayang dan selir Sri baginda.
Baik hati dan le mbut, namun kurang semangat

dan bahkan agak bodoh, tidak memiliki pendirian
te gas dan tidak jantan. Orang seperti kakaknya itu,
bagaimana mungkin dapat menggantikan ayahnya
yang bijaksana, adil, keras dan tegas sebagai
kaisar.! Kedua kakaknya yang lain le bih bersemangat,
juga gagah, akan te tapi semangatnya begitu
berle bihan, sehingga ambis i mereka terlalu besar.
Mereka tidak segan untuk saling berebutan agar
dapat menjadi pangeran mahkota, menimbulkan
kerusuhan bahkan tidak segan menentang ayah
sendiri sehingga akhirnya mereka dihukum buang!
Hong Lan keluar dari tempat persembunyiannya
dan berjalan-jalan di dalam taman menuju ke
hutan kecil yang menembus ke istana bagian
pute ri. Ia merasa lelah sehabis berlatih silat tadi,
ingin mandi segar lalu sarapan. Akan te tapi tibatiba ia menyelinap lagi, bersembunyi di balik
semak bunga yang lebat, dan mengintai.
Ia melihat kakaknya. Pangeran Li Ci, sedang
berjalan dengan santai, bergandeng tangan dengan
seorang dayang yang amat cantik manis. Ia
mengenal dayang itu sebagai dayang baru yang
didesas-desuskan menjadi kekasih ayahnya. Dayang itu bernama Bu Couw, akan te tapi setelah
menjadi kekasih kaisar, diberi nama indah Mei
Ling. Bu Mei Ling! Wanita cantik jelita yang masih
muda sekall, bahkan masih kekanak-kanakan,
berusia tujuhbelas tahun, nampak mes ra sekali
dengan kakaknya, Pangeran Li Ci. Mereka jalan
bergandengan tangan sambil bercakap-cakap,
sikap mereka seperti dua orang anak-anak yang

sedang bermain-main. Mereka berjalan menuju ke
sebuah pagoda kecil di sudut taman dan di sana
mereka bermain, berlarian saling kejar seperti dua
orang kanak-kanak. Hong Lan merasa hatinya
panas bukan main. Sungguh keterlaluan sekali.
Menjadi kekasih ayahnya, sekarang bermesraan
dengan pute ra ayahnya, wanita macam apa itu."
Dan iapun sesalkan sikap kakaknya. Begitu mata
keranjangkah kakaknya sehingga dia berani
bermain gila dengan kekasih ayahnya, yang
biarpun belum res mi, dapat dibilang ibu tirinya
juga" Hong Lan ingin keluar dari tempat sembunyinya
dan ingin langsung saja menemui kakaknya dan
menegurnya, akan tetapi belum sampai ia bangkit,
ia sudah menyusup kembali ketika melihat dua




orang menyelinap dari balik batang pohon besar.
Mereka adalah thai-kam (laki-laki kebiri) atau sidasida (kasim) bertubuh gendut dan seorang wanita
yang melihat pakaiannya tentulah seorang pelayan.
Melihat gerakan mereka, jelas bahwa keduanya
memiliki kegesitan dan ketangkasan. Hong Lan
mengenal wanita berusia tigapuluhan tahun itu,
maka ia menduga bahwa wanita itu tentulah
seorang pelayan di luar keputrian, mungkin
pelayan seorang pangeran tua, yaitu para saudara
dari kaisar yang banyak tinggal di lingkungan
istana. Sikap mereka mencurigakan karena mereka
tadi juga melakukan pengintaian terhadap Pangeran Li Ci dan dayang Bu Mei Ling itu. Dan
agaknya mereka sudah lebih dahulu mengintai,
karena dia tadi tidak melihat gerakan mereka. Kini
keduanya melangkah dan kebetulan berhenti tak

jauh dari tempat ia bersembunyi, sehingga dapat
mendengarkan percakapan mereka.
"Lihat itu, pangeran selemah itu, sungguh tidak
menguntungkan kalau kelak menjadi kaisar," kata
sida-sida itu yang dikenal Hong Lan sebagai
seorang di antara pelayan di istana bagian puteri.
"Karena itu, Pangeran Li Seng Cun hendak
membimbingnya. Di bawah bimbingan Yang Mulia
Pangeran Li Seng Cun, te ntu pemerintahan akan
menjadi kuat dan baik sekali. Sudahlah, kita tahu
betapa lemahnya Pangeran Li Ci, tidak perlu
dibicarakan lagi. Yang penting, aku diutus untuk
minta penjelasan yang meyakinkan, malam ini
baginda akan bermalam di kamar mana?"
"Masih sepagi ini, bagaimana dapat dite ntukan"
Bias anya, nanti sehabis makan malam, Sribaginda
akan menentukan pilihannya di antara selir dan
dayang." "Bagaimana dengan dayang baru yang kabarnya
menjadi kekasih beliau itu?" wanita itu menunjuk
ke arah pagoda di mana tadi Pangeran Li Ci dan
dayang Bu Mei Ling bermain-main.
"Agaknya Sribaginda kini mulai melupakannya
dan lihat saja, ia sudah mulai bermain gila dengan
pangeran mahkota." "Wanita itu yang akan pertama-tama menerima
hukuman mati kalau rencana majikanku berhasil.
Kalau begitu, malam nanti aku akan datang lagi
untuk minta berita terakhir darimu. Pangeran Li
Seng Cun sudah mempersiapkan segalanya,
katakana saja di mana malam ini Sribaginda

bermalam dan te ngah malam nanti segalanya akan
beres." Suara wanita itu terdengar dingin.
"Tapi......aku.........aku
takut terbawa-bawa.." Thai-kam itu berkata dengan suara agak gemetar.
"Bodoh kamu! Apa yang perlu ditakuti dan siapa
akan menyangka bahwa engkau te rlibat dalam
urusan pembunuhan ini." Bagaimanapun juga,
engkau sudaah terlibat dan sekali aku membuka
mulut, engkau akan ditangkap!"
"Ehh.....ohh.... jangan begitu....."
"Kalau begitu, laksanakan baik-baik semua
perintah ini, dan malam nanti aku harus sudah
dapat mengetahui di mana malam ini Sribaginda
tidur!" Setelah berkata demikian, dua orang itu
berpisah dan pergi meninggalkan taman.
Hong Lan tertegun dan sampai lama termenung,
tidak begitu mengerti apa sesungguhnya yang
direncanakan dua orang itu tadi. Yang je las,
mereka merencanakan sesuatu! Mereka ingin tahu
di mana malam ini ayahnya bermalam, di kamar
mana dan dengan selir yang mana. Dan yang
membuat ia merasa ngeri adalah ucapan wanita
tadi yang menyebut te ntang pembunuhan! Siapa
yang akan dibunuh dan mengapa"
Ketika melihat kakaknya, Pangeran Li Ci
nampak kembali bergandeng tangan dengan Bu
Mei Ling, Hong Lan mengerutkan alisnya. Sungguh
tidak pantas! Ia merasa penasaran dan marah, lalu
keluar dari balik semak dan langsung saja ia
melangkah dan menyongsong kakaknya. Melihat
munculnya Hong Lan, dua orang muda yang

agaknya dimabok cinta itu saling melepaskan
gandengan tangan mereka dan Bu Mei Ling
menekuk kedua lututnya sambil memberi hormat.
Bagaimanapun juga, ia masih berkedudukan
sebagai dayang, dan gadis di depan adalah puteri
kaisar. "Tuan pute ri......" katanya dengan suara yang
merdu. Hong Lan mengerutkan alisnya. Ia tidak dapat
menyalahkan dayang itu karena ia tahu benar
bagaimana kedudukan seorang dayang di is tana.
Seolah seorang gadis dayang tidak kuasa atas
dirinya sendiri lagi, harus patuh dan taat
diperlakukan bagaimana pun oleh kaisar dan
keluarganya. Kalau kaisar atau pangeran menghendaki dirinya, tak seorang dayangpun
berani menolak atau membantah, karena itu
berarti hukuman mati! Ketidak-senangan hatinya
le bih diarahkan kepada kakaknya.
"Engkau pergilah, aku hendak bicara berdua
dengan kanda pangeran!" katanya ketus. Dayang
itu memberi hormat lalu pergi dengan patuh.
Setelah dayang pergi, baru Hong Lan berani
mengeluarkan sikap kemarahannya kepada Pangeran Li Ci. "Kakanda pangeran, sungguh tidak
pantas yang kau lakukan ini!"
Pangeran Li Ci mengerutkan alisnya, memandang kepada a diknya dengan pandang mata
merah. "Lan Lan, apa yang kau maksudkan dengan
kata-kata teguran yang tidak pada te mpatnya ini?"
Dia marah dan heran sekali mengapa adiknya ini
berani menegurnya seperti itu!

