NAGA BERACUN JILID 13
Pangeran Li Si Bin tertawa lalu berkata kepada
para dayang. "Kalian melihat sendiri. Contohlahwanita ini! Nah. kalian singkirkan guci arak ini,
tutup dan simpan untuk penyelidikan nanti. Ambil
arak lain yang tidak te rlalu keras, dan anggur
untuk Kwa lihiap (Pendekar Wanita Kwa). Bi Lan,
mari kita makan siang, jangan sampai peristiwa
tadi mengganggu makan siang kita."
Bi Lan mengangkat mukanya, memandang
wajah pangeran itu, lalu matanya mengamati
hidangan yang berada di atas meja, matanya
membayangkan keraguan. "Jangan khawatir, aku mempunyai batu kemala
yang dapat kita pergunakan untuk menguji apakah
ada masakan yang mengandung racun," kata
pangeran itu dan iapun mempergunakan batu
kemala tadi, setelah membersihkannya, untuk
menguji semua masakan. Ternyata hanya arak
dalam guci sajalah yang mengandung racun, maka
mereka lalu makan minum dengan hati tenang.
Sambil makan dan minum, yang di layani ole h para
dayang yang kini menjadi gembira sekali, dan
dite mani Bi Lan yang sudah tidak sungkan atau
canggung lagi, Pangeran Li Si Bin mengajak wanita
itu bercakap-cakap. Akan te tapi, tiba-tiba kepala
pengawal, yaitu Siok-ciangkun mohon menghadap.
Maklum bahwa hal itu tentu ada hubungannya
dengan yang diceritakan Bi Lan tadi, Pangeran Li
Si Bin menyuruh panglima itu masuk.
Siok-ciangkun memberi hormat dengan berlutut
sebelah kaki, melaporkan bahwa seorang thai-kam
te rbunuh di dapur is tana, dan seorang laki-laki
gendut yang te rnyata seorang bekas thai-kam
istana yang dikeluarkan, kedapatan mati terbunuh
pula di taman. "Hemm, kami sudah tahu, ciangkun. Thai-kam
itu dibunuh oleh laki-laki gendut, dan laki-laki itu
membunuh diri menelan racun ketika ditangkap
oleh Kwa-lihiap ini. Jangan perkenankan orang
keluar masuk is tana hari ini. Aku sendiri yang
akan memeriksa seluruh pelayan, thai-kam dan
pengawal dalam istana. Kumpulkan mereka dan tak seorangpun boleh meninggalkan istana hari
ini." Setelah berkata demikian. Pangeran Li Si Bin
memberi isyarat kepada Siok-ciangkun untuk
meninggalkan ruangan makan. De ngan sikap
te nang, dia lalu melanjutkan makan minum dan
bercakap-cakap. Sikap pangeran ini menambah
kekaguman dalam hati Bi Lan. Sungguh bukan
sikap seorang pembesar yang sewenang-wenang
ataupun cengeng, melainkan sikap seorang pendekar! "Bi Lan, dahulu pernah aku mendengar nama
besar Pendekar Rajawali Sakti yang kukagumi. Dia
seorang pendekar yang te rkenal dan sungguh
merupakan suatu keberuntungan bahwa kini isteri
pendekar itu mau membantu kami. Kalau boleh
kami ketahui, bagaimana semuda ini engkau
sudah menjadi janda" Apa yang menyebabkan
kematian suamimu?" Bi Lan tahu bahwa berhadapan dengan pangeran ini, tidak perlu menyembunyikan keadaan nya. Juga beberapa orang dayang itu
merupakan orang-orang kepercayaan, maka tidak
ada salahnya kalau mereka hadir pula dalam
percakapan ini, walaupun kini mereka nampak
tidak mendengarkan percakapan itu.
"Suami hamba meninggal dunia karena sakit
tua. pangeran," jawabnya singkat. "Karena tidak
betah lagi tinggal di rumah, hamba lalu mengajak
Lan Lan untuk pergi mengembara."
"Dan bagaimana dengan Siauw Can yang datang
bersamamu di kota raja?" pangeran itu bertanya seperti sambil lalu, namun pandang matanya
menyelidik. Diam-diam Bi Lan te rkejut dan semakin kagum.
