NAGA BERACUN JILID 22

  "Hemm, kalau saja tidak te rjadi hal itu
kepadamu, te ntu sekarang ini engkau yang
kubuntungi le ngannya, bukan anak buah perempuan itu!" hardiknya.
Wajah nenek itu menjadi pucat dan iapun
menjatuhkan diri berlutut lagi di depan kaki Cin
Cin. "Maafkan aku.....li-hiap, maafkan aku. Memang
aku dahulu bersalah kepadamu .... akan te tapi
.....orang telah menjual dirimu kepadaku......maafkan aku....." Ia menangis lagi.
"Bangkit dan duduklah! Sekarang dengar baikbaik. Kau panggil ke sini semua gadis yang ditahan
di sini, juga para pelacur yang menjadi anak
buahmu. Suruh mereka berkumpul sekarang juga
di sini. Cepat!" Bergegas nenek itu terseok dan te rbongkok
masuk ke dalam dan tak lama kemudian ia muncul
kembali, diikuti ole h limabelas orang gadis manis
yang berpakaian sebagai gadis dusun dan sepuluh
orang gadis yang pesolek dan berpakaian indah.
Agaknya para penghuni rumah pelesir itu sudah
Keripik pisang teh ro'ah

mendengar akan peris tiwa hebat terjadi di situ,
maka begitu berhadapan dengan Cin Cin yang
masih duduk dengan te nangnya, limabelas orang
gadis dusun itu serentak menjatuhkan diri berlutut
di depan Cin Cin sambil menangis dan mohon
pertolongannya. Cin Cin mengangkat kedua tangannya, "Bangkitlah kalian semua dan jangan menangis.
Sekarang coba kalian ceritakan, seorang demi
seorang, bagaimana kalian dapat berada di te mpat
ini. " Merekapun bercerita bahwa mereka dibujuk oleh
anak buah Nyonya Lu dan kadang oleh nyonya
cantik itu sendiri, untuk diberi pekerjaan pada
seorang hartawan atau bangsawan. Orang tua
mereka dan mereka te rbujuk dan mau dibawa
pergi, dan tidak tahunya mereka ditahan di rumah
ini dan di paksa untuk menjadi calon pelacur.
Mereka diancam bahwa kalau tidak menurut,
mereka akan disiksa bahkan diancam akan
dilaporkan kepada yang berwajib karena menipu,
dengan tuduhan bahwa mereka dan orang tua
mereka telah memiliki hutang yang banyak.
"Cia Ma, sekarang keluarkan semua harta
milikmu, kirim pulang semua gadis ini ke dusun
masing-masing dan bekali uang sekucupnya.
Laksanakan hari ini juga!" kata Cin Cin.
Kemudian Cin Cin juga bertanya kepada sepuluh
orang gadis yang te lah menjadi pelacur di te mpat
itu. Mereka yang ingin melanjutkan pekerjaan
mereka sebagai pelacur tanpa dipaksa siapapun, ia
tidak ambil perduli. Akan tetapi di antara mereka
Keripik pisang teh ro'ah

yang ingin terlepas dari cengkeraman mucikari dan
ingin pulang, iapun memerintahkan Cia Ma untuk
mengirim mereka pulang ke dusun masing-masing
dan dibekali uang sekucupnya. Cin Cin sendiri
yang mengatur pemberian bekal uang, dan melihat
bahwa Cia Ma benar-benar melaksanakan perintahnya. Tentu saja para gadis itu menjadi
girang bukan main dan berterima kasih.
Setelah semua itu dilaksanakan dan Cin Cin
tinggal di situ untuk mengawasi pelaksanaan
sampai menginap semalam, ia memanggil Cia Ma
yang nampak le su dan le mas karena semua harta
miliknya dibagi-bagi dan diberikan sebagai bekal
kepada para gadis yang dipulangkan ke dusun
masing-masing. "Cia Ma, engkau sudah tua, dan
dengan sisa hartamu, engkau dapat hidup menganggur sampai mati. Mulai hari ini, tutup
rumah pelesir ini. Kalau lain hari aku lewat di sini
dan melihat bahwa rumah pelesir ini masih
kaubuka dan engkau menyeret gadis -gadis dusun
menjadi pelacur, menjadi sumber keuntunganmu
dengan memaksa mereka menggunakan berbagai
cara, aku akan membakar rumahmu ini dan
kule mparkan engkau hidup-hidup dalam kobaran
apinya!" Sambil menangis Cia Ma berjanji, bersumpah
dan sekali ini ia tidak bermain-main. Baru saja ia
te rhindar dari malapetaka. Selama setahun, semenjak kekuasaannya dirampas Bi Tok Siocia, ia
hidup bagaikan orang hukuman, sengsara dan
te rsiksa. Dan kini melihat betapa Cin Cin yang biar
tangan kirinya buntung kini menjadi seorang
pendekar wanita yang demikian sakti, yang
Keripik pisang teh ro'ah

membuntungi tangan sepuluh orang tukang pukul,
bahkan berhasil mengusir Bi Tok Siocia, mengeluarkan ancaman seperti itu, ia bergidik dan
benar-benar takut dan ngeri. Ia bertobat.
Setelah membereskan urusan di rumah pelesir
Ang-hwa di mana ia dahulu pernah tinggal, dalam
sehari membasmi rumah pelesir itu dan mengubahnya menjadi sebuah rumah tinggal janda
tua Cia Ma yang tidak lagi mau melakukan
pekerjaan hina seperti semula, Cin Cin meninggalkan kota Ji-goan dan pergi ke Lok-yang.
Ia ingin mencari ibunya dulu sampai dapat ia
te mukan. Kini ia dapat mencari lebih mudah
setelah mengetahui bahwa ibunya telah menjadi
isteri Lie Koan Tek, pendekar Siauw-lim-pai yang
cukup te rkenal itu. Setelah bertemu dengan
ibunya, baru ia akan kembali kepada subonya,
Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan, untuk melaporkan
kegagalannya membunuh Pangeran Cian Bu Ong
seperti yang dipesankan gurunya, iapun belum
dapat menemukan musuh gurunya yang ke dua,
yaitu Can Hong San yang membunuh suheng dari
subonya yang bernama Can Siok. Sebetulnya ia
merasa malu untuk bertemu subonya.
Pertama ia belum dapat menemukan Can Hong
San, pembunuh ayahnya sendiri, yaitu Can Siok
suheng subonya. Ke dua, ia gagal untuk membunuh Pangeran Cian Bu Ong, bahkan
kehilangan sebelah tangannya dalam usahanya itu.
Akan te tapi bagaimanapun ju ga, kalau ia sudah
dapat berte mu ibunya, ia harus melapor kepada
subonya. Keripik pisang teh ro'ah

-ooo0dw0ooo- Berita tentang rumah pelesir Ang-hwa di kota Jigoan itu segera te rsiar dengan cepat luas. Dalam
berita itu dikabarkan bahwa rumah pelesir itu
diserbu seorang gadis cantik yang bertangan
buntung, namun lihai bukan main dan bahwa
rumah pelesir itu dibubarkan dan semua gadis nya
dipulangkan oleh pendekar wanita itu. Berita ini
te ntu saja menggemparkan, karena belum pernah
te rjadi seorang pendekar wanita mencampuri
urusan rumah pelesir dan membebaskan para
pelacur! Berita itu tersiar cepat dan luas sampai ke
kota Lok-yang. Sejak te rsiarnya berita itu, rumahrumah pelesir di berbagai kota yang berdekatan
te rutama di Lok-yang di mana te rdapat banyak
rumah pelesir, menambah jumlah tukang pukul
mereka untuk menjaga kemungkinan kalau kalau
te mpat merekapun akan diserbu oleh pendekar
wanita tangan buntung itu. Tidak ada yang tahu
siapa nama pendekar wanita itu, karena berita itu
hanya mengabarkan bahwa pendekar ini buntung
tangan kirinya. Sepasang suami isteri yang bermalam di sebuah
hotel di kota Lok-yang, mendengar pula akan berta
itu. Mereka merasa te rtarik dan pada sore itu
mereka bercakap-cakap di kamar mereka, membicarakan berita yang cukup menggemparkan
itu. "Sungguh aneh sekali berita itu, kita harus
menyelidikinya!" berulang-ulang sang suami berkata kepada is terinya, sambil mondar-mandir
Keripik pisang teh ro'ah

menggendong kedua tangan di belakang pinggulnya. Isterinya mengikuti gerakan dan langkah suaminya dengan pandang matanya, lalu te rsenyum geli dan bertanya, "Sejak mendengar
berita itu, engkau nampak gelisah dan selalu
memikirkannya. Apa sih yang aneh dengan berita
itu?" Suami itu tinggi besar dan gagah, brewokan
namun rapi, usianya enampuluh tahun lebih akan
tetapi masih nampak kokoh dan gagah. Dia bukan
lain adalah Lie Koan Tek, pendekar Siauw-lim-pay
bersama isterinya, yaitu Coa Liu Hwa yang kini
telah berusia empatpuluh enam tahun, namun
masih tetap cantik. Mereka berdua memang sedang
berada di Lok-yang setelah menemui Lai Kun dan
mendengar bahwa ketika Lai Kun mengantarkan
anak Coa Liu Hwa, yaitu Kam Cin, ke rumah
Huang-ho Sin liong Si Han Beng, di dalam
perjalanan dekat Lok-yang, anak itu hilang,
mungkin terbawa para perampo k.
"Apakah engkau tidak merasa aneh" Mana
pernah ada seorang pendekar wanita menyerbu

rumah pelesir dan membebaskan para pelacur"
Seolah ia tidak mempunyai pekerjaan lain saja.
Bias anya, mendekati rumah begituan saja merupakan pantang bagi seorang pendekar wanita
yang menjaga nama baiknya. Pula, kabarnya
pendekar wanita yang buntung tangan kirinya itu
lihai sekali, kabarnya malah ia telah mengalahkan
Bi Tok Siocia yang tadinya menguasai rumah
pelacuran itu. Ini menarik sekali!"
Keripik pisang teh ro'ah