"Kakanda pangeran, pantaskah pergaulanmu
yang te rlalu akrab dengan dayang itu" Apakah
kakanda pura-pura tidak tahu bahwa ia itu
merupakan dayang kesayangan ayah, dan biarpun
belum resmi, ia telah menjadi kekasih dan calon
selir ayah" Berarti, ia adalah ibu tiri kita! Dan
kakanda masih bergaul demikian mesranya, seperti
sepasang kekasih saja! Bagaimana kalau sampai
ayah mengetahui akan hubungan itu" Sungguh
tidak pantas sekali."
Wajah pangeran itu berubah merah sekali dia
memandang kepada adiknya dengan sepasang
mata berapi-api. "Hong Lan!" Pangeran itu
menudingkan te lunjuknya kepadanya. "Agaknya
sikap menyayang dan baikku te rhadapmu selama
ini membuat engkau menjadi keras kepala, manja
dan kurang ajar! Engkau anak kecil tahu apa,
berani mencampuri urusan pribadiku?"
"Kakanda Pangeran, aku bersikap begini demi
kebaikanmu sendiri! Aku tidak ingin melihat
engkau dimarahi ayahanda Sri baginda!"
"Cukup! Engkau tidak berhak bicara te ntang
urusan pribadiku!" "Kakanda, kenapa tidak berhak" Bukankah aku
ini adikmu pula, satu ayah walau berlainan ibu
Aku berhak......." "Cukup! Engkau memang tidak mengenal budi.
Semestinya, sikapku yang menganggapmu seperti
adik sendiri kaubalas dengan bantuan agar aku
dapat selalu berdekatan dengan wanita yang
kucinta tanpa gangguan. Bukan sebaliknya engkau
malah menentang dan mencela aku!"

Hong Lan terbelalak. "Kakanda Pangeran! Apa
yang kaumaksudkan" Tentu saja engkau harus
menganggap aku sebagai adik sendiri karena
memang aku ini adikmu, satu darah, satu marga.
Kita sama-sama anak dari Sribaginda, ayah kita!"
"Hemm, andaikata kusimpan juga rahasiamu,
suatu saat engkau pasti akan mendengar juga dari
orang lain. Yang kete rlaluan adalah ibumu, kenapa
ia tidak memberi tahu secara terus te rang saja
bahwa engkau bukan puteri kandung ayah" Bahwa
antara kita berdua sama sekali tidak ada
hubungan darah, tidak ada hubungan keluarga,
bahkan sebetulnya engkau tidak berhak memakai
she (marga) Li!" Wajah Hong Lan menjadi pucat sekali. Ia
memandang kepada pangeran itu dengan mata
te rbelalak. Andaikata yang berkata demikian itu
orang lain, tentu s udah diterjang dan dihantamnya
orang itu. Akan tetapi yang bicara adalah Pangeran
Li Ci, kakaknya yang biasanya bersikap ramah dan
baik kepadanya, menyayangnya dan baru sekarang
nampak marah karena merasa terganggu kesenangan pribadinya tadi. Akan tetapi, apa yang
didengarnya dari ucapan pangeran itu bagaikan
pedang menusuk jantungnya. Ia bukan pute ri
kandung kaisar.! Bagaikan disambar halilintar
rasanya dan diapun membalikkan tubuhnya lalu
lari seperti terbang meninggalkan taman itu,
memasuki istana mencari ibunya.
Melihat akibat ucapannya. Pangeran Li Ci
menghela napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Kasihan Hong Lan, akan tetapi sekali

waktu ia pasti akan mendengar juga. Ibunya harus
berte rus terang kepadanya, ia anak baik....."
Sementara itu, Hong Lan menahan diri agar
tidak sampai menangis walau hatinya terasa resah
bukan main. Kalau bukan Pangeran Li Ci yang
bicara, mungkin ia tidak akan percaya sama sekali.
Akan tetapi ia tahu benar bahwa pangeran itu
adalah seorang yang tidak dapat berbohong,
bahkan te rlalu jujur sehingga kadang nampak
bodoh sekali. Ia harus mencari ibunya, ia harus
bertanya dan memaksa ibunya untuk berte rus
te rang.! Kwa Bi Lan terkejut sekali melihat kemunculan
pute rinya yang meloncat begitu saja ke dalam
kamarnya dengan muka pucat, matanya mencorong aneh. "Lan Lan.........!"
"I bu, ibu harus mengatakan terus terang!" kata
gadis itu terengah-engah, seolah napasnya menjadi
sesak saking tegang hatinya. "Benarkah bahwa aku
bukan pute ri kandung Sribaginda Kaisar" Benarkah itu, ibu?" Wajah Kwa Bi Lan juga berubah. Ia nampak
te rkejut, lalu menghela napas panjang. Hal seperti
ini memang sudah ia khawatirkan akan terjadi
setiap waktu. Terlalu banyak orang is tana
mengetahui bahwa ketika ia bekerja sebagai
komandan pasukan pengawal pribadi Kaisar, sejak
kaisar masih pangeran, ia telah membawa seorang
pute ri, yaitu Hong Lan dan ketika ia menjadi selir,
anak itu diaku sebagai puteri kaisar. Biarpun ia
sudah menduga sekali waktu hal ini akan terjadi,
yaitu bahwa Hong Lan pasti akan mendengar





rahasia itu, ketika Hong Lan menuntut agar ia
berte rus terang, ia merasa gelisah dan berat sekali.
"Lan Lan, siapakah yang mengatakan hal bohong
itu kepadamu?" Ia mencoba untuk menyangkal.
"Yang memberitahu adalah kakanda Pangeran Li
Ci, Ibu," kata gadis itu, matanya tak berkedip
menatap wajah ibunya. "Tapi........dia biasa bersikap amat baik kepadamu, kepada kita. Kenapa sekarang tiba-tiba
dia bicara seperti itu?" Kwa BI Lan termangu,
seperti bicara kepada diri sendiri.
"Aku memergoki dia sedang bermesraan dengan
dayang yang menjadi kekasih ayah seperti didesasdesuskan orang, yang bernama Bu Mei Ling itu,
bu. Aku menegur kakanda pangeran dan dia
marah lalu mengatakan bahwa aku tidak perlu
mencampuri urusan pribadinya karena aku bukan
adiknya, aku bukan pute ri ayah, melainkan orang
lain. Benarkah ini, ibu" Aku sudah dewasa, bukan
anak kecil lagi ibu. Aku dapat menerima kenyataan
yang paling pahit sekalipun. Kalau benar demikian,
katakanlah, ibu. Aku ingin mendengarnya dari
mulut ibu sendiri." Kwa Bi Lan menghela napas panjang. "Aihhh,
betapa buruk nasib Sribaginda! Seorang yang
bijaksana seperti beliau, dikelilingi orang-orang
yang palsu dan merupakan musuh-musuh dalam
selimut yang berbahaya. Bahkan pute ra-pute ranya
juga bukan manusia bijaksana seperti ayahnya.
Entah apa akan jadinya dengan kerajaan ini
kelak..... " ♡
"I bu, jawablah pertanyaanku tadi......"
"Baik, Lan Lan. Memang sudah sepatutnya
engkau mengetahui keadaan dirimu sendiri. Aku
belum menceritakan kepadamu karena ingin
menunggu sampai engkau dewasa. Setelah melihat
engkau dewasa, timbul rasa iba di hatiku, maka
aku masih bimbang untuk menceritakannya
kepadamu, takut kalau engkau kecewa. N ah, terus
te rang saja, ketika ibumu ini masuk ke istana ini
sebagai seorang selir Sribaginda, engkau sudah
ikut bersamaku sebagai seorang anak berusia dua
tahun. Engkau memang bukan keturunan Sribaginda, melainkan orang lain sama sekali.
Akan te tapi , Sribaginda dengan baik dan
bijaksana, engkau diaku sebagai pute ri beliau
sendiri dan engkau melihat sendiri sikapnya
kepadamu tidak ada bedanya dengan sikapnya
te rhadap putera puteri beliau yang lain.
Hong Lan menundukkan mukanya. Ia merasa
te rpukul sekali. Kenyataan ini sungguh mengejutkan namun pukulan ini tidaklah demikian
dahsyat, karena telah dikurangi oleh pemberitahuan pangeran tadi.
"Engkau......kecewa dan bersedih, Lan Lan?"
Ibunya menghampiri dan merangkulnya.
"I bu.......!" Lan Lan juga merangkul ibunya akan
tetapi ia tidak menangis. "Kenapa aku harus
kecewa" Biarpun aku bersedih karena aku bukan
anak kandung ayahanda Sribaginda yang kuhormati dan kusayang, akan tetapi aku tidak
kecewa bahwa aku bukan keluarga Kaisar.
Keluarga brengsek yang saling bermusuhan ini

sudah lama membuatku merasa muak. Hanya
ayahanda kaisar sajalah manusia yang bijaksana,
sedangkan anggota keluarganya....ah, sudahlah.
Ibu, kalau begitu, siapakah sebenarnya ayah
kandungku" Aku ingin sekali mengetahuinya.
Masih......... masih hidupkah dia?" tanya gadis itu
penuh harap. "Aku semakin tidak suka tinggal di istana yang
penuh permusuhan dan pengkhianatan ini, ibu.
Bahkan para thaikam dan dayangpun tidak dapat
dipercaya, mereka melakukan persekongkolan."
"Ehh" Apa maksudmu, Lan Lan" Mengenai
ayahmu, dia masih hidup. Bersabarlah, aku sendiri
yang akan mengajakmu menemuinya. Sekarang
jangan tanyakan dulu te ntang mereka, akan tetapi
jelaskan, apa maksudmu dengan mengatakan
bahwa para dayang dan thaikam melakukan
persekongkolan." Hati Lan Lan gembira bukan main mendengar
bahwa ayah kandungnya masih hidup dan ibunya
akan mengajaknya menemui ayahnya. "Ibu, sebelum aku memergoki kakanda pangeran bermesraan dengan dayang itu, aku melihat pula
seorang thaikam dan seorang dayang yang tidak
kukenal, mungkin dayang dari luar, pelayan
seorang di antara para paman pangeran, yaitu
Paman Pangeran Li Seng Cun. Mereka bicara aneh.
Dayang itu minta penjelasan di mana malam ini
ayahanda pangeran akan bermalam, dan minta
keputusan malam nanti untuk menerima kabar
dari thaikam itu." Hong Lan lalu menceritakan