Pangeran ini tentu mempunyai banyak mata-mata
yang te rsebar di seluruh kota raja, sehingga tidak
aneh kalau dia sudah tahu pula tentang Siauw
Can! Jantungnya berdebar. Tahu pulakah pangeran
ini bahwa Siauw Can sesungguhnya adalah Can
Hong San dan dahulu pernah membela Kerajaan
Sui ketika digulingkan oleh pangeran ini dan
pasukannya" Bagaimanapun juga, ia dan Siauw
Can telah memperkenalkan diri sebagai saudara
misan kepada Pangeran Tua Li Siu Ti, maka iapun
harus tetap berpegang kepada pengakuan itu.
"Dia adalah kakak misan hamba pangeran.
Diapun ingin mencari pekerjaan, dan kami
mengadakan perjalanan bersama ke kota raja."
jawabnya singkat. Kini pandang mata pangeran itu semakin tajam
penuh selidik sehingga kembali Bi Lan harus
menundukkan mukanya. "Bi Lan, apakah hanya
itu hubunganmu dengan Siauw Can" Hanya
saudara misan dan tidak ada hubungan lainnya?"
Bi Lan tidak berani mengangkat mukanya, dan
kedua pipinya te rasa panas. Terbayanglah peristiwa malam itu, di mana ulah Siauw Can
menghapus semua perasaan suka dan kagumnya
te rhadap pemuda itu. Ia tidak berbohong kalau
sekarang, ia menggelengkan kepala dengan te gas
dan mengangkat muka menentang tatapan mata
pangeran itu dengan berani dan berkata, "Kami hanya datang bersama ke kota raja. Selain
hubungan misan, tidak ada hubungan apapun di
antara kami. Kenapa paduka bertanya demikian,
pangeran?" "Aku ingin memperoleh kepastian tentang
dirimu, Bi Lan. Aku merasa kagum dan juga
kasihan kepadamu, Bi Lan. Engkau hidup sebagai
seorang janda, dan harus menjaga seorang anak,
dan engkau masih begini muda,......."
Bi Lan te rsenyum. Hampir lupa ia bahwa
berhadapan dengan seorang pangeran, bahkan
putra mahkota, calon kaisar, dan bahkan orang
yang paling besar kekuasaannya di seluruh negeri,
le bih besar dari pada kaisar sendiri. Ucapan
pangeran itu demikian wajar dan biasa, seperti
ucapan seorang laki-laki biasa saja. Ia menjadi
semakin kagum. "Maaf, pangeran, hamba yakin bahwa hamba
le bih tua dari paduka. Usia hamba sudah
duapuluh e mpat tahun........"
Pangeran Li Si Bin te rtawa, bebas dan bergelak
sehingga wajahnya yang tampan dan gagah itu
nampak kekanak-kana kan. "Ha-ha-ha, bagaimanapun juga, aku merasa jauh lebih tua
darimu, Bi Lan..!" Mereka tidak bercakap-cakap lagi atau lebih
te pat, pangeran itu tidak bicara lagi, maka Bi Lan
juga tidak berani berkata apapun.
Mereka melanjutkan makan minum sampai selesai dan
wajah pangeran itu cerah berseri. Dia lalu bangkit
berdiri. "Aku harus mengadakan pemeriksaan
sendiri dan melakukan pembersihan. Siapa tahu, diantara para pelayan dan pengawal di istana
telah dikuasai pihak yang memusuhi kami."
Bi Lan bangkit dan memberi hormat sambil
menghaturkan te rima kasih, berdiri menanti
sampai sang pangeran meninggalkan ruangan
makan itu sambil melemparkan senyum ramah
kepadanya. Seorang pangeran yang gagah perkasa, tampan,
agung dan sopan, pikir wanita itu, te rbuai
lamunan muluk ketika ia meninggalkan is tana,
kembali ke istana Pangeran Tua Li Siu Ti dengan
sebuah kereta yang te lah dipersiapkan untuk
keperluannya setiap hari.
Begitu tiba di Istana Pangeran Tua, baru ia
turun dari kereta, bukan hanya Lan Lan dalam
pondongan pengasuh Cu-ma, akan te tapi juga
nampak Siauw Can menyambutnya. Wajah pemuda itu nampak te gang dan ketika Bi Lan
memondong pute rinya yang dengan girang merangkulnya, Siauw Can bertanya, tidak memperdulikan ada Cu-ma di situ dan ada
beberapa orang pengawal yang berjaga di depan
Istana itu. "Lan-moi, apakah yang te rjadi di istana! Engkau
baru saja pulang dari sana, tentu mengetahui apa
yang telah te rjadi!" Pemuda itu nampak tegang.