"Siapa sih Bi Tok Siocia itu?" tanya Coa Liu Hwa.
"Seorang tokoh sesat yang belum lama muncul.
Akan te tapi kabarnya ia adalah pute ra atau murid
dari datuk besar di Liong-san, yaitu Ouw Kok
Sian." "Aihh, sama sekali tidak ada hubungannya
dengan kita," kata wanita itu. "Nanti dulu, jangan
te rgesa mengatakan tidak ada hubungann ya. Aku
yakin bahwa kalau sampai ada seorang pendekar
wanita yang demikian lihai mengamuk di rumah
pelesir, hal itu tentu berarti bahwa ia mempunyai
urusan dengan tempat itu, berarti ia marah dan
membenci te mpat itu. Kemudian, kita teringat
bahwa anakmu hilang di sekitar daerah ini. Nah,
bukankah menarik sekali untuk menyelidiki siapa
pendekar wanita itu?"
Coa Liu Hwa terbelalak dan suaranya gemetar
ketika ia bertanya, "Kau pikir ia itu Cin Cin... ?"
Suaminya menggeleng kepala. "Aku tidak menduga sejauh itu. akan tetapi setidaknya,
peristiwa itu menarik sekali dan siapa tahu
pendekar wanita itu mempunyai hubungan atau
mengetahui dimana adanya anakmu yang hilang."
"Kalau begitu, mari kita cari ia sekarang juga!"
Mendengar ini, Lie Koan Tek te rsenyum, dan
diam-diam ia merasa kasihan kepada isterinya
yang te lah kehilangan pute rinya dan amat
merindukannya. "Sekarang sudah malam, ke mana
kita akan mencarinya" Besok saja pagi-pagi kita
berangkat melakukan penyelidikan. Kurasa, tidak
Keripik pisang teh ro'ah

begitu sukar untuk mencari seorang gadis cantik
yang tangan kirinya buntung."
Coa Liu Hwa menyetujui, akan tetapi malam itu
ia gelisah tak dapat tidur karena memikirkan
pute rinya. Apalagi ketika ia membayangkan betapa
pute rinya itu kini buntung tangan kirinya!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali suami
isteri ini sudah meninggalkan rumah penginapan.
Mereka hendak pergi ke kota Ji-goan di mana
te rjadi peristiwa di rumah pelesir Ang-hwa seperti
yang mereka dengar beritanya itu dan hendak
memulai pencarian mereka dari sana. Pagi itu
suasana di jalan raya masih sunyi, dan ketika
mereka berjalan sampai di pintu gerbang, hanya
ada beberapa orang berlalu-lalang melalui pintu
gerbang sebelah selatan. Tiba-tiba Lie Koan Tek merasa betapa tangannya
dipegang is terinya dan jari tangan isterinya
mencengkeram tangannya kuat-kuat. Hampir dia
berte riak kaget, akan tetapi ketika dia memandang
isterinya, dia melihat Lui Hwa te rbelalak memandang ke depan. Dia cepat ikut pula
memandang dan te rnyata yang menarik perhatian
isterinya adalah seorang gadis yang berjalan
perlahan memasuki pintu gerbang itu. Seorang
gadis yang cantik manis, akan te tapi yang pada
hari yang sunyi itu berjalan seorang diri dengan
langkah perlahan dan muka ditundukkan tanpa
memperdulikan keadaan sekeliling, seolah ia
sedang te nggelam dalam lamunan. Memang sejak
ia kehilangan tangannya yang dibuntungi Thian Ki,
walaupun ia te lah dapat mengatasi kedukaannya,
Keripik pisang teh ro'ah

namun Cin Cin yang tadinya tidak pernah
melamun dan yang selalu berwatak riang je naka
dan lincah itu, kini seringkali termenung seorang
diri. I a tadinya merasa amat benci dan mendendam
kepada Thian Ki. Yang teringat hanya bahwa
pemuda itu telah membuntungi tangan kirinya.
Akan te tapi kemudian, setelah panasnya hati yang
mengeruhkan pikirannya mereda dan ia mempertimbangkannya, iapun menyadari bahwa
Thian Ki bukan sengaja membuntungi tangan
kirinya, melainkan te rpaksa melakukan hal itu
untuk menyelamatkan nyawanya. Thian Ki adalah
seorang tok-tong (anak beracun)! Tubuhnya beracun, sehingga siapapun yang menyerangnya,
akan menyerang tubuh yang beracun dan menjadi
keracunan. Ketika tangan kirinya mencengkeram
pundak Thian Ki, hawa beracun memasuki
tangannya dan agaknya racun itu sedemikian
jahatnya sehingga tidak mungkin dapat dilenyapkan dari tangannya. Kalau Thian Ki tidak
cepat membuntungi tangan kirinya, racun itu akan
menjalar naik dan kalau sampai ke jantungnya,
iapun pasti akan tewas. Masih terbayang wajah
Thian Ki yang pucat dan matanya yang penuh
kedukaan setelah membuntungi tangan kirinya itu!
Anehnya, sejak itu, tak pernah ia mampu
melupakan Thian Ki! Mula-mula, wajah pemuda itu
selalu teringat olehnya dengan perasaan mengandung benci, namun lambat laun, kebencian
itu semakin berkurang oleh pengertian.
Suami is teri Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa
memandang kepada gadis itu penuh perhatian,
te rutama sekali Liu Hwa. Ketika mereka melihat
Keripik pisang teh ro'ah

gadis itu berjalan sambil menundukkan muka
seperti sedang tenggelam dalam renungan, tangan
kirinya dimasukkan dalam saku jubahnya, mereka
hampir yakin bahwa inilah gadis pendekar yang
mereka cari itu. Kalau bukan gadis pendekar
tangan kiri buntung, mengapa gadis itu menyembunyikan tangan kirinya ke dalam saku
jubahnya" "Bagaimana" Apakah wajahnya.......!?" Tanya Lie
Koan Tek berbisik. Isterinya menggeleng kepala ragu. "Entahlah,
sudah enambelas tahun aku tidak berte mu
dengannya. Bagaimana aku dapat mengenalnya"
Ketika itu, usianya baru lima tahun....... "
Melihat kesedihan membayang pada wajah
isterinya, Lie Koan Tek lalu memegang tangan
isterinya dan berkata, "Mari kita bayangi gadis itu!"
Isterinya hanya mengangguk dan merekapun
memasuki kembali kota Lok-yang, diam-diam
membayangi gadis itu dengan hati penuh keraguan. Sebetulnya, setelah apa yang ia lakukan di kota
Ji-goan, hati Cin Cin sedikit banyak merasa puas.
Bukan saja ia telah memberi hukuman kepada Cia
Ma seperti yang telah ia inginkan, bahkan yang
le bih memuaskan hatinya, ia dapat membebaskan
banyak gadis dusun sebelum te rlambat, dapat
menghajar para tukang pukul, dan terutamasekali,
ia dapat menyadarkan kembali Cia Ma sehingga
nenek itu bertobat dan akan mene bus dosa dengan
mengubah jalan hidupnya. Biarpun Cia Ma pernah
menahannya dan bahkan pernah memukulinya,
Keripik pisang teh ro'ah

akan te tapi harus ia akui bahwa Cia Ma juga
pernah bersikap lembut dan ramah kepadanya. Ia
diberi pakaian indah, ia dipaksa untuk belajar
kesenian, menari dan bernyanyi, sungguhpun
semua itu diberikan kepadanya, agar harganya
naik di mata calon pembelinya!
Urusannya dengan Cia Ma yang selama ia
belajar ilmu, menjadi satu di antara dendamnya,
telah beres. Kini tinggal mencari ibunya, baru
setelah itu, ia akan mencari Coa Hong San untuk
melaksanakan perintah subonya, atau kembali
kepadanya untuk melaporkan tentang kegagalannya membunuh Pangeran Cian Bu Ong.
Ia telah melakukan perjalanan semalam suntuk
dari Ji-goan menuju ke Lok-yang. Kini ia merasa
lelah dan juga perutnya te rasa lapar. Ketika ia
memasuki kota Lok-yang yang masih sepi, tiba?tiba hidungnya dis ambar bau sedap masakan.
Ia menoleh dan melihat sebuah rumah makan kecil
di te pi jalan. Agaknya dari sanalah datangnya uap
yang sedap tadi. Rasa laparnya semakin menggila
ketika sedap masakan menyerang hidungnya dan
iapun segera menghampiri rumah makan itu.
Pelayan tunggal di rumah makan itu menghampiri ketika Cin Cin duduk di bangku
menghadapi meja. "Nona hendak makan apakah?"
tanyanya sambil membersihkan meja itu dengan
kain yang selalu disampirkan di pundaknya.
Sikapnya sederhana dan sopan, maka hati Cin Cin
juga merasa senang. Seringkali ia harus mulai
menghadapi makanan di rumah makan dengan
Keripik pisang teh ro'ah

hati jengkel karena sikap pelayannya yang genit
dan kurang ajar. "Aku ingin makan bubur ayam dan minum
panas yang tidak terlalu pahit," katanya.
Pelayan itu mengangguk dan memesankan
makanan itu kepada tukang masak, kemudian dia
bergegas menyambut tamu lain yang duduk di
sebelah luar, yaitu Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa.
Karena memang bubur ayam di Lo-yang te rkenal
le zat, suami isteri itupun memesan bubur ayam
dan air the. Cin Cin yang bersikap acuh te rhadap sekelilingnya, tidak tahu bahwa sejak memasuki
kota Lok-yang, suami is teri itu selalu membayanginya, bahkan kini duduk tak jauh
darinya, di sebelah luar sedangkan ia duduk di
sebelah dalam rumah makan itu.
Ketika pelayan menghidangkan pesanannya, Cin