semua yang didengarnya dari percakapan kedua
orang itu. Lan Lan mengerutkan alisnya. "Hem, benarbenar merupakan peris tiwa yang patut dicurigai!
Aku yakin bahwa Pangeran Li Seng Cun sedang
merencanakan suatu niat yang busuk terhadap
Sribaginda." "I bu, aku tidak mau te rseret ke dalam persaingan dan permusuhan, ke dalam perebutan
kekuasaan di dalam keluarga ini. Aku kini merasa
le ga bahwa aku bukanlah anggota keluarga yang
buruk ini. Biarlah mereka saling bermusuhan,
saling memperebutkan kekuasaan. Aku akan pergi
dari is tana, aku akan ikut ayah kandungku...... "
"Hussh, Lan Lan, tidak malukah engkau bicara
seperti itu" Ingat, kita hidup di sini sejak kau kecil,
diperlakukan dengan baik sekali oleh Sribaginda."
"Me mang ayahanda kaisar baik sekali, akan
tetapi keluarga yang lain ...... "
"Lan Lan, tidakkah kakanda permaisuri juga
amat bijaksana dan baik budi te rhadap kita"
Beliau juga seorang wanita yang berbudi dan
bijaksana...... " "Itupun benar, ibu. Akan te tapi keluarga yang
lain!" "Sudahlah. Kalau engkau mengakui bahwa
Sribaginda amat baik kepada kita, bagaimana kita
dapat tinggal diam saja melihat beliau diancam
keselamatannya" Engkau boleh jadi akan te ga
tinggal diam setelah mengetahui bahwa engkau
bukan pute rinya, bukan apa-apanya. Akan te tapi

aku" Ingat, ibumu ini adalah isterinya, selirnya
dan ibu amat mencintanya, Lan Lan!"
Hong Lan terkejut. Ucapan ibunya ini menyadarkannya. Ibunya mencinta Kais ar. Tentu
saja! Bukankah Kaisar suami ibunya" Akan te tapi
ayah kandungnya" Masih hidup. Lalu kenapa
ibunya berpisah dari ayahnya" Akan te tapi,
mendengar ucapan ibunya bahwa keselamatan
kaisar terancam Hong Lan mengesampingkan
semua pertanyaan hatinya itu.
"I bu, bagaimana mungkin keselamatan ayahanda kaisar terancam?"
"Lupakah engkau akan perte muan kasak-kusuk
antara dayang dari Pangeran Li Seng Cun dan thaikam itu" Mereka pasti merencanakan sesuatu dan
mudah diduga bahwa te ntu Pangeran Li Seng Cun
yang mendalanginya. Entah apa yang akan te rjadi,
akan tetapi jelas, malam ini keselamatan Sribaginda Kaisar te rancam. Hatiku merasa tidak
enak sekali." "Kalau begitu, kita tangkap saja thaikam itu dan
paksa dia mengaku," kata Hong Lan.
"Jangan, itu tidak bijaksana. Kalau dia menyangkal, lalu apa buktinya" Jangan-jangan
kita akan dituduh membuat kekacauan dan
hendak memburukkan nama Pangeran Li Seng
Cun." Hong Lan menjadi bingung. "Lalu, apa yang
dapat kita lakukan, ibu?"
"Kita harus dapat menangkap basah perbuatan
mereka sehingga ada bukti. Mulai saat ini sampai

nanti, engkau amatilah gerak gerik thaikam itu,
sedangkan aku akan mengamati dan mengawal
Sribaginda Kaisar secara diam-diam. Kita membagi
tugas. Ingat, Lan Lan. Aku harus melakukan ini
untuk melindungi suami yang kucinta, sedangkan
engkau harus melakukan tugas ini dengan
sebaiknya untuk membalas budi kebaikan Sribaginda yang selama ini dilimpahkan kepadamu." Hong Lan mengangguk. "Dan ibu berjanji bahwa
sesudah urusan ini lewat, ibu akan mengajak aku
menemui ayah kandungku?"
"Benar, aku berjanji!"
"Terima kasih, ibu," kata gadis itu dengan wajah
berseri. "Nah, kita membagi tugas, aku akan
mengamati thaikam gendut itu sampai malam
nanti. Akupun ingin sekali mengetahui kelanjutan
dari perkara yang penuh rahasia ini." Hong Lan
bangkit hendak meninggalkan ibunya.
"Lan Lan, engkau......berhati-hatilah. Entah
kenapa, hatiku merasa tidak enak."
Hong Lan te rsenyum. Entah mengapa, hatinya
te rasa ringan sekarang. Tadinya ia memang
te rkejut dan resah mendengar bahwa ia bukan
pute ri kandung kaisar, padahal, ia amat



menyayang ayahnya itu. Akan tetapi sekarang,
setelah ia mendapatkan kepastian dari ibunya, dan
bahwa ayah kandungnya masih hidup dan ia akan
diajak ibunya menemui ayah kandungnya, hatinya
te rasa ringan, apa lagi kalau ia ingat bahwa ia
bukan anggota keluarga is tana yang selalu saling
bermusuhan itu. Ia akan seratus kali le bih senang

berada di luar istana, bebas lepas seperti burung di
udara, tidak te rkurung dalam is tana bagaikan
seekor burung dalam sangkar emas.
-ooo0dw0ooo- Siapakah Pangeran Li Seng Cun" Dia masih adik
tiri Kaisar Tang Tai Cung, seorang di antara para
pangeran saudara kaisar yang tidak terbunuh
ketika te rjadi perebutan kekuasaan pada waktu
Pangeran Li Si Bin menggantikan ayahnya (Kaisar
Tang Kao Cu), menjadi kaisar Tang Tai Cung.
Namanya saja Pangeran Li Seng Cun tunduk dan
taat kepada kakaknya yang kini te lah menjadi
kaisar dan sejak muda dia bekerja membantu
pemerintahan kakaknya sebagai seorang pengurus
harta kekayaan is tana. Karena dia selalu bersikap
setia dan taat, maka kaisar mempercayainya. Juga
para pejabat tinggi lainnya menganggapnya sebagai
seorang pangeran yang baik dan setia. Walaupun
ketika muda dahulu. pernah pula dia terseret ke
dalam persaingan dan perebutan kekuasaan,
namun setelah banyak pangeran te rbunuh dalam
perebutan itu, tidak ada yang mampu mengalahkan Pangeran Li Si Bin. Pangeran Li Seng
Cun ini minta ampun kepada kakaknya dan
berjanji akan setia kepada kakaknya. Dan memang, telah belasan tahun le wat dan pangeran
ini nampak taat dan setia, bekerja dengan baiknya.
Juga sikapnya terhadap para pejabat tinggi lainnya
baik dan ramah sehingga dia terkenal dan dis ukai.
Menundukkan seseorang dengan kekerasan
takkan mendatangkan kedamaian. Memang orang

yang te lah dikalahkan, menjadi takut dan tidak
memperlihatkan perlawanan. Namun, semua ketaatannya itu hanya diperlihatkan di luar saja,
karena takut dan merasa kalah kuat. Sekali waktu,
kalau kesempatan terbuka dan dia merasa kuat,
dia akan melakukan perlawanan lagi, bahkan lebih
bersungguh-sungguh karena diperkuat oleh dendam dan sakit hati. Akan berbeda hasil dan
akibatnya kalau seseorang ditundukkan dengan
kelembutan dan kebijaksanaan, sehingga dia akan
menyadari kesalahan sendiri dan mengubah jalan
hidupnya, tidak akan mengandung dendam seperti
orang ditundukkan dengan kekerasan.
De mikian pula dengan Pangeran Li Seng Cun.
Biarpun pada lahirnya dia nampak jinak dan setia,
namun api dendam masih belum pernah padam di
dalam lubuk hatinya. Kesempatan itu terbuka
baginya ketika dia berhasil mendekati Pangeran Li
Ci yang menjadi pute ra mahkota. Dia melihat
betapa pangeran, keponakannya ini adalah seorang
pemuda yang le mah dan mudah dipengaruhi, dan
karena dia bersikap manis dan le mbut, pangeran
ini dapat dipengaruhinya dan amat menghormati
paman yang baik budi dan selalu bersikap
membelanya ini. Pangeran Li Seng Cun melihat
kesempatan baik kalau Pangeran Li Ci dapat naik
tahta dan menggantikan ayahnya menjadi kaisar,
te ntu dia dapat menguasai kaisar muda itu dan
dapat menonjolkan diri dan membujuk Pangeran Li
Ci untuk mengangkatnya sebagai penasehat atau
perdana mente ri. Dan kalau hal ini te rjadi, sama
saja dengan dia yang menjadi penguasa tertinggi,