Bi Lan mengerutkan alisnya dan memandang
kepada pemuda yang pernah
menggerakkan hatinya akan tetapi yang kini amat dicurigainya
itu. "Bagaimana engkau tahu bahwa ada terjadi
sesuatu di istana?" Ia balas bertanya dan sinar
matanya memandang penuh selidik.
Melihat sinar mata Bi Lan, Siauw Can bersikap
te nang. "Aih, tentu saja aku tahu, Lan-moi. Baru
saja Pangeran Tua dipanggil ke istana dengan
pesan agar segera datang menghadap karena ada
urusan yang teramat penting. Pangeran Tua sendiri
yang berkata kepadaku bahwa panggilan itu tidak
seperti biasanya, dan hal itu hanya berarti bahwa
di istana telah terjadi sesuatu yang luar bias a. Nah,
engkau baru saja datang dari istana, tentu
mengetahui apa yang telah terjadi."
Kecurigaan hati Bi Lan menghilang. Kiranya
Pangeran Li Siu Ti telah dipanggil ke istana, tentu
ada hubungannya dengan keinginan Pangeran
Mahkota untuk melakukan pemeriksaan dan
pembersihan terhadap para pelayan dan pengawal,
semua petugas di istana. Dan tidak aneh kalau
Siauw Can menanyakan apa yang te lah terjadi di
istana. Ia tidak ingin urusan itu didengar orang lain,
maka sambil memondong Lan Lan, iapun berkata
singkat, "Kita bicara di dalam saja."
Setelah mereka berada di ruangan dalam,
mereka disambut oleh Li Ai Yin yang juga segera
mengajukan pertanyaan kepada Bi Lan, "Enci Bi
Lan, apakah yang telah terjadi di Istana?"
Bi Lan menjatuhkan diri duduk di atas kursi dan
merangkul pute rinya, lalu menarik napas panjang,
"Ada orang mencoba untuk meracuni Pangeran
Mahkota......." "I hhh.......!." Ai Yin menjerit, matanya terbelalak
dan mukanya pucat. "Betapa mengerikan. Dan
bagaimana keadaan kakanda pangeran?" Dari sikap dan ucapan gadis bangsawan itu, Bi Lan
tahu bahwa bagaimanapun juga, ada perasaan
sayang di hati gadis itu terhadap kakak sepupunya. "Jangan khawatir, nona. Beliau sehat-sehat saja
karena arak beracun itu tidak sampai diminumnya." "Lan-moi, bagaimana terjadinya" Siapa yang
hendak meracuni Pangeran Mahkota dan bagaimana pula caranya, bagaimana pula usaha
pembunuhan keji itu dapat digagalkan?" tanya
Siauw Can ingin tahu sekali.
"Benar, enci Bi Lan. Ceritakanlah, apa yang
sesungguhnya te rjadi" Akupun ingin tahu sekali."
kata Ai Yin. "Nanti kalau Pangeran Tua pulang, te ntu beliau
dapat bercerita le bih jelas," kata Bi Lan mengelak.
"Tidak, aku ingin mendengar dari sekarang, enci
Bi Lan! Aku sudah tidak sabar menanti pulangnya
ayah!" kata gadis bangsawan itu.
Bi Lan te rpaksa. Bagaimanapun juga, Pangeran
Tua te ntu akan mendengar segalanya dan kedua
orang ini akan mendengarnya juga. Kalau ia
bertahan dan tidak mau menceritakan, tentu
menimbulkan dugaan yang bukan-bukan. Iapun
menghela napas panjang. "Siang tadi, ketika aku beristirahat dan berjalanjalan seorang diri di taman bunga is tana, aku
melihat bayangan orang ke dapur is tana. Aku
menjadi curiga dan membayangi. Dia seorang
gendut yang berte mu dengan seorang thai-kam di dapur. Aku mendengar thai-kam itu menegur si
gendut mengapa ia harus memberikan guci arak
itu kepada Pangeran Mahkota. Si gendut lalu
membunuh thai-kam itu. Tentu saja aku mengejarnya, dia lari ke dalam taman dan aku
berhasil merobohkannya. Ketika aku hendak
menangkapnya, dia menelan racun dan mati
seketika. Aku mengkhawatirkan kesehatan Pangeran Mahkota, maka cepat aku memasuki
ruangan makan. Ketika melihat pangeran hendak
minum arak dari sebuah guci, aku te ringat akan
ucapan thai-kam yang te rbunuh dan kusambit
cawan di tangan pangeran itu dengan sumpit.
Ketika diperiksa, arak itu memang beracun!"