Naga Beracun Lanjutan Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya. "Apakah kalian menyewakan kamar di
sini?" Pada waktu itu, biasanya rumah makan juga
menyewakan kamar-kamar, semacam losmen kecil.
"Ah, kebetulan sekali, masih ada kamar kosong di
loteng, nona." "Bagus, suruh bersihkan sebuah kamar di loteng
untukku. Aku akan tinggal di sini beberapa hari,"
katanya sambil mulai makan bubur ayam yang
masih mengepul panas. Lie Koan Tek dan is terinya mendengar gadis itu
memesan kamar, dan merekapun mulai makan
bubur ayam. Mereka melihat pelayan tadi Keripik pisang teh ro'ah

menghampiri si gadis dan mengatakan bahwa
kamar telah siap, yaitu kamar nomor dua di loteng.
Lie Koan Tek dan is terinya kini merasa yakin
bahwa gadis itulah yang membuat geger di kota Jigoan. Kini, setelah mulai makan, Cin Cin
mengeluarkan lengan kirinya yang buntung sehingga semua orang dapat melihat bahwa lengan
kirinya buntung dan ujung le ngan itu dibalut kain
putih bersih. Dan agaknya bukan hanya Lie Koan
Tek dan isterinya yang melihat kenyataan itu.
Beberapa orang yang sedang sarapan di rumah
makan saling berbisik. N amun gadis itu acuh saja
dan melanjutkan sarapannya.
Coa Liu Hwa mengamati gadis itu. Mulut dan
matanya seperti Cin Cin, pikirnya. Akan tetapi Cin
Cin tidak buntung le ngannya, dan kalau gadis itu
pute rinya, maka te lah terjadi perubahan yang luar
biasa. Hatinya perih rasanya ketika melihat betapa
gadis itu menggunakan sendok menyuapi mulut
sendiri dengan tangan kanan, sedangkan tangan
kirinya kini disembunyikan di bawah meja.
Empat orang laki-laki yang baru saja memasuki
rumah makan itu dan kebetulan melihat Cin Cin
mengeluarkan lengan buntungnya, nampak te rkejut. Mereka adalah Lok-yang Su-liong (Empat
Naga dari Lok-yang), yaitu empat orang saudara
jagoan yang boleh dibilang menguasai daerah Lokyang, menjadi orang yang dianggap kepala di
antara semua golongan hitam. Seluruh tempat
maksiat, rumah pelesir, rumah judi, bahkan
perusahaan keamanan di kota itu selalu memberi
upeti kepadanya, akan tetapi, semenjak munculnya
Keripik pisang teh ro'ah

Bi Tok Sio cia, kekuasaan mereka tertekan dan
mereka berempat juga ditundukkan oleh iblis
betina itu sehingga mereka menjadi pembantupembantu Bi Tok Sio cia. Kini, mendengar bahwa
Bi Tok Siocia dikalahkan seorang pendekar dan
melarikan diri, empat orang jagoan ini merasa
mendapatkan kekuasaan mereka kembali dan pagi
hari itu, mereka memulai dengan pesta merayakan
kembalinya kekuasaan mereka itu dengan sarapan
pagi di rumah makan. Ketika mereka duduk, kebetulan hidangan
untuk Cin Cin dikeluarkan pelayan dan gadis itu
te rpaksa mengeluarkan le ngan kirinya yang buntung dan yang tadinya ia sembunyikan saja di
saku jubahnya. Dapat dibayangkan betapa kaget
rasa hati empat orang jagoan itu Baru semalam
mereka mendengar bahwa Bi Tok Siocia dipaksa
melarikan diri oleh seorang gadis pendekar yang
buntung le ngan kirinya, kini di rumah makan itu,
mereka melihat seorang gadis yang lengan kirinya
buntung sedang makan bubur ayam!
Timbul perasaan khawatir di hati empat orang
jagoan itu. Jangan-jangan gadis itu seperti juga Bi
Tok Siocia, hendak menguasai semua rumah
pelesir dan rumah perjudian! Jangan-jangan
mereka berempat kembali hanya akan menjadi
pembantu saja. Melihat betapa gadis itu sederhana
saja seorang diri, bertangan sebelah buntung, tidak
mempunyai banyak anak buah seperti halnya Bi
Tok Siocia, maka empat orang itu memandang
rendah dan sengaja hendak mencari gara-gara agar
Keripik pisang teh ro'ah

gadis itu merasa takut dan segera pergi dari kota
Lok-yang, tidak lagi merupakan ancaman baginya.
"Heii, twako, kabarnya ada gadis berle ngan
buntung yang hendak menjagoi di daerah kita.
Benarkah itu?" tanya seorang di antara mereka
pada orang pertama dari Lok-yang Su-liong, yaitu
seorang berusia limapuluhan tahun yang bertubuh
jangkung kurus seperti pemadatan. Dua orang
rekannya mengeluarkan suara tawa dari hidung
secara mengejek dan mereka semua melirik ke
arah Cin Cin yang masih makan bubur dengan
te nangnya. "Kabarnya ia seorang pendekar!" kata orang ke
dua. "Kalau ia benar pendekar, sebaiknya jangan
te rlalu lama berada di sini."
"Belum te ntu pendekar. Siapa tahu kalau ia
hanya seorang tokoh lain yang ingin merajai di
rumah ini," kata pula orang ke tiga. Kini si
jangkung mengeluarkan suara dan suaranya
memang serasi dengan tubuhnya yang jangkung
kurus. Suaranya kecil seperti suara wanita.
"Hemm, kalau ia ingin menjagoi, berarti ia belum
mendengar nama Lok-yang Su-liong! Kalau ia
cerdik, sebaiknya ia tidak mencampuri urusan
dunia kang-ouw di sini, karena ia te ntu akan
berhadapan dengan kita dan dengan banyak
saudara kita yang lain."
Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa saling pandang,
mereka berdua maklum benar bahwa empat orang
jagoan itu sedang mencari gara-gara terhadap
gadis le ngan buntung yang masih makan dengan
sikap tenang dan santai itu. Mereka mengambil
Keripik pisang teh ro'ah

keputusan untuk menjadi penonton saja karena
mungkin dalam percakapan antara gadis itu dan
empat orang berandal ini akan terungkap siapa
adanya gadis itu, benar ia Cin Cin seperti yang
mereka duga ataukah bukan. Mereka pura-pura
tidak melihat dan melanjutkan makan bubur, akan
tetapi diam-diam menaruh perhatian terhadap
gadis itu. Tentu saja Cin Cin maklum bahwa dirinya yang
dimaksud dalam percakapan orang itu, akan te tapi
ia tidak mau mencari perkara, ia ingat akan pesan
subonya bahwa ia tidak boleh mencari perkara dan
membuat permusuhan. Ia tidak mengenal mereka
dan ia dapat menduga bahwa mungkin mereka
adalah pimpinan penjahat di kota Lok-yang ini
yang sudah mendengar akan sepak-terjangnya di
rumah pelesir Ang-hwa di kota Ji-goan. Ia tidak
perduli karena andaikata ia tidak ada hubungan
dengan Cia Ma atau andaikata ia tidak melihat
delapan orang gadis dusun dalam kereta, iapun
tidak akan usil mencari perkara dengan rumah
pelesir itu Iapun mengambil keputusan untuk diam
saja tidak menanggapi mereka, asalkan mereka
tidak mengganggunya, baik dengan omongan
maupun dengan perbuatan. Akan tetapi, Lok-yang Su-liong adalah tokohtokoh sesat, maka seperti para tokoh sesat lainnya,
watak mereka sombong. Mereka sudah te rbiasa
memaksakan kehendak dengan kekerasan, dan
apabila orang tidak melawan mereka, mereka
anggap bahwa orang itu takut terhadap mereka!
Keripik pisang teh ro'ah

Kini, melihat betapa gadis lengan buntung itu
diam saja, melirikpun tidak, mereka mempunyai
dua macam dugaan. Pertama, gadis itu bukan
pendekar wanita yang telah mengusir Bi Tok
Siocia, dan ke dua, kalau benar ia pendekar wanita
itu, tentu merasa jerih untuk berlagak di kota Lokyang dan takut terhadap mereka!
Sementara itu, Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa
diam-diam merasa mendongkol sekali melihat
sikap empat orang itu. Mereka belum yakin bahwa
gadis itu adalah orang yang mereka cari, akan
tetapi melihat gadis itu diam saja dan empat orang
itu mengeluarkan ejekan-ejekan, tentu s aja mereka
berpihak kepada si gadis le ngan buntung. Bahkan
Liu Hwa merasa amat penasaran. Gadis itu tadi
menunduk saja, seperti tenggelam dalam lamunan
penuh duka, maka tidak pernah memperhatikan
keadaan sekelilingnya. Tentu gadis itu belum
melihatnya. Kalau gadis itu memang benar
anaknya, te ntu akan mengenalnya. Bagai seorang
wanita yang sudah menjadi ibu seperti dirinya,
waktu enambelas tahun tidak akan mendatangkan
banyak perubahan, berbeda dengan perbedaan
antara seorang kanak-kanak berusia lima tahun
yang kini menjadi seorang gadis berusia dua puluh
satu tahun! Ia tentu tidak banyak berubah dan Cin
Cin pasti akan mengenalnya.
"Eh, twako! Jangan-jangan pendekar wanita
buntung itu juga gagu atau tuli, ha-ha-ha!" seorang
di antara empat jagoan itu mengeluarkan ucapan
yang nyaring dan penuh ejekan, jelas ditujukan
kepada gadis buntung itu karena mereka berempat
memandang ke arah gadis itu sambil tertawa-tawa.
Keripik pisang teh ro'ah