dan Pangeran Li Ci tentu akan menurut saja apa
yang dikatakannya. Akan te tapi, untuk membuat itu menjadi
kenyataan, satu-satunya halangan adalah Kaisar!
Kakaknya yang menjadi kaisar itu haruslah
disingkirkan lebih dulu, dan satu-satunya jalan
hanyalah membunuhnya! Kalau kaisar sudah tidak
ada dan Pangeran Li Ci menjadi kaisar, kemudian
dia yang menjadi perdana mente ri, mudah saja
menyingkirkan halangan-halangan lain, yaitu mereka yang tidak menyukni Pangeran Li Ci atau
mereka yang setia kepada Kaisar Tang Tai Cung.
Akan te tapi, Pangeran Li Seng Cun bukan orang
yang ceroboh. Sudah belasan tahun dia memendam sakit hati , maka dia tidak akan
te rgesa-gesa dan ceroboh melaksanakan niatnya.
Dia harus yakin akan berhasil sebelum bertindak.
Dia tahu betapa lihainya kakaknya yang menjadi
kaisar itu. Sukar dicari orang yang akan mampu
menandingi kelihaian ilmu silat Kais ar Tang Tai
Cung. Dahulu, ketika masih menjadi Pangeran Li Si
Bin, namanya te rkenal di dunia kangouw sebagai
seorang pangeran yang amat lihai sehingga tidak
mengherankan kalau dia berhasil merobohkan
dinasti Sui dan mendirikan dinasti Tang. Pangeran
Li Seng Cun maklum bahwa untuk melakukan
usaha pembunuhan itu, dia harus dapat menemukan seorang yang benar-benar sakti dan
amat tinggi ilmu silatnya melebihi kelihaian kaisar
sendiri. ♡
Dan pada suatu hari, saat yang dinanti-nantikan
Pangeran Li Seng Cun tiba. Siang hari itu, keluarga
kakaknya, juga seorang pangeran yang bertugas
sebagai hakim di kota Lok-yang, datang berkunjung. Begitu berte mu dengan adik iparnya,
isteri Pangeran Li Tung yang menjadi hakim di Lokyang itu, menyerahkan surat suaminya kepada
Pangeran Li Seng Cun. Dalam surat itu, Pangeran
Li Tung menyatakan bahwa dua orang yang
mengawal keluarganya adalah orang?orang yang
berilmu tinggi, yang bahkan dipuji dan dipercaya
oleh Hek I Sin-kai. Keterangan ini ditambah lagi
oleh Nyonya Li Tung bahwa di sepanjang perjalanan, ia sekeluarga merasa aman. Memang
ada tiga kali gangguan, yaitu serombongan
perampok yang hendak mengganggu, namun
dalam waktu singkat saja, para perampok dihajar
cerai berai oleh dua orang muda yang mengawalnya. Dan di dalam suratnya, Pangeran Li
Tung yang menjadi hakim itu menganjurkan pada
adiknya agar suka menerima dan memberi
pekerjaan kepada dua orang muda itu. Tentu saja
Pangeran Li Seng Cun menjadi gembira sekali dan
dia cepat mengajak dua orang pengawal itu, yaitu
Ouw Ling dan The Siong Ki, untuk bicara di
ruangan dalam. Mulailah Pangeran Li Seng Cun
membujuk agar mereka berdua suka membantunya, melakukan segala perintah tanpa
bertanya, dan kalau semua usahanya berhasil,
mereka berdua kelak akan diberi kedudukan yang
tinggi di istana. Ketika meninggalkan rumah gurunya, Siong Ki
sama sekali tidak mempunyai niat untuk mencari

kedudukan. Dia diberi tugas oleh suhu dan
subonya untuk mencari Hong Lan yang dilarikan
seorang wanita bernama Kwa Bi Lan. Akan tetapi
setelah bertemu Ouw Ling, dia mendengarkan
penuh gairah ketika Pangeran Li Seng Cun
menjanjikan kedudukan panglima besar di is tana
kepadanya! Apalagi Ouw Ling serta merta menerima tugas apapun yang akan diberikan
pangeran itu kepada mereka, maka tanpa ragu lagi
Siong Ki juga menerima tanpa bertanya tugas apa
yang harus dia lakukan.! Watak seseorang amat dipengaruhi oleh lingkungan, kemudian diperkuat oleh kebiasaan.
Seseorang takkan pernah menghisap rokok kalau
mula-mula ia tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Setelah dia melakukannya, maka perbuatan itu
menjadi kebiasaan yang tidak dapat dilepaskan
lagi. Sukarlah untuk mempertahankan diri tidak
menjadi seorang penjudi kalau setiap hari dia
bergaul akrab dengan para penjudi, seperti
sukarnya seseorang menjaga agar tangannya tidak
basah kalau setiap hari dia bermain-main air.
Pengaruh lingkungan ini dapat disaksikan buktinya sejak kita kecil. Pertumbuhan seorang
anak dipengaruhi lingkungannya dan kebiasaankebiasaannya timbul karena mengikuti contoh
yang dilihatnya setiap hari dalam lingkungan
hidupnya. Pangeran Li Seng Cun tadinya mengharapkan
He k I Sin-kai untuk melaksanakan tugas rahasia
yang amat berbahaya itu, yaitu melakukan
pembunuhan terhadap Kaisar. Akan tetapi, bahkan
seorang tokoh kangouw yang lihai seperti Hek I

Sin-kai pun tidak berani melaksanakan tugas itu
karena dia tahu betapa lihainya Kaisar, dan bahwa
di sana te rdapat banyak pengawal yang lihai!
Maka, setelah menerima surat dari saudaranya
di Lok-yang, surat yang mengatakan bahwa kedua
orang ini dipuji oleh Hek I Sin-kai, tentu saja dia
percaya bahwa mereka berdua te ntu memiliki ilmu
kepandaian yang melebihi tingkat He k I Sin-kai.
Akan te tapi, dia tidak mau ceroboh. Dipanggilnya
lima orang jagoan yang dia andalkan, diujinya
kepandaian The Siong Ki dan Ouw Ling, akan
tetapi, dalam waktu empat lima jurus lima orang
jagoannya itu roboh! Bukan main girangnya hati Li
Seng Cun dan diapun memperlakukan mereka
berdua seperti tamu agung atau tamu yang amat
dihormati. Beberapa hari kemudian, setelah melimpahkan
segala macam kemewahan dan kesenangan kepada
dua orang itu, menjamu mereka dengan pestapesta kehormatan, dan memberi mereka pakaianpakaian indah dan hadiah-hadiah yang serba
mahal, akhirnya



Pangeran Li Seng Cun menceritakan tentang rencananya menyuruh mereka membunuh Kaisar! Tentu saja Siong Ki dan Ouw Ling te rkejut
bukan main mendengar bahwa mereka menerima
tugas yang amat berat itu. "Tapi......tapi kenapa......?" Siong Ki berseru heran dan penas aran. "The-taihiap, Sribaginda ketika menduduki tahta
kerajaan juga mengorbankan banyak saudaraku.
Sekaranglah tiba saatnya aku membalas dendam

atas kematian banyak kakakku dan pamanku.
Kalau Kaisar tewas, maka penggantinya adalah
Pangeran Li Ci dan aku akan dapat mintakan
kedudukan yang tinggi dan mulia untuk kalian
berdua." "Nanti dulu, Pangeran," kata Ouw Ling yang
cerdik dan berpengalaman. "Paduka mudah saja
menugaskan kami, akan te tapi pekerjaan itu
te ramat berbahaya! Selain Sribaginda sendiri
seorang ahli silat yang tangguh, juga beliau tentu
dikelilingi pengawal-pengawal pribadi yang lihai.
Bagaimana mungkin kami berdua akan dapat
melaksanakan tugas yang mustahil itu" Kalau
kami gagal, atau kalau sampai ketahuan, tentu
kami akan dikepung pasukan pengawal dan mati
konyol." Mendengar ucapan kekasihnya ini, Siong
Ki mengangguk-angguk. "Aih, Ouw-lihiap dan The-taihiap harap jangan
khawatir. Kami telah mengatur segalanya. Sribaginda adalah seorang kaisar yang angkuh,
tidak suka disertai pengawal karena beliau yakin
akan kemampuan sendiri. Satu-satunya pengawal
pribadinya adalah seorang pergawal wanita yang
telah menjadi selirnya dan kini tidak lagi
melakukan tugas mengawal. Kami akan memilihkan saat terbaik, dan kami yakin bahwa
sekali ji-wi bertindak, dia akan dapat ditewaskan
dengan mudah dalam kamar seorang di antara
para selirnya. Takkan ada yang mengetahui karena
sehabis melakukan tugas itu, ji-wi dapat bersembunyi di te mpat tinggal kami dan tak
seorangpun ♡
akan mencurigai. Tentang ilmu silat, kami sudah
menguji kemampuan ji-wi dan yakin bahwa ji-wi
akan mampu menewaskan Kais ar tanpa banyak
kesukaran." Kedua orang itu diberi waktu sehari semalam.
Mula-mula, Siong Ki memang tidak setuju, akan
tetapi setelah dibujuk rayu oleh Ouw Ling yang
melihat masa depan gemilang kalau mau menerima
tugas itu, akhirnya Siong Ki hanya menyerahkan
saja kepada wanita itu. Mereka tetap bersembunyi
di dalam te mpat tinggal Pangeran Li Seng Cun yang
berada di lingkungan is tana, tidak diperbolehkan
keluar agar jangan te rlihat oleh orang luar.
Sementara itu, Pangeran Li Seng Cun lalu mulai
melakukan penyelidikan tentang gerak-gerik kakaknya, sang kaisar. Dia sudah lama dapat
mempengaruhi dan menguasai seorang thaikam
gendut, yaitu Thaikam Seng Ho. Thaikam ini dapat
disogoknya dan sudah lama diam-diam menjadi
semacam mata-mata dari Pangeran Li Seng Cun,
memberitahukan segala peristiwa yang te rjadi di
sekeliling diri Kaisar. Dan dengan perantaraan
seorang di antara para dayangnya, dengan mudah
dayang itu memasuki istana bagian pute ri tanpa
dicurigai para pengawal, dan dayang ini yang
mengadakan hubungan dengan Thai-kam Seng Ho.
Kedua orang ini dipilih karena selain mereka itu
setia dan dapat dipercaya, juga keduanya cerdik
dan pandai ilmu silat. Malam yang dijanjikan oleh thaikam Seng Ho
dan dayang kepercayaan Pangeran Li Seng Cun itu
dingin dan gelap. De ngan langkah te nang dayang
itu memasuki pintu te mbusan yang menuju ke