Ai Yin merangkul Bi Lan. "Aih, engkau hebat,
enci Bi Lan. Engkau pantas menjadi guruku. Wah,
namamu te ntu akan tersohor di istana, aku ikut
bangga karena engkau guruku. Dan telah menyelamatkan nyawa kakanda pangeran! Bukan
main!" Gadis itu girang sekali. Karena ia dirangkul.
Bi Lan te rhalang dan tidak melihat perubahan
pada wajah Siauw Can. -ooo0dw0ooo- "Hemm, bagaimanapun baiknya siasat itu,
te rnyata telah gagal dan bagaimana kalau thai-kam
dan bekas thai-kam itu dapat te rtangkap hiduphiup" Tak dapat aku membayangkan akibatnya.
Kalian berdua harus bekerja lebih baik dan hatihati!" Pangeran Tua Li Siu Ti mengomel panjangpendek di dalam kamar perte muan yang te rtutup
rapat itu. Mereka bertiga, Pangeran Tua Li Siu Ti, Poa Kiu, dan Siauw Can, membicarakan te ntang
usaha pembunuhan terhadap Pangeran Li Si Bin
yang gagal. Usaha pembunuhan itu memang hasil
siasat Poa Kiu dan Siauw Can.
Siauw Can mengepal tinju. "Pangeran, kalau
tidak karena ulah Bi Lan, kalau tidak kebetulan Bi
Lan berada di sana, tentu sekarang ini Pangeran
Mahkota telah tewas.!"
"Bagaimana juga, harap paduka tidak menjadi
khawatir. Hamba telah berlaku amat hati-hati.
Andaikata bekas thai-kam itu tertangkap hiduphiduppun, dia tidak akan tahu siapa yang memberi
banyak uang emas kepadanya dan yang menyurur
dia menyelundupkan arak beracun ke is tana. Juga,
dia telah kami ancam tanpa dia mengenal kami,
bahwa kalau dia tertawan, dia harus membunuh
diri dengan racun. Kalau tidak, maka seluruh
keluarganya di dusun akan kami bunuh. Dan
te rnyata ancaman itu cukup ampuh. Buktinya, dia
memilih membunuh diri dari pada tertawan,
sedangkan keluarganya di dusun dapat menikmati
hidup berkecupan dengan upah yang te lah kami
berikan kepadanya." Sang pangeran mengangguk-angguk dan wajahnya yang tadinya diliputi kegelisanan kini
menjadi terang kembali, sikapnya menjadi te nang,
lalu dia duduk berhadapan dengan dua orang
kepercayaannya. "Lalu, apa yang dapat kita
lakukan selanjutnya?"
"Harap paduka jangan tergesa-gesa. Kegagalan
itu membuat Pangeran Mahkota menjadi waspada.
Bahkan kabarnya para petugas di is tana akan dipilih dengan seksama dan penjagaan diperketat.
Tidak mungkinlah dalam waktu dekat ini menyelundupkan orang ke dalam is tana. Kita
harus nanti saat yang te pat dan kesempatan yang
baik, pangeran." "Hemm, engkau memang benar, Poa Kiu. Aku
sebagai penasihat kaisar, tadi juga menasehati
agar para petugas diganti dan dilakukan pemilihan
yang cermat. Hal itu untuk menjauhkan diriku dari
persangkaan. Akupun menasehatkan kepada kaisar agar mayat kedua orang itu digantung di
pintu gerbang agar semua rakyat melihatnya dan
agar tidak ada yang berani lagi melakukan
percobaan pembunuhan di is tana. Akan tetapi,
sampai kapan kita harus menanti kesempatan?"
"Pangeran, usaha membunuh Pangeran Mahkota, untuk sementara ini harus ditangguhkan. Hal ini selain amat sukar, juga amat
berbahaya bagi selamatan paduka sendiri. Kita
harus mencari cara lain yang lebih halus."
"Cara lain yang bagaimana?" tanya Pangeran Tua
tak sabar. "Misalnya, dengan usaha agar Pangeran Mahkota mendapat nama buruk dan dikecam
rakyat sebagai seorang pemuda yang tidak pantas
kelak menggantikan ayahnya menjadi kaisar.
Menonjolkan bahwa dia hanyalah keturunan darah
Turki, dan kalau mungkin, kita usahakan agar
Permaisuri bentrok dengan Pangeran Mahkota,
atau setidaknya ada te rjadi pertentangan di antara
mereka......".