Andaikata gadis itu bukan pute rinya sekalipun,
sikap empat orang ini cukup membuat hati Coa Liu
Hwa menjadi panas dan marah. Sebelum dicegah
suaminya yang ia tahu amat sabar dan tenang,
dari te mpat duduknya iapun berkata dengan nada
suara lantang. "Bubur ayam di rumah makan ini enak dan air
te hnya juga sedap, hanya sayang sekali ada empat
ekor lalat besar yang bau busuk dan suaranya
memualkan perutku! Dan ada empat ekor cacing
mengaku naga, sungguh menje mukan sekali!" Lie
Koan Tek terkejut akan tetapi tidak mampu
mencegah isterinya yang sudah bicara dengan
suara dan nada keras itu. Juga Cin Cin terkejut,
bukan saja oleh kata-kata itu, melainkan terutama
sekali ole h suara itu. Ia masih mengenal suara itu
dan iapun melirik. Hampir saja ia melonjak dari
te mpat duduknya ketika ia mengerling dan melihat
wanita yang duduk di luar itu. Akan tetapi, melihat
wanita itu duduk dengan seorang pria berusia
enampuluhan tahun yang tinggi bes ar berewok dan
amat gagah perkasa, iapun menahan diri dan purapura tidak mengenal. Ibunya! Jelas ia tidak ragu lagi. Wanita itu
adalah ibunya dan pria yang duduk di sebelahnya
itu siapa lagi kalau bukan pendekar Siauw-lim-pai
yang bernama Lie Koan Tek, yang kini menjadi
suami ibunya.! Perasaan haru dan gembira dalam
hati Cin Cin segera tertutup oleh rasa sesal dan
cemburu. Semenjak dusun Ta-bun-cung di mana
perkumpulan He k- houw-pang diserbu penjahat
sehingga ayahnya, Kam Seng Hin, ketua Hekhouw-pang te was, ibunya entah pergi ke mana.
Keripik pisang teh ro'ah

Kemudian, ia sendiri menderita kehidupan yang
amat pahit dan hampir saja celaka di tangan Cia
Ma! Kalau tidak bertemu dengan Tung-hai Mo-li,
mungkin ia kini telah dipaksa menjadi pelacur! Ia
hidup menderita, dan ibunya! Ibunya yang
kematian suami itu bahkan telah menggandeng
seorang pria baru, suami baru! Ia menderita
sengsara dan ibunya malah bersenang-senang.
Kemarahan ini yang membuat Cin Cin diam saja,
pura-pura tidak mengenal ibunya sendiri. Padahal
sebelum pertemuan ini, ia amat merindukan
ibunya. Empat orang jagoan itu serentak bangkit dari
te mpat duduk mereka dan memutar tubuh
memandang ke arah wanita yang berani mengeluarkan kata-kata seperti itu terhadap
mereka. Dan mereka melihat wanita yang setengah
tua, sudah mendekati limapuluh tahun namun


Naga Beracun Lanjutan Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih cantik dan gagah, duduk memandang
kepada mereka dengan senyum mengejek, sedangkan di dekat wanita itu duduk seorang lakilaki gagah perkasa yang na mpak tenang dan masih
makan bubur ayamnya. Sebaliknya, wanita itu
memandang kepada mereka dengan bibir te rsenyum mengejek mata menantang!
Coa Liu Hwa merasa kecewa sekali karena tadi ia
memperhatikan ke arah gadis buntung dan melihat
betapa gadis itu mengerling kepadanya. Akan
tetapi, gadis itu te nang saja dan agaknya sama
sekali tidak mengenalnya! Kalau begitu, gadis
bukan Cin Cin, bukan puterinya! I ngin ia menangis
rasanya, begitu kecewa dan penasaran. Maka rasa
penas aran ini ia tumpahkan kepada empat orang
Keripik pisang teh ro'ah

itu, tidak perduli betapa suaminya mencegahnya
dengan pandang mata. "Heii, kalian empat orang sialan! Mau apa
engkau melotot dan memandang kepadaku"
Apakah kalian menantang?"
Tentu saja Lie Koan Tek te rkejut bukan main.
Bias anya, is terinya agak pendiam dan tidak suka
mencari perkara. Dia dapat menduga tentu
isterinya bersikap seperti itu untuk memancing
perhatian gadis buntung itu. Diapun melihat
betapa gadis itu bersikap acuh saja. Padahal kalau
benar gadis itu pute ri isterinya, te ntu kini telah
mengenal ibu kandungnya. Si jangkung kurus yang menjadi orang pertama
dari Lok-yang Su-Liong, tak dapat menahan
kemarahannya yang berkobar sejak pertama kali
Liu Hwa bicara tadi. "Heii, nyonya! Apakah engkau menghina kami
Lok-yang Sui-liong" Siapakah engkau berani
bersikap begini kurang ajar kepada kami?"
Liu Hwa juga bangkit berdiri dan bertolak
pinggang, sikap yang sungguh aneh dan asing bagi
Lie Koan Tek, akan tetapi diapun dapat menduga
bahwa perubahan sikap isterinya ini semata-mata
ingin menarik perhatian gadis itu.
"Hemm, kalian berjuluk demikian besar, Empat
ekor Naga Lok-yang, akan te tapi sikap kalian
menghina orang seperti cacing-cacing tanah saja!
Seolah-olah di dunia ini tidak ada orang berani
kepada kalian. Aku seorang murid He k-houw-pang
sama sekali tidak takut!" Biarpun ia bicara kepada
Keripik pisang teh ro'ah

empat orang itu, ketika mengatakan bahwa ia
murid He k-houw-pang, ia melirik ke arah gadis
buntung itu, akan te tapi gadis itupun masih tetap
duduk dengan tenang. "Perempuan sombong!" Seorang di antara Lokyang Su-liong membentak. Dia berusia empatpuluh
tahun, bertubuh pendek gendut dan merupakan
orang te rmuda di antara mereka, juga wataknya
mata keranjang. "Kalau saja engkau duapuluh
tahun lebih muda, te ntu akan kuhukum dengan
menemaniku selama beberapa malam, ha-ha-ha!"
Tiga orang kawann ya juga tertawa-tawa.
Kini Lie Koan Tek bangkit berdiri dan memandang ke arah empat orang itu. "Sudah lama
aku mendengar nama Lok-yang Su-liong sebagai
penjahat-penjahat kecil di kota Lok-yang yang suka
berbuat jahat. Kiranya, kalian selain jahat juga
pengecut dan beraninya hanya menghina wanitawanita saja, walaupun isteriku ini kalau kubiarkan
te ntu akan dapat membunuh kalian dengan
mudahnya!" Empat orang itu kini meninggalkan meja mereka
dan dengan sikap mengancam mereka menghampiri suami is teri itu. Si tinggi kurus
menudingkan te lunjuknya kepada Liu Hwa dan
menghardik kepada Lie Koan Tek, "Isterimu ini
yang le bih dahulu menghina kami! Tidak tahukah
kalian bahwa kami Lok-yang Sui-liong adalah
pimpinan semua tokoh kangouw di daerah ini"
Isterimu yang bersikap tidak patut!"
"Kalian sendiri menghina seorang gadis dan
masih berani menuduh aku yang menghina
Keripik pisang teh ro'ah

orang?" bentak Liu Hwa penuh semangat. Kini ia
melihat betapa gadis buntung itu memutar tubuh
memperhatikan mereka, akan tetapi ketika pandang matanya berte mu dengan pandang mata
gadis yang disangka pute rinya itu, gadis itu
mengalihkan pandang matanya.!
"Kalau isteriku telah bersikap kasar, harap
dimaafkan, akan te tapi kami harap agar su-wi
berempat juga tidak mengganggu orang lain lagi."
"Hemm, lagakmu seperti seorang pendekar!
Siapa sih engkau?" bentak si tinggi kurus kepada
Lie Koan Tek. "Sejak dahulu sampai sekarang namaku Lie
Koan Tek. Aku bukan pendekar, akan te tapi kalau
ada orang bertindak sewenang-wenang, sudah
menjadi kewajibanku untuk mene ntangnya."
Pada saat itu pemilik rumah makan datang
te rgopoh-gopoh dan memberi hormat kepada empat
orang itu dengan tubuh dite kuk hampir patah.
"Cuwi-eng-hiong (Orang gagah sekalian) mohon
ampun dan tidak berkelahi di sini, agar tempat
kami tidak menjadi rusak dan porak-poranda."
Si tinggi kurus mendengus. Baginya ju ga tidak
enak berkelahi di situ, karena penuh dengan meja
kursi, membuat dia dan tiga orang saudaranya
tidak leluasa bergerak. "Huh, jangan khawatir.
Sediakan saja masakan is timewa untuk kami
berempat pesta nanti setelah kami memberi
hajaran kepada orang ini." Kemudian dia menghadapi Lie Koan Tek lagi dan berkata,
"Namamu Lie Koan Tek" Pernah aku mendengar
Keripik pisang teh ro'ah