istana bagian pute ri. Dua orang pengawal yang
menjaga pintu itu menahannya dengan tombak
mereka, akan tetapi melihat dayang itu, mereka
mengenalnya sebagai dayang dari is tana Pangeran
Li Seng Cun dan kecurigaan mereka mengendur ,
mereka hanya bertanya apa keperluan dayang itu
malam-malam datang berkunjung.
Dayang itu memperlihatkan keranjang berisi
panci dan mengatakan bahwa ia diutus isteri
pangeran untuk menghaturkan makanan itu
kepada permasuri. Mendengar ini, tentu saja
dayang itu diperkenankan masuk
dan tak seorangpun di antara penjaga yang merasa curiga
karena hal seperti itu seringkali te rjadi.
Dayang itu sama sekali tidak tahu bahwa
semenjak ia memasuki pintu tembusan itu s ampai
melangkah memasuki taman, ada sepasang mata
yang te rus membayanginya. Mata seorang thaikam
kurus tinggi. Mudah saja baginya tiba di dalam
taman istana bagian pute ri itu. Taman yang amat
sunyi. Malam itu demikian dingin dan gelap, siapa
yang akan meninggalkan kamar hangat dan pergi
ke taman itu" Tak lama kemudian, sosok tubuh Thaikam Seng
Ho yang gendut memasuki taman dan dia bertemu
dengan dayang itu di tempat
yang sudah dijanjikan. Tidak banyak mereka bicara. Thaikam
itu hanya berkata dengan suara lirih. "Malam ini
Sribaginda tidur di kamar selir ke empat.
Penggantian petugas ronda diadakan te pat pada
te ngah malam." Hanya itu kata-katanya dan
merekapun berpisah. Thaikam Seng Ho berjalan

menuju ke istana keputrian kembali, sedangkan
dayang itu membuang is i panci ke dalam kolam
ikan, lalu membawa panci kosong dalam keranjang, kembali keluar taman menuju ke pintu
te mbusan. Hong Lan mendengar semua ucapan thaikam
tadi dengan jelas. Menurut keinginan hatinya, ia
hendak menangkap dan menghajar thaikam itu,
akan te tapi ibunya sudah memesan agar ia
mengintai saja dan tidak berbuat sesuatu. Perbuatan jahat itu haruslah diketahui, kemudian
dijaga agar pelakunya dapat te rtangkap basah, ada
buktinya. Kalau kini ia menangkap thaikam itu
dan dia berkeras tidak mau mengaku, ia tidak
berdaya, bahkan bisa dianggap membuat kacau
dengan laporan tanpa bukti. Cepat Hong Lan pergi
mencari ibunya yang diam-diam melakukan perlindungan dan penjagaan terhadap kais ar.
Setelah mendengar laporan puterinya, Bi Lan
mengerutkan alis nya. Tidak salah lagi, pasti
Pangeran Li Seng Cun merencanakan sesuatu yang
busuk, pikirnya. Pangeran itu ingin mengetahui di
mana malam ini kaisar tidur, dan kapan dilakukan
pertukaran penjaga. Ia tahu bahwa saat pertukaran penjaga itulah, semua penjaga berkumpul di gardu penjagaan dan tidak seorangpun penjaga melakukan perondaan sampai
rombongan petugas baru mulai dengan perondaan
mereka. Ini te ntu merupakan kesempatan yang
dicari bagi orang luar is tana untuk menyusup
masuk, dan sudah hampir dapat dipastikan,
penyusup itu adalah seorang calon pembunuh

yang ditugaskan untuk membunuh kaisar! Jantung dalam dada Bi Lan berdebar tegang.
"Lan Lan, kita harus berjaga di sini. Aku akan
melakukan penjagaan di atas, dan engkau jagalah
di bawah. Hati-hati, jangan lepaskan perhatianmu
pada je ndela kamar di mana Sribaginda bermalam," bisik Kwa Bi Lan dan pute rinya
mengangguk. Tanpa diberitahu panjang le bar
sekalipun, Lan Lan sudah dapat menduga apa
yang dikhawatirkan ibunya. Agaknya akan ada
seorang dua orang atau bahkan le bih, pembunuh
yang akan mencoba menbunuh kaisar.
"I bu, apakah tidak perlu memberitahu komandan pengawal untuk memperkuat penjagaan?" bisiknya.
Kwa Bi Lan menggele ng kepala. "Kita belum
pasti, kalau terlalu membuat ribut dan pihak
mereka mengetahui, tentu niat itu dibatalkan.
Ingat, banyak mata-mata pihak musuh. Kita harus
melakukan penjagaan ini diam-diam, kita berdua
saja. Dengan kekuatan kita berdua, ditambah
kemampuan Sribaginda sendiri, kiraku tidak akan
ada pembunuh yang akan mampu mencelakai
Sribaginda." Hong Lan tidak dapat membantah lagi. Memang
benar juga apa yang dikatakan ibunya. Mereka
hanya baru menduga saja, belum ada bukti. Kalau
mereka menyampaikan kepada komandan pengawal, siapa tahu di antara pengawal ada yang




menjadi orangnya Pangeran Li Seng Cun dan tentu
pembunuh itu tidak jadi datang, dan mereka
berdua akan menjadi bahan te rtawaan karena

laporan mereka tidak ada buktinya. Ia mengepal
tinju. Kalau si pembunuh berani muncul, ia akan
menghajarnya! Kwa Bi Lan meloncat naik ke atas wuwungan
rumah dan bersembunyi. Ia tadi, ketika menanti
pute rinya, melihat Bu Mei Ling, dayang yang te lah
menjadi kekasih kaisar, mengetuk pintu kamar
selir ke empat dan mengatakan bahwa ia diutus
oleh permaisuri. Dayang itu diperkenankan masuk
dan daun pintu ditutup pula. Kwa Bi Lan
menduga-duga apa yang menjadi keperluan permaisuri mengutus dayang itu menemui kaisar
yang bermalam di kamar selir ke empat. Ia te ringat,
dayang Bu Mei Ling itu serba bisa. Mungkin ia
disuruh bermain musik, atau disuruh memijati
tubuh Sribaginda karena dayang ini memiliki
tangan yang kuat dan ahli memijat. Ia sendiri
pernah merasakan dipijat oleh dayang itu sampai
te rtidur pulas . Tidak ada sesuatu yang mencurigakan dengan masuknya dayang itu ke
kamar selir ke empat. Menanti merupakan pekerjaan
yang amat melelahkan. Menanti sesuatu, apalagi sesuatu
yang menegangkan hati, membuat waktu seolah
merayap seperti siput. Detik demi detik diperhitungkan dan yang dinanti-nanti tak kunjung tiba. Akan te tapi, akhirnya, rombongan
ronda te rakhir le wat lorong depan kamar selir ke
empat itu. Karena maklum bahwa kaisar malam itu
berada di situ, para peronda tidak berani
mengeluarkan suara gaduh, bahkan langkah kaki
merekapun mereka atur agar mereka jangan
mengeluarkan suara. Lan Lan dan ibunya melihat