Pangeran Tua mengangguk-angguk. "Sias at ini
baik sekali dan perlahan-lahan boleh kau cari
jalannya untuk melaksanakannya. Akan te tapi aku
sendiri sama sekali tidak boleh tersangkut, karena
aku adalah penasihat kaisar, bahkan kalau perlu,
andaikata sampai terjadi kebocoran, aku tidak
segan-segan untuk menasehatkan menghukum
mereka yang mengacau di istana! Nah, engkau
harus berhati-hati sekali, Poa Kiu. Jangan sampai
rahasiamu terbongkar dan te rpaksa aku harus
menasehatkan kaisar agar menjatuhkan hukuman
seberatnya kepadamu dan keluargamu!"
Poa Kiu bergidik. "Hamba mengerti, Pangeran.
Yang pertama adalah keselamatan paduka tidak
te rsangkut, dan ke dua barulah berhasilnya siasat
itu." "Bagus kalau engkau sudah mengerti. Engkau
boleh bekerja sama dengan Siauw Can. Dan bagaimana dengan engkau sendiri, Siauw Can"
Apakah kau memiliki siasat lain, kecuali yang
sudah dikemukakan Poa Kiu?"
"Hamba masih mempunyai satu harapan untuk
melenyapkan Pangeran Mahkota, pangeran..."
"Hushhhhh! Engkau akan memancing bahaya
bagi kita" Tadi sudah dibicarakan bahwa untuk
sementara waktu ini, tidak mungkin sias at itu
dilaksanakan. Siapa yang akan mampu menembus
benteng pertahanan para pengawal di istana?"
"Hamba sendiri tidak dapat, akan te tapi ada
orang yang dapat, pangeran."
"Siapakah dia?"
"I a adalah adik misan hamba sendiri, Bi Lan."
Sepasang mata yang cerdik dan licik dari
Pangeran Tua Li Siu Ti nampak berseri. Seketika
iapun dapat melihat kemungkinan itu. "Ah, engkau
benar.! Setiap hari Bi Lan memasuki is tana, tentu
saja ia tidak dicurigai, apa lagi baru saja ia yang
menyelamatkan nyawa Pangeran Mahkota. Akan
tetapi apakah ia mau membantu?" Pangeran Tua
mengerutkan alisnya, ragu-ragu karena dia sudah
melihat sikap Bi Lan. Wanita itu keras hati dan
agaknya sukar ditundukkan.
"Kita harus bekerja dengan tenang dan hati-hati,
pangeran. Memang adik misan hamba itu keras
kepala dan keras hati. Akan tetapi hamba akan
membujuknya perlahan-lahan agar ia mau membantu." Biarpun mulutnya berkata demikian, di dalam,
hatinya Siauw Can yakin benar bahwa Bi Lan tidak
mungkin mau kalau disuruh mencelakai Putera
Mahkota, apa lagi membunuhnya. Kalau dia berani
berjanji Kepada Pangeran Tua Li Siu Ti, itu adalah
karena dia hendak mempergunakan cara lain
untuk memaksa Bi Lan suka bekerja sama.! Ada
Poa Kiu yang dapat membantunya. Dengan kerja
sama yang baik, te ntu mereka berdua akan
mampu menundukkan Bi Lan dan kalau wanita itu
sudah mau bekerja sama, membinasakan pangeran Li Si Bin bukan merupakan hal yang
mustahil lagi. o-ooo0dw0ooo-o 'Terlalu! Sungguh keterlaluan sekali! Orangorang Turki mencoreng muka kita dengan kotoran, mencemarkan kehormatan keluarga dan menghina
kita dan paduka membiarkan begitu saja" Apakah
Baducin dan anak buahnya yang biadab itu tidak
akan mente rtawakan paduka" Selir paduka di
culik, diperkosa dan dibunuh, dan paduka hanya
diam mengelus dada saja! Apakah karena permaisuri muda orang Turki, lalu paduka
membiarkan saja keluarga kita diinjak-injak kehormatannya?" Permaisuri itu berkata dengan
nada suara yang penas aran dan kesedihan, sambil
menggunakan sapu tangan menghapus air mata
yang jatuh berderai.! Kaisar Tang Kao Cu duduk dengan wajah
muram, alisnya berkerut dan berulang kali dia
menghela napas panjang. "Tenanglah dan jangan
menuruti perasaan saja. Bukankah Gala Sing,
pute ra Raja Muda Baducin yang berdosa itu telah
menerima hukumannya dan te was?"