nama Lie Koan Tek tokoh Siauw-lim-pai. Engkaukah orangnya?"
"Aku memang murid Siauw-lim-pai bernama Lie
Koan Tek," kata pendekar itu dengan sikap tenang.
"Bagus! Sudah lama ju ga kami mendengar nama
Lie Koan Tek sebagai seorang yang gatal tangan
dan suka usil mencampuri urusan orang lain. Mari
kita keluar kalau memang engkau berani melawan
kami!" tantang si tinggi kurus dengan cerdik
karena dia sengaja menantang dengan sebutan
kami, berarti mereka berempat yang menantang,
bukan dia seorang. Empat orang itu hendak
melangkah keluar, akan te tapi pada saat itu
te rdengar bentakan halus.
"Siapa di antara empat Lok-yang Su-liong yang
tadi menyebut-nyebut tentang tangan buntung?"
Yang bicara itu adalah Cin Cin dan semua orang
menengok dan memandang kepadanya. Gadis itu
masih duduk dan memegang sepasang sumpit
bambunya, agaknya sudah selesai makan dan tadi
menggunakan sepasang sumpit di tangan kanan
untuk makan kacang. "Aku yang mengatakan!" kata orang muda yang
perutnya gendut. "Aku juga. Habis kau mau apa?" kata pula orang
ke tiga yang matanya sipit hampir terpejam.
"Mulutmu busuk!" bentak gadis itu dan sekali
tangan kanannya bergerak, sepasang sumpit itu
meluncur bagaikan anak panah. De mikian cepatnya luncuran sumpit itu sehingga biarpun
kedua orang itu berusaha mengelak, tetap saja
Keripik pisang teh ro'ah

masing-masing jadi korban sumpit yang menembus dari pipi sebelah ke pipi yang lain!
Sumpit itu seperti ditusukkan dari pipi, menembus
rongga mulut dan keluar dari pipi yang lain! Tentu
saja kedua orang itu terkejut, kesakitan dan
mengeluarkan suara aneh karena mereka tidak
mampu menggerakkan mulut yang sudah ditusuk
sumpit. Hendak dicabut, takut kalau te rlalu nyeri,
didiamkan saja juga sakit.!
Orang pertama yang tinggi kurus cepat maju dan
dua kali tangannya bergerak, dia sudah mencabut
sepasang sumpit itu dari pipi dua orang adik
seperguruannya. Dua orang yang te rluka itu
menggunakan kedua tangan menutupi pipi yang
berlubang dan mengucurkan darah.
Si tinggi kurus dan orang ke dua yang pipinya
te rdapat tanda luka codet, sudah mencabut pedang
masing-masing. Akan tetapi sebelum mereka
meloncat untuk menyerang gadis buntung itu, Lie
Koan Tek dan is terinya sudah mencabut senjata
mereka pula. Lie Koan Tek melolos rantai baja yang dijadikan
sabuk, sedangkan isterinya mencabut pedang.
Melihat sepasang suami iste ri itu menghadang di
depan mereka, si tinggi kurus dan si codet maju
menyerang. Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa
menyambut dengan senjata mereka dan terjadilah
perkelahian di ruangan makan itu. Namun,
te rnyata dua orang jagoan itu sama sekali bukan
lawan Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa yang
semenjak menjadi isteri pendekar Siauw-lim-pai itu
telah mendapatkan kemajuan pesat dalam ilmu
Keripik pisang teh ro'ah

silat. Belum juga sepuluh jurus, rantai baja di
tangan Lie Koan Tek telah merobohkan lawan,
dengan tulang kaki patah dan tak mampu bangkit
kembali. Beberapa jurus kemudian, isterinya juga
dapat membuat lawan te rpelanting dengan luka
bacokan pada pundak kirinya.
Empat orang Lok- yang Su-liong itu tanpa banyak
cakap lagi lalu melarikan diri, keluar dari rumah
makan sambil terhuyung dan saling bantu,
te rutama sekali si tinggi kurus yang patah tulang
kakinya, te rpaksa harus diseret dan te rpincangpincang. Lie Koan Tek menghampiri pemilik rumah
makan. "Berapa kerugianmu akibat perkelahian
tadi , akan kuganti."
"Tidak perlu.......tidak usah, taihiap. Akan tetapi
kami khawatir sekali karena Lok-yang Su-liong itu
mempunyai kawan yang banyak ju mlahnya. Bagaimana kalau mereka datang membalas dendam?" "Jangan takut. Kami akan melindungimu."
"Sobat, tahukah engkau di mana nona yang tadi
duduk makan di sana?" tiba-tiba Liu Hwa bertanya
kepada pengurus rumah makan itu karena tidak


Naga Beracun Lanjutan Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat lagi adanya gadis yang disangka pute rinya
itu. "Nona itu....." Ia tentu kembali ke kamarnya
karena ia tadi memesan kamar di loteng untuk
bermalam." Keripik pisang teh ro'ah

"Kamipun akan bermalam di sini," kata Koan Tek
cepat. "Nomor berapa kamar nona tadi" Kami ingin
bicara dengannya." "Kamar nomor dua di lote ng, taihiap." Pengurus
itu lalu mempersilakan suami isteri yang amat
dihormatinya karena telah berhasil mengusir Lokyang Su-liong yang ditakuti, untuk naik ke loteng
dan mereka mendapatkan sebuah kamar te rbesar
di loteng itu, yaitu kamar nomor lima, terpis ah tiga
kamar dari kamar nomor dua yang dihuni ole h Cin
Cin. Memang benar perkiraan pengurus rumah
makan tadi. Ketika suami isteri itu menyambut
serangan penjahat itu, Cin Cin maklum bahwa
mereka tidak merlukan bantuan, maka diam-diam
ia menyelinap dan meninggalkan ruangan itu, naik
ke loteng dan masuk ke dalam kamarnya. Di
kamarnya, ia duduk te rmenung di te pi pembaringan, kedua matanya basah namun ia
menahan tangisnya. Ia merasa dadanya sesak dan
juga panas sekali. Tidak salah lagi. Wanita itu
adalah ibunya, ibu kandungnya yang selama
belasan tahun ini dirindukannya, yang seringkali
membuat ia menangis seorang diri s ambil memeluk
guling. Akan te tapi, kalau tadinya ia membayangkan perte muan yang mengharukan dan
membahagiakan dengan ibunya, sama-sama menangis dan mengenang ayahnya, kini ibunya
muncul bersama seorang pria yang sama sekali
asing baginya, akan tetapi yang telah menjadi
pengganti ayahnya! Cin Cin menangis tanpa suara.
Terjadi pergolakan hebat di dadanya, antara
sayang dan benci, antara rindu dan kecewa, antara
Keripik pisang teh ro'ah

keinginan kuat untuk merangkul ibunya dan
menjauhkan diri dari ibunya!
Hanya satu hal yang membuat hatinya agak
te rhibur. Ibunya nampak sehat dan gembira, juga
nampak cantik seperti dahulu. Dan ibunya juga
bersikap sebagai seorang pendekar wanita yang
berani menentang kejahatan. Demikian pula suami
ibunya, atau ayah tirinya, ternyata memperlihatkan sikap seorang pendekar perkasa
yang terkenal sebagai tokoh Siauw-lim-pai.
Tidak, ia tidak akan menemui ibunya sebelum
perasaan yang tidak menentu berkecamuk di hati
nya. Selama hatinya masih te rasa kacau dan
penuh pertentangan, ia tidak akan memperlihatkan
diri kepada ibunya. Akan te tapi, setelah kini
berte mu, untuk meninggalkan ibunya ia tidak
sanggup. Maka, iapun mengambil keputusan
untuk pindah dari situ, untuk membayangi dan
mengikuti perjalanan ibu dan ayah tirinya itu
secara diam-diam, sampai tiba saatnya ia merasa
yakin untuk bertemu dengan ibunya.
De mikianlah, percuma saja suami iste ri isteri itu
mengamati kamar Cin Cin sampai sehari penuh,
Tidak pernah mereka melihat gadis itu keluar
kamar, bahkan sampai malampun mereka tidak
melihatnya. Mereka tidak berani mengganggu malam itu.
Bagaimanapun juga, kini sudah menipis dugaan
mereka bahwa gadis itu adalah Cin Cin. Gadis itu
memang lihai bukan main. Sepasang sumpit yang
disambitkan saja demikian tepat menembusi pipi
dua orang lawan. Akan te tapi, kalau gadis itu
Keripik pisang teh ro'ah

benar Cin Cin, sudah pasti ia akan mengenal
ibunya. Tidak, gadis itu pasti bukan Cin Cin dan
hal ini membuat hati Liu Hwa kecewa bukan main.
Akan te tapi ia dan suaminya masih mempunyai
harapan untuk berkenalan dengan gadis itu dan
siapa tahu gadis perkasa itu dapat memberi
petunjuk di mana adanya gadis yang mereka cari.
Baru pada keesokan harinya, pagi-pagi mereka
berani menghampiri kamar nomor dua dan
mengetuk pintunya. Tidak ada jawaban. Sampai
diperkuat ketukannya, te tap saja tidak ada
jawaban. Seorang pelayan menghampiri mereka
dan berkata, "Tidak ada gunan ya ji-wi (kalian)
mengetuk pintu itu. Biar digedor sampai bagaimanapun tidak akan ada yang membukanya
karena kamar itu kosong."
"Ehh" Kosong" Bukankah kemarin ditinggali
nona........" "Nona yang buntung tangan kirinya itu, toanio"
Memang benar, akan tetapi malam tadi ia
membuat perhitungan, membayar semua sewa
kamar dan harga makanan, lalu pergi dengan
cepat." Suami isteri itu terkejut. "Ke mana ia pergi?" Liu
Hwa bertanya akan tetapi pelayan itu menggeleng
kepala. Tentu saja suami isteri itu merasa menyesal
sekali mengapa tidak kemarin saja
mereka mengunjungi nona itu. Sekarang ia telah pergi dan
kemana mereka harus mencarinya"
Keripik pisang teh ro'ah