rombongan peronda te rakhir ini. Setelah mereka
le wat, maka saat yang menegangkan itu sebentar
lagi akan tiba. Setelah melakukan perondaan itu,
maka semua petugas jaga akan berkumpul di
gardu penjagaan untuk diganti oleh rombongan
petugas lain yang akan berjaga sampai pagi. Dan
pada saat pergantian penjaga itulah, istana bagian
pute ri ini akan kosong dan tidak terjaga.
Kwa Bi Lan yang lebih dahulu melihat dua sosok
bayangan hitam yang berkelebatan cepat menuju
ke kamar itu. Karena ia bersembunyi di wuwungan, maka ia dapat lebih dahulu melihat
bayangan-bayangan itu daripada pute rinya. Ia lalu
menyambitkan biji jagung yang dibawanya ke arah
pute rinya bersembunyi dan itu merupakan is yarat
bagi Lan Lan bahwa yang dinanti-nantikan sudah
tiba! Bagaimana tabahpun hati Lan Lan, ia
berdebar tegang juga dan ia s udah mempersiapkan
pedangnya. Juga Kwan Bi Lan sudah mencabut
siang-kiam (sepasang pedang) dan menanti datangnya musuh. Kwa Bi Lan melayang turun
dengan gerakan seperti seekor burung rajawali dan
ia sudah mendekam di dekat puterinya. Menurut
perhitungannya tidak mungkin penjahat memasuki
kamar dari atas, karena atas istana itu kokoh kuat
tidak dapat dite mbus. Mereka tentu akan mencongkel jendela atau mendobrak pintu, pikirnya, maka ia mendahului turun dan berkumpul dengan pute rinya karena melihat
bahwa yang datang adalah dua orang.
Kini dua bayangan itu berkelebat dan sudah
berdiri di dekat kamar. Betapa cepat dan ringannya
gerakan mereka, pikir Kwa Bi Lan te rkejut. Kedua

orang itu memakai pakaian hitam dan muka
mereka ditutup saputangan hitam, hanya mata
mereka yang nampak, mata yang mencorong.
Tubuh mereka sedang saja, akan tetapi ia dapat
menduga bahwa mereka adalah seorang laki-laki
dan seorang wanita. Mereka tidak boleh dibiarkan
masuk kamar, pikirnya dan iapun menyentuh
le ngan puterinya lalu meloncat keluar sambil
membentak. "Penjahat keji, menyerahlah kalian!" Melihat
ibunya sudah keluar, Lan Lan juga meloncat
keluar dan menodongkan pedangnya.
Kedua orang itu adalah Ouw Ling dan The Siong
Ki. Tentu s aja mereka berdua te rkejut bukan main.
Menurut perhitungan Pangeran Li Seng Cun,
pekerjaan mereka itu akan berjalan lancar. Dan
memang tadi ketika mereka menyelinap masuk
pada saat pergantian penjaga, mereka dapat
melakukan penyusupan itu dengan amat mudah
dan tak seorangpun mengetahuinya. Akan tetapi,
kenapa kini tiba-tiba muncul dua orang wanita
cantik dengan pedang di tangan menyambut
mereka dengan sikap seolah-olah sudah mengetahui akan kedatangan mereka" Bahaya,
pikir mereka dan keduanya serentak menyerang
dengan pedang mereka. The Siong Ki menyerang Kwa Bi Lan yang
memegang sepasang pedang, sedangkan Ouw Ling
menyerang Lan Lan yang masih amat muda.
Terdengar bunyi benturan pedang dan Lan Lan
te rhuyung ketika pedangnya berte mu dengan
pedang Ouw Ling. Ia jauh kalah kuat. Juga Kwa Bi

Lan te rkejut bukan main ketika sepasang pedangnya menangkis sambaran pedang lawan
karena ia merasa betapa kedua tangannya tergetar
hebat. Kiranya lawannya itu memiliki tenaga sinkang yang a mat kuat! Sementara itu, mendapat kenyataan bahwa dua
orang wanita itu tidaklah terlalu kuat, Siong Ki
cepat berseru. "Cepat lakukan, aku yang menahan
mereka!" Ouw Ling mengerti. Iapun meloncat ke arah
je ndela sambil memutar pedangnya dan iapun
menerobos masuk ke dalam kamar. Melihat ini, Bi
Lan terbelalak khawatir. "Sribaginda.....!"
Ia menjerit dan hendak mengejar ke dalam
kamar melalui jendela. Karena seluruh perhatiannya ditujukan kepada keselamatan kaisar, ia sama sekali menjadi lengah terhadap diri
sendiri dan saat ini dipergunakan oleh Siong Ki
untuk mengelebatkan pedangnya.
"Capp!!" Pedang itu menembus dada kanan
bawah pundak Kwa Bi Lan. Melihat ini, Lan Lan
menjerit dan pedangnya menyambar dahsyat ke
arah lengan Siong Ki. Pemuda ini mengelak, akan
tetapi pedang Lan Lan masih mengenai kain hitam
penutup mukanya sehingga kain itu terkait dan
te rbuka. Lan Lan terbelalak menatap wajah
pemuda yang tampan itu. Hanya se kejap saja akan
tetapi wajah itu tidak akan pernah dilupakan Lan
Lan, wajah orang yang telah melukai ibunya.
Kwa Bi Lan memang seorang wanita hebat.
Biarpun dadanya sudah te rluka parah, namun ia
masih bertahan dan meloncat masuk ke dalam

kamar yang je ndelanya sudah bobol itu. Ia melihat
betapa orang berkedok hitam yang tadi sudah
menghampiri pembaringan yang kelambunya te rtutup, menggerakkan pedangnya membacok.
"Jangan........!" Kwa Bi Lan mengeluh, akan
tetapi terlambat. Pedang sudah dibacokkan ke arah
te ngah pembaringan. "Crokkk!" Si kedok hitam yang bukan lain adalah
Ouw Ling itu terkejut dan terpekik sehingga mudah
diketahui ia seorang wanita. Pembaringan itu
kosong! Dan tiba-tiba saja kamar yang tadinya
remang-remang itu menjadi terang benderang dan
muncullah Sribaginda Kaisar Tang Tai Cung
dengan pedang di tangan dan senyumnya yang
mengejek. Wanita kedok hitam itu terkejut,
maklum bahwa ia te lah terjebak. Ia hendak
meloncat keluar, akan tetapi Kwa Bi
Lan menghadang dan menodongkan pedangnya.
Kaisar melihat betapa dada Kwa Bi Lan
berlumuran darah. Ia terkejut dan marah sekali,
"Pembunuh jahat!" bentaknya dan diapun menyerang. Terpaksa Ouw Ling menangkis dan
kaisar terkejut karena wanita berkedok itu ternyata
memang lihai sekali. Kwa Bi Lan menahan nyeri di
dadanya membantu kaisar menyerang Ouw Ling.
Sementara itu, begitu kedoknya te rlepas dan
gadis cantik itu menatapnya tajam, The Siong Ki
te rkejut. Apalagi mendengar je rit Ouw Ling di
dalam kamar dan dikejar ole h wanita yang seorang
lagi, bahkan kini terdengar te riakan wanita yang
melengking, "Pembunuh! Perampok! Penjahat..
tolong, toloooooong......!" Disusul
pula suara ♡
kentungan, Siong Ki maklum bahwa dia dan Ouw
Ling te lah gagal. Dia lalu melompat ke atas
wuwungan rumah. Dia harus dapat melarikan diri
sebelum para pengawal datang mengeroyoknya.
Melihat laki-laki itu meloncat ke atas wuwungan,
Lan Lan tidak mengejarnya. Pertama, karena
penjahat itu lihai bukan main dan ke dua, ia harus
membantu ibunya yang sudah



terluka dan menolong Kaisar. Iapun melompat ke dalam kamar
melalui jendela yang sudah terbuka itu. Dan ia
melihat wanita berkedok itu sedang berkelahi
melawan kaisar yang dibantu ibunya. Ia melihat
betapa dada ibunya berlumur darah, namun
ibunya masih menggerakkan siang-kiam dengan
dahsyat. Iapun terjun dalam perte mpuran itu
membantu dan mengeroyok si wanita kedok hitam.
Ouw Ling menjadi sibuk sekali. Menghadapi
kaisar saja, ternyata ia hanya mampu mengimbangi Dan wanita cantik yang sudah
te rluka parah itu masih terus mendesaknya, kini
ditambah lagi munculnya gadis cantik tadi yang
juga lihai, juga terdengar derap kaki di luar kamar,
maka tahulah ia bahwa ia tidak akan dapat lolos
lagi! Ia tidak mempunyai permusuhan pribadi
dengan kaisar. Kalau ia tadi hendak membunuh
kaisar, hal itu hanya karena hendak melaksanakan
perintah Pangeran Li Seng Cun untuk mendapat
imbalan kedudukan, maka kini melihat dirinya
te rancam dan usahany gagal, Ouw Ling mencari
jalan hendak melarikan diri. Akan te tapi agaknya
gerakannya diketahui kaisar yang cepat menusukkan pedangnya. "Hendak lari ke mana kau, keparat!"