"Apakah cukup dengan itu" Tentu orang-orang
Turki itu akan berpendapat bahwa semua wanita
dalam istana ini boleh saja diganggu dan dihina,
kalau te rtangkap mungkin dibunuh, akan te tapi
kalau tidak" Mereka semua akan menertawakan
keluarga istana!" kata pula sang permaisuri dengan
marah. Kaisar Tang Kao Cu kehilangan kesabarannya
dan memandang kepada permaisurinya dan bertanya kaku, "Habis, kalau menurut pendapatmu, kita harus berbuat apa te rhadap
mereka?" "Me reka adalah orang-orang biadab, orang-orang
asing yang sepantasnya diusir semua dari negara kita. Perintahkan mereka pulang ke negara mereka
sendiri dan jangan lagi memperbolehkan mereka
berada di kota raja!"
"Akan te tapi, hal itu tidak mungkin!. Engkau
tahu bahwa Pangeran Mahkota Li Si Bin amat
membutuhkan bantuan mereka untuk menundukkan para pemberontak yang masih
mengacau di sana sini. Dan engkau te ntu tahu
pula bahwa merekalah yang membantu kita
menggulingkan Kerajaan Sui. Li Si Bin sendiri yang
minta kepada kami untuk le bih mementingkan
urusan negara daripada urusan pribadi.Dan di
antara kami dan Raja Muda Baducin te lah
berdamai, saling memaafkan."
"Paduka telah dipengaruhi orang-orang Turki.!
Aihh, nasib kami sungguh celaka, dapat dihina
oleh orang-orang biadab tanpa kami dapat berdaya
sama sekali." Permais uri menangis.
Kaisar Tang Kao Cu menjadi je ngkel dan dia
meninggalkan permaisurinya. Dia tahu bahwa
permaisurinya itu bagaimanapun juga adalah
seorang wanita yang tidak lepas dari pengaruh
cemburu. Karena permaisuri tidak mempunyai
pute ra, dan dia mengangkat ibu Li Si Bin, seorang
wanita Turki, sebagai permaisuri muda, bahkan
sebagai ibu kandung pute ra mahkota, maka te ntu
saja permais uri merasa tersisihkan dan merasa
diancam kedudukann ya. Dia sendiri tadinya
memang marah bukan main kepada Raja Muda
Baducin, pemimpin orang-orang Turki karena
selirnya diculik, diperkosa dan sampai membunuh
diri, oleh putera Baducin. Akan te tapi, pute ranya, Pangeran Li Si Bin membujuknya dan menyadarkannya. Dan biarpun dia seorang ayah,
biar dia yang menjadi kaisar, namun dia tahu
bahwa dia tidak mungkin dapat membantah
pute ranya itu. Puteranya yang menjadi panglima
besar, pute ranya yang berhasil memimpin pasukan
menggulingkan kerajaan Sui, bahkan pute ranya
yang mengangkat dia menjadi kaisar.!
Sejak percakapan itu terjadi, permaisuri mulai
diracuni dendam kebencian te rhadap Pangeran
Mahkota Li Si Bin, anak tirinya yang dianggapnya
keturunan bangsa biadab! Dan dengan sendirinya
iapun menerima dengan hati terhibur ketika adik
suaminya. Pangeran Li Siu Ti, mendekatinya.
Pangeran Li Siu Ti adalah adik kaisar, dan karena
keduanya sama-sama tidak suka kepada Pangeran
Mahkota yang berdarah Turki itu tentu saja
mereka merasa saling cocok dan hal ini memudahkan Pangeran Li Siu Ti untuk menyelundupkan seorang thai-kam baru sebagai
pelayan di istana bagian pute ri, tentu saja mereka
dengan bantuan Permaisuri yang tidak tahu bahwa
thai-kam baru yang diusulkan Pangeran Li Siu Ti
itu bertugas sebagai mata-mata di dalam istana.!
Bukan itu saja usaha yang dilakukan oleh
Pangeran Li Siu Ti yang menugaskan Poa Kiu dan
Siauw Can untuk mengatur segala macam siasat
demi tercapainya tujuannya, yaitu merusak nama
baik Pangeran Mahkota atau kalau mungkin
membunuhnya,agar kelak mahkota dapat te rjatuh
ke tangan Pangeran Li Siu Ti.!