"Kita ke kota Ji-goan saja, kita menyelidiki ke
sana, siapa tahu terdapat je jak anakmu disana."
Lie Koan Tek menghibur isterinya yang kelihatan
kecewa sekali. Setelah membayar semua perhitungan, suami
isteri itu bergegas meninggalkan kota Lok-yang dan
menuju ke sungai Huang-ho untuk menyeberang
ke kota Ji-goan yang te rletak di sebelah utara
Huang-ho. Akan te tapi, ketika mereka tiba di jalan dekat
hutan di lembah sungai Huang-ho, tiba-tiba
muncul seorang pemuda yang agaknya sengaja
menghadang di depan mereka.
"Harap ji-wi berhenti sebentar, aku ingin bicara,"
kata pemuda itu. Sikapnya cukup sopan akan
tetapi suaranya te rdengar dingin dan kaku seolah
menyembunyikan kemarahan. Suami isteri itu
memandang heran. Pemuda itu berusia sekitar
duapuluh dua tahun, tubuhnya tinggi te gap,
wajahnya tampan, matanya tajam mencorong dan
dagunya te bal, bibirnya mengandung senyuman
sinis dan telinganya agak kecil dan pakaiannya
sederhana namun bersih dan rapi.
"Orang muda, siapakah engkau dan ada keperluan apakah yang ingin kaubicarakan dengan
kami?" Lie Koan Tek bertanya. Pendekar ini cukup
berpengalaman dan dia dapat menduga bahwa
pemuda yang menghadang ini pasti bukan pemuda
sembarangan. "Bukankah paman yang bernama Lie Koan Tek,
pendekar Siauw-lim-pai?" tanya pemuda itu yang
bukan lain adalah The Siong Ki, murid Naga Sakti
Keripik pisang teh ro'ah

Sungai Kuning Si Han Beng! Seperti telah kita
ketahui, Siong Ki berkunjung ke pusat He k-houwpang dan di sana dia bahkan berte mu dengan Cin
Cin. Akan tetapi seperti juga Cin Cin, dia menolak
ketika hendak diangkat menjadi ketua Hek-houwpang. Dia meninggalkan He k-houw-pang untuk
melaksanakan tugas yang diberikan gurunya
kepadanya, yaitu mencari Bi Lan yang telah
menculik puteri suhunya. Suhu dan subonya memang sudah berpesan
kepadanya agar dia tidak sembarangan membalas
dendam kepada Lie Koan Tek, melainkan diharuskan melakukan penyelidikan lebih mendalam tentang kematian ayahnya. Diapun
tidak bermaksud membunuh Lie Koan Tek, akan
tetapi ingin bicara te ntang kematian ayahnya, dan
diapun teringat akan keterangan gurunya bahwa Bi
Lan adalah keponakan Lie Koan Tek, maka besar
kemungkinan pendekar Siauw-lim-pai ini dapat 
memberitahu kepadanya di mana adanya Kwa Bi
Lan. De mikianlah, ketika dia mendengar berita
te ntang keributan yang dilakukan pendekar wanita
tangan kiri buntung di Ji-goan, dia dapat menduga
bahwa pendekar itu te ntulah Cin Cin. Dia tertarik
dan mengikuti jejak Cin Cin sampai ke Lok-yang
dan di sana dia melihat Lie Koan Tek dan bibigurunya, Coa Liu Hwa. Tentu saja dia menjadi
girang sekali dan segera dia menanti saat baik
untuk berte mu dengan mereka. Itulah sebabnya,
ketika melihat suami isteri itu keluar dari Lok
yang, dia mendahului menghadang di tempat sunyi
itu. Keripik pisang teh ro'ah

"Benar, namaku Lie Koan Tek. Siapakah, e ngkau
orang muda?" "Nanti dulu! Aku.......seperti mengenal pemuda
ini!" kata Coa Liu Hwa sambil mengamati wajah
yang tampan itu. "Bibi benar. Aku adalah The Siong Ki, pute ra
mendiang ayah The C i Kok. Pernah aku ikut bibi
menjadi murid, akan tetapi aku lalu pergi. Akan
tetapi bukan itu yang penting.. Aku ingin bicara
dengan paman Lie Koan Tek!" kembali suaranya
te rdengar dingin. "Siong Ki.......ah, benar engkau Siong Ki.......!
Engkau sudah dewasa se karang......"
"Hemm, orang muda. Apa yang akan kaubicarakan dengan aku?" Lie Koan Tek bertanya.
"Paman, aku hanya ingin bertanya apakah benar
engkau yang dahulu te lah membunuh ayahku,
yaitu The Ci Kok seorang murid He k-houw-pang"
Jawab sejujurnya, paman. Benarkah engkau yang
membunuhnya?" Lie Koan Tek mengerutkan alisnya. Pertanyaan
itu mengingatkannya kembali akan peristiwa yang
amat tidak enak itu. Ketika itu, secara te rpaksa
karena dibebaskan dari penjara oleh Cian Bu Ong,
dia menjadi pembantu Cian Bu Ong dan dia ikut
pula menyerbu dusun Ta-bun-cung di mana He khouw-pang dimusuhi Cian Bu Ong karena tidak
mau bersekutu untuk memberontak te rhadap
pemerintah. Kalau dia te ringat akan peristiwa itu,
dia merasa menyesal bukan main walaupun dalam
penyerbuan itu, tidak seperti yang lain, dia sama
Keripik pisang teh ro'ah

sekali tidak melakukan pembunuhan, hanya
merobohkan saja para anggota He k-houw-pang
tanpa membunuh. De ngan tegas dia menggeleng kepalanya, "Tidak,
aku tidak membunuh ayahmu, aku tidak membunuh siapapun dari Hek-houw-pang.!"
Jawaban itu memanaskan hati Siong Ki.
"Paman, engkau dikenal sebagai pendekar Siauwlim-pai yang gagah perkasa, kenapa tidak berani
menanggung akibat dari perbuatan sendiri dan
hendak mengingkari perbuatan sendiri" Bukankah
paman juga ikut membantu gerombolan yang
menyerbu He k-houw-pang" Bahkan paman te lah
merampas pula bibi Coa Liu Hwa, is teri ketua Hekhouw-pang menjadi isteri paman sekarang?"
"Siong Ki!" Coa Liu Hwa membentak marah.
"Sebaiknya kalau bibi tidak mencampuri karena
hal ini hanya akan mendatangkan rasa malu saja
kepada bibi sendiri. Aku bicara dengan seorang di
antara para penyerbu He k-houw-pang dan menghendaki jawaban sejujurnya dari Lie Koan
Tek!" "Orang muda, jangan engkau bersikap kasar
te rhadap isteriku. Ia tidak bersalah, dan tentang
penyerbuan ke He k-houw-pang itu, aku tidak
menyangkal. Akan te tapi, aku hanya merobohkan
saja para pengeroyok dan sama sekali tidak
membunuh orang. Aku hanya te rpaksa menyerang
He k-houw-pang karena......."
"Cukup! Biarpun engkau tidak membunuh
ayahku dan tidak membunuh seorangpun dari
Keripik pisang teh ro'ah

He k-houw-pang, namun engkau mengaku sudah
ikut menyerbu dan merobohkan anak buah Hekhouw-pang. Nah, sekarang aku, keturunan murid
He k-houw-pang, menantangmu untuk mengadu
kepandaian. Hendak kulihat sampai di mana
kepandaian orang yang pernah mengacaukan He khouw-pang dan mendatangkan malapetaka kepada
seluruh anggota He k-houw-pang, bahkan kini
secara tak bermalu telah memperisteri bekas isteri
ketuanya. Cabutlah senjatamu, Lie Koan Tek!"
Siong Ki mencabut pedangnya dan tampaklah
sebatang pedang yang tua dan tumpul, namun
mengandung sinar yang dingin redup seperti sinar
bintang. Itulah Seng-kang-kiam (Pedang Baja
Bintang) yang ampuh, milik Bu Giok Cu yang
dititipkannya kepada murid itu untuk dipakai
mencari Si Hong Lan yang le nyap diculik Kwa Bi
Lan. Bagaimanapun juga, Lie Koan Tek adalah
seorang pendekar yang gagah perkasa. Dia tidak
ingin mengingkari perbuatannya sendiri. Memang
dia ikut menyerbu He k-houw-pang. Dia kini harus
mempertanggung-jawabkan perbuatannya itu. Juga dia ditantang, sebagai seorang pendekar,
te ntu saja pantang mundur kalau ditantang.
"Baiklah, orang muda. Aku tidak akan lari dari
tanggung-jawab!" katanya dan diapun sudah
melolos sabuk rantai bajanya dan bersiap.
"Siong Ki, jangan.........!!" Coa Liu Hwa mencoba
untuk mencegah. Keripik pisang teh ro'ah