Tusukan itu kuat sekali. Ouw Ling harus
mengerahkan tenaga untuk menangkis nya, akan
tetapi pada saat itu, pedang di tangan Hong Lan
juga sudah membacok kepalanya. Terpaksa Ouw
Ling mengerahkan tenaga pada tangan kirinya dan
dengan nekat menangkap pedang Hong Lan itu.
Tangan kirinya berhasil mencengkeram pedang itu,
sedangkan pedang di tangan kanan menempel
pada pedang kaisar. Saat itu dipergunakan oleh
Kwa Bi Lan yang sudah le mas untuk menubruk
maju dengan pedangnya. "Blesss......!" Pedangnya menusuk dada Ouw
Ling sampai tembus ke belakang! Ouw Ling
mengeluarkan rintihan dan te rkulai roboh. Akan
tetapi, Bi Lan juga te ntu roboh kalau tidak cepat
dirangkul kaisar. Kini para pangawal berhamburan
masuk, hanya untuk menyingkirkan mayat Ouw
Ling setelah kedoknya dibuka dan semua orang
tahu bahwa ia adalah tokoh kangouw yang
berjuluk Bi Tok Sio-cia, pute ri angkat datuk sesat
Ouw Kok Sian dari Liong-san!
Kwa Bi Lan rebah di atas pembaringan, ketika
suman, ia memanggil nama anaknya lirih. "Lan
..Lan ........ " "I bu, aku di sini, ibu.......!" kata Lan Lan yang
merangkul ibunya dengan cemas sekali.
Sedangkan kaisar duduk dengan wajah muram
tak jauh dari pembaringan. Di situ nampak pula
Bu Mei Ling yang berjas a besar. Ternyata thaikam
kurus yang membayangi dayang itu adalah orang
kepercayaan Bu Mei Ling. Dayang yang menjadi
kekasih kaisar ini sudah curiga akan gerak-gerik

dayang dari Pangeran Li Seng Cun yang sering
keluar masuk istana bagian pute ri tanpa alasan
te rtentu , maka ia menyuruh thaikam kepercayaannya untuk membayangi. Thaikam itu,
seperti juga Hong Lan, telah mendengar percakapan antara dayang itu dan thaikam Seng
Ho, maka dia cepat melapor kepada Bu Mei Ling.
Wanita yang selain cantik jelita juga amat cerdas
ini segera dapat menduga apa yang akan terjadi. I a
dapat menduga bahwa keselamatan kaisar te rancam, untuk memberitahu begitu saja tentu ia
tidak berani, apalagi kaisar sedang bermalam di
kamar selir ke empat. Ia akan dianggap melanggar
aturan, mengganggu kaisar. Maka, ia cepat
menghubungi permaisuri yang amat baik kepadanya dan akhirnya, setelah mendengar
laporannya, permaisuri mengijinkan ia menemui
kaisar di kamar selir ke empat dengan membawa
tanda perintahnya. Demikianlah, Bu Mei Ling
berhasil memasuki kamar selir ke empat dan ia
menceritakan semuanya kepada Kaisar Tang Tai
Cung. Kaisar mula-mula tidak percaya bahwa
Pangeran Li Seng Cun akan berkhianat, akan
tetapi akhirnya dia mau ju ga pindah ke kamar
sebelah dan membiarkan kamar tidur itu kosong
dengan kelambu tertutup. Kemudian, ternyata
bahwa perhitungan Bu Mei Ling benar. Andaikata
dayang ini tidak melaporkan, mungkin saja dia dan
selir ke e mpat yang tidur di pembaringan itu telah
menjadi korban pedang pembunuh.
"I bu.......!" Hong Lan memanggil ibunya dan
menangis. Melihat luka yang diderita ibunya, gadis
ini maklum bahwa tidak ada harapan lagi bagi

ibunya untuk dapat hidup setelah menderita luka
separah itu. "Lan Lan......aku......aku bukan ibumu....."
Lan Lan te rbelalak dan merangkul ibunya. Ia
mengira bahwa ibunya sudah bicara kacau karena
penderitaannya. "Sudahlah, ibu, jangan banyak
bicara, ibu harus beris tirahat.........." katanya
te risak. Wanita itu menggeleng kepalanya. "Dengar, Lan
Lan......aku......aku bukan ibu kandungmu, engkau
.. ..kuculik ketika berusia dua tahun.."
"I bu........!"
"Bi Lan.......!" Kaisar juga berseru dan kini dia
mendekati, duduk di tepi pembaringan.
"Sudahlah, engkau harus beristirahat, benar
seperti yang dikatakan Hong Lan."
"Sribaginda........maafkan saya
...saya telah membuka rahasia Hong Lan......ia berhak mengetahui........maafkan saya ..saya tidak dapat
melayani paduka........ hanya sampai di sini, harap
paduka menjaga diri baik-baik.......harap paduka
jangan mudah percaya kepada orang lain..........banyak manusia busuk di dunia ini......"
"Bi Lan.......!"
"I bu........," Hong Lan berkata dengan air mata
bercucuran, "kenapa ibu mengingkari aku sebagai
pute ri ibu" Mengapa......?" Gadis itu merasa
hatinya seperti ditusuk-tusuk. Tadi, ibunya mengatakan bahwa ia bukan pute ri kandung
kaisar yang selama ini dianggap sebagai ayahnya

dan hal itu saja sudah menyakitkan hatinya, kini
ditambah lagi pengakuan ibunya bahwa ia juga
bukan anak kandung ibunya, bahkan ibunya ini 
menculiknya ketika ia berusia dua tahun! Dunia
seakan kiamat rasanya ketika ia mendengar
ucapan itu. "Lan Lan......kau........bukan
anak kandungku......tanyakan kepada....., Sribaginda.....selamat tinggal ...... "
"Bi Lan........!!"
"I buuuu........!" Hong Lan jatuh pingsan dan
segera ditolong oleh Bu Mei Ling yang memanggil
dayang. Seorang perwira menghadap kaisar dan mengabarkan bahwa is tana Pangeran Li Seng Cun
sudah disergap, pangeran itu beserta semua
anggota keluarganya te lah ditangkap. Akan te tapi
pembunuh yang menjadi kaki tangan Pangeran Li
Seng Cun tidak dapat ditemukan.
"Mas ukkan mereka semua ke dalam penjara,
dan jaga ketat! Kami sendiri yang akan mengadilinya!" kata kaisar dengan lesu karena dia
merasa berduka sekali karena kematian Kwa Bi
Lan. Setelah wanita itu tewas, barulah dia teringat
betapa setianya Kwa Bi Lan, sejak menjadi
pengawal pribadi sampai menjadi selirnya. Betapa
wanita itu tidak pernah menuntut sesuatu, tidak
berusaha menaikkan kedudukann ya, bahkan hidupnya te tap sederhana. Diapun teringat betapa
berbulan-bulan dia seperti melupakan selir ini,
tidak pernah mendekatinya. Dia merasa menyesal
sekali. ♡
-ooo0dw0ooo- Kaisar duduk seorang diri di dalam kamarnya.
Dia menyuruh pergi semua dayang dan dia te lah
menyuruh Bu Mei Ling datang menghadapnya di
kamarnya. Dia merasa lelah dan pusing. Terlalu
banyak urusan dihadapinya dan kesemuanya tidak
ada yang menyenangkan hatinya. Pertama-tama,
kematian Kwa Bi Lan yang tadi pasti telah
dimakamkan je nazahnya. Lalu dia harus mengadili
adiknya sendiri, Pangeran Li Seng Cun, dan hal ini
baru akan dilakukan besok. Kemudian melihat
keadaan Lan Lan yang selalu mengurung diri
dalam kamar dan menangis, dia tahu bukan hanya
menangis karena ketian Kwa Bi Lan, melainkan
juga menangis karena te rbukanya rahasia dirinya,
bahwa ia bukan pute ri kandung kais ar, juga bukan
anak kandung Kwa Bi Lan! Dan ada lagi urusannya
dengan Bu Mei Ling, dayang yang pernah
digaulinya, selir yang tidak res mi. Ucapan sahabat
yang dipercayanya, yaitu Im Yang Sengcu, tosu ahli
sihir dan peramal itu, tak pernah dilupakannya.
Tosu itu mengatakan bahwa menurut pernitungan
perbintangan. Kerajaan Tang akan te rle pas dari
tangan keturunan keluarga Li, dan jatuh ke tangan
seorang wanita dari keluarga Bu! Hal ini sama
sekali tidak masuk akal. Bagaimana mungkin tahta
kerajaan jatuh ke tangan seorang wanita" Kalau
te rampas oleh marga lain, marga Bu umpamanya,
hal itu masih ada kemungkinan, karena bukankah
sejak ribuan tahun yang lalu, dinasti demi dinasti
bermunculan dan tidak ada keluarga yang

memegang tahta kerajaan turun te murun secara
abadi" Akan tetapi seorang wanita" Akan tetapi Im Yang
Seng-cu, tosu sakti itu, merasa yakin karena sudah
mengulanginya melakukan perhitungan bintang.
Bahkan Im Yang Sengcu mengatakan bahwa
wanita itu kini sudah berada di istana!
Tentu saja Kaisar terkejut dan cepat menyelidiki
dan te rnyata, satu-satunya wanita bermarga Bu di
istananya adalah Bu Mei Ling, dayang yang pernah
membuatnya te rgila-gila karena cantik jelita,
le mbut dan cerdik. Tentu saja kaisar tidak ingin
ramalan Im Yang Sengcu akan te rjadi, maka dia
sudah mengambil keputusan untuk membunuh Bu
Mei Ling! Daripada kelak menjadi malapetaka, atau
setidaknya akan membuat dia tidak nyenyak tidur
dan tidak enak makan, le bih baik wanita itu
dienyahkan, dibunuh. Memang kejam, karena
gadis itu tidak bersalah, akan tetapi demi menjaga
kelangsungan keluarga Li memegang tampuk
pemerintahan Kerajaan Tang, demi kelangsungan
kerajaan Tang yang dengan susah payah dia
bangun bersama mendiang ayahnya, tidak mengapalah mengorbankan nyawa seorang gadis
dayang! Sedianya, pelaksanaan hukuman mati terhadap
Bu Mei Ling akan dilaksanakan hari ini. Akan
tetapi, semalam te rjadi peristiwa yang hampir
merenggut nyawanya itu! Dia te rancam maut, dan
penyelamatnya justru Bu Mei Ling! Memang, Kwa
Bi Lan dan Hong Lan juga diam-diam melindunginya, akan te tapi dua orang pembunuh