Seperti juga keadaan hati akal pikiran setiap
orang di dunia ini, juga Pangeran Li Siu Ti, Poa Kiu
maupun Siauw Can, sama sekali tidak merasa
bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang
tidak baik. Setiap manusia akan selalu membenarkan tindakan mereka, selama tindakan
itu bertujuan baik bagi diri sendiri. Hati dan akal
pikiran yang sudah bergelimang nafsu selalu
mementingkan pamrih dalam setiap perbuatan,
pamrih untuk keuntungan dan kesenangan diri
sendiri, dan setiap kali hati nurani mencela dan
menegur perbuatan itu, maka hati dan akal pikiran
akan menjadi pembela yang gigih dan cerdik, selalu
akan mencari alasan-alasan kuat untuk membenarkan tindakan mereka.
Pangeran Li Siu Ti tidak pernah merasa bahwa
perbuatannya itu didorong oleh iri dan keinginan
untuk berkuasa, melainkan menganggap sebagai
perbuatan yang baik karena dia menganggap
bahwa Li Si Bin tidak pantas menjadi calon kaisar.
Seorang berdarah Turki tidak patut menjadi kaisar
dan dialah yang lebih berhak dan le bih pantas. Poa
Kiu juga menganggap semua tindakannya benar
karena hal itu menunjukkan bahwa ia adalah
seorang pembantu yang setia. Juga Siauw Can
menganggap dirinya benar karena dia ingin
memperoleh kedudukan yang baik dan wajarlah
kalau dia membantu Pangeran Li Siu Ti yang
dianggapnya akan dapat menariknya ke tingkat
yang tinggi. Hanya ada sebuah hal yang selalu meresahkan
hati Siauw Can, yaitu mengenal Kwa Bi Lan. Diamdiam dia harus mengakui bahwa dia te lah jatuh cinta kepada Bi Lan. Kalau malam itu dia berusaha
menggauli Bi Lan, bukan semata-mata karena ia
tidak mampu mengendalikan nafsu berahinya.
Sama sekali bukan. Dia mencinta Bi Lan dan ingin
memperisteri wanita itu. Akan tetapi, kemudian
setelah dia melihat Ai Yin, akal pikirannya bekerja
dan dia melihat betapa cita-citanya akan dapat
te rcapai kalau dia dapat memperisteri Ai Yin! Dia
akan menjadi mantu Pangeran Tua yang kelak
mungkin akan menjadi kaisar! Dia ingin memperisteri Ai Yin karena ingin memperoleh
kedudukan tinggi, berbeda dengan keinginannya
memperisteri Bi Lan karena memang mencinta
janda itu. Maka, diapun ingin menjadi suami Ai Yin
akan te tapi tidak ingin kehilangan Bi Lan, dan dia
berusaha menggauli janda itu karena sekali janda itu telah menyerahkan diri kepadanya, te ntu
takkan dapat terlepas lagi dan dia akan mengambil
Bi Lan sebagai is teri ke dua! Akan tetapi, Bi Lan
menolak, bahkan marah-marah dan sejak itu,
sikap Bi Lan dingin te rhadapnya. Ini yang amat
meresahkan hati Siauw Can.
Sekarang, sesuai dengan rencana yang diatur
bersama Poa Kiu, bukan hanya cinta yang
mendorong Siauw Can untuk memiliki Bi Lan,
melainkan juga untuk dapat memperalat janda itu
yang kini mendapatkan kepercayaan dari Pangeran
Li Si Bin dan setiap hari memasuki istana kaisar.
Siauw Can mulai mendekati Bi Lan dan dengan
wajah penuh penyesalan, dengan suara menggetar
sedih dia membujuk Bi Lan pada suatu sore, ketika
mendapatkan kesempatan bicara empat mata
dengan janda muda itu.
"Lan-moi, kenapa engkau masih nampak marah
kepadaku" Sudah berkali-kali aku minta maaf
kepadamu. Lan-moi, aku memang bersalah malam
itu. Akan te tapi ketahuilah bahwa aku cinta
padamu, aku rindu padamu dan malam itu aku
tidak dapat menahan diri sehingga melakukan hal
yang tidak se patutnya kulakukan. Aku minta maaf,
Lan-moi." Bi Lan menarik napas panjang. Sebetulnya, ia
pernah tertarik kepada pemuda ini dan betapa
akan mudahn ya membalas cintanya. Akan te tapi,
peristiwa malam itu sungguh telah menyapu bersih
semua perasaannya terhadap Siauw Can! Biarpun
demikian, ia tidak dapat merasa benci kepada
pemuda ini, karena iapun dapat memakluminya
sekarang. Ia te ringat akan semua kebaikan Siauw
Can, teringat betapa pemuda itulah yang mengajaknya ke kota raja sehingga kini ia
mendapatkan pekerjaan yang baik dan terhormat.