"Bibi sudah mengkhianati Hek-houw-pang, harap jangan ikut campur!" kata pemuda itu
dengan suara ketus. "Orang muda, engkau te rlalu menghina isteriku!"
Lie Koan Tek berseru marah. "Kalau engkau
hendak menyerangku, majulah!"
Siong Ki segera menggerakkan pedangnya
menyerang dan begitu dia menyerang, Lie Koan Tek
te rkejut karena serangan itu selain cepat bagaikan
kilat menyambar, juga mendatangkan hawa yang
amat kuat. Dia memutar sabuk rantai bajanya
menangkis sambil mengerahkan tenaga pula.
"Tranggg!!!" Pertemuan antara pedang tumpul
dan rantai baja itu sedemikian kuatnya sehingga
menggetarkan tubuh Liu Hwa yang menonton
dengan cemas, dan ia melihat betapa suaminya
te rhuyung ke belakang, sedangkan pemuda itu
tetap te gak. Ini saja sudah menunjukkan bahwa
dalam hal tenaga sin-kang, pemuda itu le bih kuat!
Juga Lie Koan Tek memaklumi hal ini, maka dia
bersikap hati-hati. Siong Ki merasa mendapat angin. Dia tersenyum
mengejek, "Lie Koan Tek, kalau dulu engkau tidak
membunuh orang-orang He k-houw-pang, sekarangpun, melihat muka bibi Liu Hwa, aku
tidak akan membunuhmu, hanya akan memberi
hajaran kepadamu sebagai hukuman!" Setelah
berkata demikian dia menyerang dengan dahsyat
dan bertubi-tubi. Pedangnya lenyap menjadi gulungan sinar yang
berkilauan. Lie Koan Tek juga menggerakkan rantai
baja itu untuk membentuk bente ng perlawanan
Keripik pisang teh ro'ah

yang kokoh, karena dia maklum bahwa mengnadapi pedang yang ampuh dan ilmu pedang
hebat itu, dia akan cepat roboh kalau membalas.
Melihat suaminya terdesak dan te rancam, Liu
Hwa tidak mungkin dapat berdiam diri saja. Iapun
mencabut pedangnya menerjang ke depan sambil
berte riak, "Siong Ki, engkau tidak boleh menghina
suamiku!" Siong Ki memutar pedangnya menangkis dan
mengejek, "Bagus, sekarang pengkhianatanmu
sudah lengkap, bibi Liu Hwa, dan biarlah aku
mewakili arwah suamimu untuk memberi pelajaran
kepadamu pula!" Pedangnya bergerak cepat secara
luar biasa sekali dan terdengar Liu Hwa berseru
kesakitan lalu te rhuyung ke belakang karena
pangkal le ngan kanannya te rluka oleh ujung
pedang lawan. Melihat isterinya te rluka, Lie Koan Tek lalu
memutar rantai bajanya menyerang dengan dahsyat sehingga terpaksa Siong Ki menangkis
sambil mundur dan tersenyum mengejek.
"Biarlah hari ini orang-orang yang berdosa
menerima hukumannya!" katanya dan kembali
pedangnya bergerak luar bias a sekali, membuat Lie
Koan Tek menjadi bingung dan biarpun dia sudah
memutar rantai bajanya dengan cepat, tetap saja
pundaknya te rkena ujung pedang lawan dan dia
te rhuyung dan pundak kirinya berdarah.
Siong Ki tertawa. "Ha-ha-ha, kalian rasakan
sekarang! Lie Koan Tek dan engkau bibi Liu kalau
kalian mau mengakui kesalahan kalian di hadapanku, aku akan mengampuni kalian dan
Keripik pisang teh ro'ah

membebaskan kalian. Akan te tapi kalau kalian
tidak mengakui kesalahan, te rpaksa aku akan
memberi hajaran lebih keras lagi."
Suami isteri itu saling pandang. Bagi oran g yang
menghargai kegagahan seperti mereka, merendahkan diri dan kehormatan merupakan
pantangan. Hampir berbareng mereka berseru,
"Kami tidak sudi!"
Wajah Siong Ki menjadi merah saking marahnya.
"Hemm, orang-orang tak bermalu masih mempertahankan kehormatan" Kalau begitu, biar
kuberi pelajaran yang lebih pahit lagi. Siapkan
senjata kalian!" Suami isteri itu telah berdiri berdampingan
dengan senjata di tangan, siap untuk melawan
sampai mati. "Hyaaaaatttt........!" Tubuh Siong Ki menerjang
dahsyat dan pedangnya menyambar bagaikan kilat.
"Tranggg.......!!" Siong Ki terkejut setengah mati
ketika pedangnya berte mu dengan sebatang
pedang yang mengeluarkan sinar kehijauan mengandung hawa dingin. Ketika dia meloncat ke
belakang karena merasa tangannya te rgetar hebat
dan memandang, te rnyata yang menangkis pedangnya tadi adalah Cin Cin!
"Kau.......?" Akan tetapi Cin Cin tidak memberi
kesempatan lagi kepada Siong Ki untuk bicara,
karena ia segera menyerang dengan dahsyat bukan


Naga Beracun Lanjutan Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

main, sehingga terpaksa Siong Ki harus memutar
pedangnya untuk melindungi dirinya. Serangan
yang dilakukan Cin Cin amat hebatnya dan setiap
Keripik pisang teh ro'ah

kali mereka beradu pedang, Siong Ki merasa
betapa seluruh lengannya tergetar hebat. Dia
melompat agak jauh ke belakang.
"Aku.....aku tidak ingin berkelahi denganmu,
aku hanya akan memberi pelajaran....."
Kembali Siong Ki tidak dapat melanjutkan katakatanya karena begitu tangan kiri Cin Cin
bergerak, belasan batang jarum yang bersinar
menyambar ke arah tubuh pemuda itu. Siong Ki
te rkejut dan cepat melompat jauh ke kiri. Kalau
Cin Cin maju membela ibunya dan dia dikeroyok
tiga, sudah pasti dia akan terancam bahaya.
Melawan Cin Cin seorangpun belum tentu dia
menang, maka mengingat bahwa dia telah melukai
Lie Koan Tek dan Coa Liu Hwa, yang te ntu akan
membuat Cin Cin marah sekali, dia lalu meloncat
jauh dan melarikan diri! Cin Cin tidak mengejarnya, hanya berdiri
mematung, memandang ke arah perginya pemuda
itu membelakangi suami isteri itu dengan sikap
acuh. Coa Liu Hwa dan suaminya saling pandang,
kemudian Liu Hwa yang kini timbul pula harapan
dan dugaannya bahwa gadis itu adalah pute rinya,
segera menghampiri dan menegur dengan suara
gemetar. "Kau.....kau.....Kam Cin" Cin Cin.....?"
Mendengar suara ibunya memanggilnya, Cin Cin
merasa jantungnya seperti diremas. Betapa inginnya menubruk dan merangkul ibunya yang
selama ini amat dirindukannya, akan tetapi di situ
ada Lie Koan Tek dan ia masih merasa penasaran.
De ngan perlahan ia memutar tubuh menghadapi
Keripik pisang teh ro'ah

ibunya, mukanya menjadi pucat akan tetapi
sikapnya masih dingin dan ia hanya menatap
wajah ibunya, tanpa menjawab dan tanpa memperlihatkan gejolak perasaannya.
Liu Hwa yang kini tidak ragu lagi bahwa gadis ini
adalah pute rinya yang hilang, berkata lagi,
suaranya bercampur is ak, ".. ..Cin Cin......lupakah
engkau kepadaku" Lupakah.........engkau pada.......ibumu....." Aku ibumu......"
"Bukan! Engkau bukan ibuku!" Cin Cin berseru
dengan suara lantang seperti berte riak, karena
suaranya itu memang langsung keluar dari
perasaan hatinya. "Cin Cin! Engkau pasti Cin Cin anakku! Aku
ibumu, anakku....." Liu Hwa berkata dengan air
mata bercucuran, namun ia masih belum berani
mendekat, karena sebelum gadis itu mengaku
bahwa ia benar Cin Cin, tentu s aja ia belum yakin
benar. "Hemm, kalau benar engkau ini ibuku, kenapa
engkau membiarkan anakmu hidup te rlantar
sendiri sampai belasan tahun, sedangkan engkau
sendiri bersenang-senang dan enak-enakan menikah lagi dengan seorang laki-laki lain" Mana
ada seorang ibu seperti itu" Melupakan suami yang
te was melupakan anak yang hilang, sebaliknya
bersenang-senang sendiri?"
Liu Hwa yang mendengar ucapan penuh
penyesalan itu, merasa betapa dadanya seperti
ditusuk-tusuk, ia hanya dapat membelalakkan
mata memandang kepada anaknya dengan air
mata bercucuran. Keripik pisang teh ro'ah