itu terlalu lihai dan seandainya tidak ada Bu Mei
Ling yang membujuknya pindah ke lain kamar,
seandainya Bu Mei Ling tidak memberitahu dan dia
sudah pulas di balik kelambu itu bersama selirnya
ke empat, sangat besar kemungkinan dia dan
selirnya sudah te was oleh pembunuh! Bu Mei Ling
semalam telah menyelamatkan nyawanya, bagaimana mungkin hari ini dia membunuh gadis
itu" Daun pintu terketuk perlahan. "Mas uk!" kata
kaisar. Daun pintu terbuka perlahan dan muncullah Bu Mei ling. Gadis ini belum dua puluh
tahun usianya, namun pembawaannya sudah
matang. Wajah cantik jelita dan segar, sepasang
matanya jeli dan lembut seperti mata burung Hong,
mulutnya yang kecil dengan bibir merah basah itu
selalu terhias senyum, wajahnya tak pernah
nampak keruh, selalu ceria berseri bagaikan
setangkai bunga seruni yang segar oleh embun
pagi. Pakaiannya sederhana, dari sute ra yang tipis
halus, rambutnya yang hitam panjang digelung
sederhana seperti para dayang dan hal ini saja
sudah membuktikan bahwa ia tidak berambis i,
biarpun ia sudah menjadi selir kaisar walau belum
res mi, namun tidak menonjolkan diri dan masih
bersikap seperti seorang dayang.
De ngan lembut Bu Mei Ling menutupkan
kembali daun pintu, kemudian melangkah masuk,
langkahnya halus gemulai, mukanya ditundukkan
dan setelah berada di depan Sribaginda Kaisar
yang duduk di atas pembaringan, iapun menjatuhkan diri berlutut.

"Yang Mulia..... " kata wanita itu sambil
menunduk hormat, suaranya merdu dan le mbut
sekali. Begitu gadis itu berlutut di depannya, kaisar
mencium keharuman yang menjadi kesukaannya.
Dia merasa segar mencium bau yang khas ini.
Dia tidak tahu bahwa diam-diam Bu Mei Ling te lah
menyelidiki dan mempelajari semua kesukaan
kaisar, makanannya, minumnya, keharuman bagaimana yang menjadi kes ukaannya. Pendeknya,
kini ia mengetahui sepenuhnya bagaimana untuk
menyenangkan hati kaisar, sampai hal yang
sekecil-kecilnya. Misalnya kaisar yang perkasa ini
tidak suka melihat wanita yang te rlalu berani,
tidak suka dibantah, dan kaisar ini lemah kalau
menghadapi orang yang mengalah dan menyerah.
"Mei Ling, bangkitlah," kata kaisar sambil diamdiam mengagumi wanita ini. Dari tubuhnya keluar
bau harum yang amat disukainya, dan pakaian
gadis inipun sederhana, dari sutera halus dan tipis
sehingga dia hampir dapat melihat garis -garis
tubuhnya yang bagaikan bunga sedang mekar
semerbak. Bedaknya tipis-tipis hampir tidak
kentara, bibirnya juga merah alami tanpa gincu,
alisnya yang hitam itu tidak dibantu penghitam,
rambutnya begitu hitam dan panjang, anak rambut
yang halus itu melingkar-lingkar di dahi dan
pelipis. "Terima kasih, Yang Mulia," kata Bu Mei Ling
sambil bangkit berdiri, dan gerakan bangkit dari
berlutut inipun sudah ia pelajari sampai matang.
Bukan sembarangan bergerak, melainkan gerakan

yang le mbut dan penuh kewanitaan sehingga
nampak seperti tarian dan amat menarik hati.
Kaisar Tang Tai Cung menghela napas panjang,
dan di dalam hatinya semakin tidak percaya akan
ramalan sahabatnya. Bagaimana mungkin seorang
wanita selembut ini kelak akan merampas kedudukan kaisar dan menjadi penguasa" Apanya
yang diandalkan" "Apa yang paduka kehe ndaki dari hamba, Yang
Mulia" Hamba sudah siap melaksanakan segala
perintah paduka." "Mei Ling, aku lupa lagi tentang asal-usulmu.
Apakah engkau puteri seorang bangsawan, seorang
te rpelajar atau seorang ahli silat yang tangguh?"
Senyum di bibir yang merah basah itu melebar,
muka itu menunduk malu-malu dan sepasang
matanya mengerling dari bawah, manis bukan
main. "Aihhh......, paduka membuat hamba merasa
malu sekali, Yang Mulia. Hamba hanyalah anak
dusun, dari keluarga petani biasa dan hanya
berkat budi kebaikan Yang Mulia saja maka hamba
dapat memperole h kehormatan dan kemuliaan
seperti sekarang ini, menjadi hamba paduka yang
setia. "Kaisar mengangguk-angguk dan te rsenyum.
Bagaimana mungkin dia membunuh seorang
dayang, bahkan selir seperti ini" "Me i Ling,
katakan, sampai di mana kesetiaanmu kepadaku"
Aku mengerti, peristiwa semalam, ketika engkau
menyelamatkan aku dari ancaman malapetaka,

merupakan buah dari kesetiaanmu, akan tetapi
sampai di mana batas kesetiaanmu kepadaku?"
Wanita yang tadinya menunduk itu kini
mengangkat mukanya. Kaisar tertegun. Seolah
baru sekali ini dia berkenalan dengan wajah itu,
padahal, pernah wajah itu membuatnya tergilagila. Mata itu demikian indahnya, penuh kejujuran
dan mulut itu, te rsenyum penuh ketulusan. "Yang
Mulia, tidak ada batasan kesetiaan hamba kepada
paduka. Jiwa raga hamba ini hamba serahkan




kepada paduka, Yang Mulia, mati hidup hamba
berada di tangan paduka."
Kaisar itu merasa terharu, akan te tapi dia ingin
meyakinkan. "Bagaimana kalau aku menghendaki
agar engkau mati untukku, sekarang juga?" Dia
memandang tajam wajah itu untuk menyelidiki isi
hatinya. Akan te tapi wajah itu tidak nampak te rkejut,
bahkan senyumnya semakin manis, mata itu
memandang demikian lembut seperti mata seorang
bayi. "Hamba siap melaksanakan perintah paduka,
dengan taruhan nyawa. Hamba akan mati dengan
mata terpejam dan mulut tersenyum kalau dengan
itu hamba dapat membahagiakan paduka."
Kaisar Tang Tai Cung semakin te rharu, tangannya meraih dan di lain saat dia sudah
menarik Mei Ling dan dipangkunya dayang itu,
dirangkulnya dan diciuminya dengan penuh rasa
sayang. Mei Ling hanya memejamkan mata dan
menyerah. ♡
"Mei Ling, apakah ada dalam lubuk hatimu
keinginan untuk kelak menjadi seorang kaisar
wanita?" Mei Ling membuka matanya dan te rbelalak!
Pandang matanya penuh kehe ranan dan penyangkalan. "Duhai, Yang Mulia......, apa artinya pertanyaan
paduka ini" Bagaimana hamba......mempunyai
keinginan gila seperti itu" Dapat melayani paduka
sajalah yang merupakan idaman hati hamba, dan
yang membahagiakan hati hamba.......tidak ada
keinginan lain." Sambil mendekap tubuh yang mungil itu, Kaisar
te rtawa bergelak. "Ha-ha-ha-ha, bagaimana mungkin aku pernah mempercayai omongan yang
mengatakan bahwa kelak kerajaan ini akan
te rjatuh ke tangan seorang seperti engkau" Ha-ha!"
"Yang Mulia, orang yang mengeluarkan omongan
seperti itu pasti adalah seorang yang berniat
buruk, mungkin pengkhianat yang hendak menjatuhkan Kerajaan Tang yang jaya."
"Ha-ha-ha, bukan, bukan pemberontak, bukan
penjahat. Im Yang Seng-cu yang mengatakan itu,
berdasarkan ramalan hitungan perbintangan."
Mendengar ini, Mei Ling turun dari atas
pangkuan kaisar, menjatuhkan diri ke atas lantai
dan berlutut, suaranya terdengar memelas ketika
ia berkata, "Yang Mulia, itu adalah fitnah yang
te ramat keji. Kalau paduka mempercayai omongan
keji itu, silakan paduka membunuh hamba untuk
menenangkan hati paduka ....... "
Kaisar menarik tubuh tubuh Mei Ling kembali
ke atas pangkuannya dan mengelus rambut
kepalanya. "Sudahlah, akupun tidak percaya
sepenuhnya. Buktinya sekarang aku ingin engkau
melayaniku bukan" Lupakan ucapan peramal itu."
Mei Ling tenggelam ke dalam dekapan Kaisar
Tang Tai Cung



Komentar

Postingan populer dari blog ini

NAGA SAKTI SUNGAI KUNING

NAGA BERACUN