Melihat ini, Lie Koan Tek maju dan berkata
dengan suara tegas. "Nona, engkau tidak berhak
bicara seperti itu kepada isteriku!"
Kini Cin Cin menoleh kepadanya dan te rsenyum
mengejek. "Bagus! Engkau merasa dirimu besar
karena engkau te rkenal sebagai seorang tokoh
Siauw-lim-pai dan bersikap gagah" Huh, menurut
pendengaranku tadi, engkau ikut menyerbu Hekhouw-pang dan ikut membasmi He k-houw-pang,
kemudian engkau membunuh ketua He k-houwpang dan melarikan is terinya, lalu memaksa isteri
ketua Hek-houw-pang menjadi isterimu! Dan
sekarang engkau masih gagah-gagahan berlagak
membelanya" Pendekar macam apa engkau ini?"
"Cin Cin......ahhh.......Cin Cin.......jangan berkata
demikian....." Liu Hwa menje rit, terkulai dan
pingsan dalam rangkulan suaminya yang cepat
meloncat mendekatinya. Lie Koan Tek memondong tubuh yang pingsan
itu, meenoleh kepada Cin Cin dan bertanya,
"Beginikah sikap seorang anak yang baik, membalas budi seorang ibu kandung dengan sikap
sekejam ini" Kalau ia sampai mati, maka
engkaulah pembunuh ibu sendiri!" Setelah berkata
demikian, Koan Tek membawa isterinya ke bawah
sebatang pohon di mana tumbuh rumput tebal dan
merebahkan tubuh Liu Hwa di atas rumput, lalu
menotok beberapa jalan darah dan mengelus
te ngkuknya. Liu Hwa kini bernapas le mbut dan
te ratur, agaknya ia tertidur.
Ketika Lie Koan Tek melihat gadis itu mengikutinya dan kini duduk di atas akar pohon
Keripik pisang teh ro'ah

sambil memandang isterinya dengan bingung,
diapun bertanya dengan suara kaku. "Kenapa
engkau mendekat" Apakah engkau masih penas aran dan hendak membunuh aku dan
isteriku" Silakan kalau begitu."
Akan te tapi, melihat ibunya roboh pingsan
agaknya semua kemarahannya le nyap atau setidaknya mereda dari hati Cin Cin. Ingin ia
menubruk dan menangisi ibunya, akan tetapi
panasnya hati membuat ia masih menahan
perasaannya dan ia memandang kepada Lie Koan
Tek. "Me ngingat namamu yang besar sebagai pendekar Siauw-lim-pai, demi kehormatan Siauwlim-pai, ceritakanlah apa yang te lah terjadi dan
mengapa pula ibuku sampai dapat menjadi
isterimu!" Koan Tek maklum bahwa semua harus diceritakan kepada gadis ini untuk mengobati hati
itu yang agaknya terluka hebat.
Sambil duduk di atas rumput, berhadapan
dengan gadis bertangan kiri buntung itu, Koan Tek
menceritakan keadaan dirinya. "Nona, engkau
te ntu sudah mendengar akan malapetaka yang
menimpa Siauw-lim-pai belasan tahun yang lalu,
bukan" Kuil kami dibakar dan Siauw-lim-pai
dibasmi pasukan pemerintah, ketika itu masih
Kerajaan Su. Nah, hampir semua anggota Siauwlim-pai te was, hanya aku beberapa orang saudara
yang lolos. Akan tetapi aku menjadi orang buruan
dan akhirnya aku te rtangkap dan menjadi orang
hukuman." Keripik pisang teh ro'ah

Cin Cin mengangguk-angguk, hatinya te rtarik
karena ia memang sudah mendengar kisah
pembasmian Siauw-lim-pai oleh pemerintah Kerajaan Sui. "Ketika Kerajaan Sui jatuh, seorang pangeran
membebaskan aku dan beberapa orang hukuman
lain, dengan syarat bahwa kami yang dibebaskan
harus menjadi para pembantunya. Karena ingin
bebas, kami setuju. Kemudian Kerajaan Sui yang
jatuh diganti oleh Kerajaan Tang. Pangeran yang
menjadi majikan kami itu lalu mengadakan
gerakan pemberontakan te rhadap kerajaan baru
dan kami membantunya. Namun usaha itu gagal.
Ketika pangeran itu membujuk He k-houw-pang
untuk bersekutu dengannya, Hek-houw-pang menolak dan demikianlah kami disuruh menyerbu
He k-houw-pang. Aku sendiri tidak setuju dengan
gerakan itu, maka aku han ya membela diri ketika
dikeroyok orang-orang He k-houw-pang, merobohkan pengeroyok tanpa membunuh siapapun. Nona boleh percaya atau tidak, akan
tetapi sesungguhnya demikianlah. Ketika melihat
isteri ketua Hek-houw-pang te rancam dan tentu
akan te was seperti suaminya, aku merasa kasihan
dan aku lalu melarikannya agar ia tidak sampai
te was seperti yang lain."
Cin Cin mendengus. "Huh, kenapa engkau
menolongnya dan membiarkan orang-orang lain
te rbunuh" Tentu engkau tertarik oleh kecantikannya bukan?"
Wajah Koan Tek berubah kemerahan. "Aku tidak
perlu menyangkal. Memang aku te rtarik oleh
Keripik pisang teh ro'ah

kecantikannya, walaupun aku belum pernah
menikah dan tidak pernah tertarik oleh kecantikan
wanita. Akan tetapi, hal itu belum kusadari
sebelumnya, dan aku melarikannya karena dengan
demikian para pembantu pangeran itu te ntu tidak
akan melarangku dan mengira bahwa aku te rtarik
oleh wanita itu dan sengaja melarikannya. Padahal,
aku melakukan hal itu agar aku te rhindar dari
keharusan melawan orang-orang yang kutahu
tidak bersalah. Nah, setelah aku melarikannya,
membawanya ke te mpat aman, kemudian aku
melepaskannya. Kami berpisah, akan tetapi aku
merasa kasihan dan tidak te ga lalu membayanginya. Ternyata kekhawatiranku te rbukti. I a te rtawan kepala gerombolan dan nyaris
diperkosa. Untung bahwa aku masih

Naga Beracun Lanjutan Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membayanginya, maka aku berhasil membunuh
kepala gerombolan." Cin Cin mendengarkan saja, belum percaya
sepenuhnya sambil membayangkan keadaan ibunya ketika itu. Melihat gadis itu mendengarkan
penuh perhatian tanpa bicara, Koan Tek menghela
napas panjang. Dia tidak akan menyalahkan kalau
gadis itu tida k percaya kepadanya. Akan tetapi dia
sudah mengambil keputusan untuk menceritakan
semuanya dengan sejujurnya, sesuai dengan
wataknya. "Ketika ibumu berkunjung ke Ta-bun-cung, ia
mendengar bahwa suaminya te lah te was di
samping banyak tokoh Hek-houw-pang lainnya,
dan iapun mendengar bahwa engkau diantar
seorang sute suaminya pergi mencari pendekar
sakti Si Han Heng di dusun Hong-cun. Maka,
Keripik pisang teh ro'ah

iapun meninggalkan dusun dan di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang di antara
rekanku, anak buah sang pangeran dan tentu ia
akan te rtawan atau terbunuh kalau saja aku tidak
datang menyelamatkannya pula. Aku lalu mengantarkannya untuk mencari pute rinya dan
demikianlah, kami saling jatuh cinta dan kami
menikah." "Cin Cin......" Dua orang itu menengok dan
te rnyata Coa Liu Hwa baru saja terbangun dari
tidur dan ia bangkit duduk, lalu menangis ketika
melihat Cin Cin masih duduk di situ berhadapan
dengan suaminya. "Cin Cin, engkau masih belum mengakui aku
sebagai ibumu......?" Wanita itu meratap sambil
memandang gadis itu dengan sinar mata penuh
harap. "Ceritakanlah dulu riwayatmu sampai engkau
menikah dengan paman ini dan tidak memperdulikan aku," kata Cin Cin, kemarahannya
sudah tinggal sedikit setelah mendengar keterangan Lie Koan Tek, hanya tinggal perasaan
penas aran saja. "Cin Cin, ketika te rjadi serbuan gerombolan di
Ta-bun-cung, seperti semua orang Hek-houw-pang,
di samping ayahmu, akupun melakukan perlawanan mati-matian. Akan te tapi pihak kita
jauh kalah kuat. Ayahmu tewas dan masih banyak
lagi, para murid He k-houw-pang hampir habis,
bahkan Coa Siang Lee yang menjadi tamu
kehormatan. Aku sendri tentu akan tewas kalau
Keripik pisang teh ro'ah

saja aku tidak ditangkap oleh dia ini dan dilarikan
keluar dari dusun." "Hemm, dan dia merupakan seorang di antara
para penyerbu dan pembasmi He k-houw-pang!"
cela Cin Cin. "Dia sudah menceritakan segalanya, Cin Cin. Dia
te rpaksa melakukan itu, akan tetapi dia tidak
membunuh siapapun. Bahkan penyerbuan di He khouw-pang itu yang membuat dia lalu nekat
meninggalkan pangeran pemberontak itu. Aku juga
merasa sungkan dan tidak ingin berte mu lagi
dengannya. Ketika aku berkunjung ke dusun kita
dan bersembahyang, aku melihat Siong Ki yang
kehilangan orang tuanya, dan dia minta agar
menjadi muridku dan ikut denganku. Aku mengajak dia meninggalkan dusun melalui arah
lain agar jangan berte mu dia. Akan te tapi, kami
berdua berte mu dengan seorang di antara para
penyerbu dan aku te ntu akan celaka kalau s aja dia
ini tidak muncul dan menolongku. Dalam perkelahian itu, Siong Ki melarikan diri dan tak
pernah kulihat lagi sampai tadi muncul dan
hendak membunuh dia."
"Dan engkau sama sekali tidak perduli kepadaku!" Cin Cin bertanya, penasaran sekali.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

NAGA SAKTI SUNGAI KUNING

NAGA BERACUN