Semua penghuni istana kaisar bahkan menghormatinya karena ia telah menjadi orang
kepercayaan Pangeran Mahkota. Semua itu dapat
te rjadi karena Siauw Can yang mengajaknya ke
kota raja. Kalau ia tidak bertemu dengan pemuda
itu, entah bagaimana keadaannya sekarang.
"Can-toako, aku sudah melupakan peristiwa itu.
Aku memaafkanmu, akan te tapi kuminta mulai
saat ini, engkau jangan lagi bicara tentang cinta
padaku. Aku hanya akan menjadi muak dan
te ringat akan peristiwa itu lagi saja. Kita hanya
sahabat, toako, dan untuk membalas semua
kebaikanmu, aku berjanji tidak akan membuka
rahasia dirimu kepada siapapun juga."
Hanya itulah yang dapat dihasilkan Siauw Can
biarpun dia sudah mencoba untuk bersikap manis,
le mbut, merendah bahkan merengek terhadap Bi
Lan. Agaknya janda itu sudah menutup pintu
hatinya terhadap cintanya!
Sikap Bi Lan ini, selain mengecewakan hati
Siauw Can karena cintanya ditolak, juga membuat
dia bingung. Dia harus dapat memperalat Bi Lan
demi membuat jasa besar kepada Pangeran Tua.
Diapun merundingkan hal ini dengan Poa Kiu,
mengatur siasat. Siauw Can juga tak pernah lalai memperhatikan
Ai Yin. Sejak semula dia sudah berusaha
mendekati gadis bangsawan itu dan dia mengerahkan segala daya untuk menaklukkan hati
gadis itu. Dia memang tampan, lincah dan pandai
bicara. Apalagi karena dia mendapatkan kesempatan. Ai Yin bukan hanya belajar ilmu silat
dari Bi Lan, akan tetapi juga seringkali meminta
petunjuk darinya dan setiap kali Bi Lan pergi ke
istana untuk melatih para dayang is tana, Siauw
Can selalu mempergunakan kesempatan ini untuk
memberi petunjuk kepada Ai Yin. Dengan sendirinya, pergaulan mereka menjadi akrab dan
gadis bangsawan yang kurang pengalaman itu,
yang memiliki pembawaan manja dan genit, tentu
saja mudah runtuh ole h seorang pria yang
berpengalaman seperti Siauw Can. Pemuda ini
bukan saja mempergunakan ketampanan dan
kegagahannya untuk menarik perhatian, bahkan
dia mempergunakan kekuatan sihirnya yang
pernah dia pelajari dari mendiang ayahnya.
Terhadap seorang yang memiliki tenaga sakti sekuat Bi Lan, kekuatan sihirnya itu tidak akan
bermanfaat. Akan te tapi terhadap Ai Yin, gunaguna sihir yang dipergunakan Siauw Can te ntu
saja amat ampuh! Siauw Can bersikap hati-hati
dan le mbut, tidak mau mempergunakan kekerasan, tidak mau te rse ret oleh nafsunya
sendiri yang bahkan mungkin dapat menggagalkan
usahanya. Dia harus dapat memikat Ai Yin dan
mendapatkan gadis itu sebagai isterinya secara
te rhormat, dapat diterima dengan baik oleh gadis
itu dan keluarganya. Maka diapun berperan
sebagai seorang pemuda yang sungguh jatuh cinta,
yang sopan dan menghormati gadis yang dicintanya! Ketika dia pada suatu pagi, setelah memberi
petunjuk ilmu silat kepada Ai Yin, melihat
kesempatan baik, diapun mendekati Ai Yin yang
duduk di atas bangku dalam ruangan berlatih silat
itu. Gadis itu tampak segar, kedua pipinya
kemerahan, napasnya agak terengah, dahi dan
le hernya basah oleh keringat setelah tadi berlatih
silat dan menggunakan te naga. Ia tersenyum,
cerah dan menyusut keringat dengan saputangan
sambil memandang kepada Siauw Can dengan
wajah berseri. "Bagaimana pendapatmu, toako" Sudah majukah gerakanku?" Ai Yin memanggil pemuda
itu toako (kakak) menirukan Bi Lan. Dia tidak
senang kalau disebut taihiap (pendekar besar),
maka Ai Yin menyebutnya toako yang menyenangkan kedua pihak. "Baik sekali, nona. Engkau memang berbakat,
gerakanmu cukup cekatan, cukup kuat, cepat dan
indah. Bahkan gerakanmu le bih indah dibandingkan gerakan Lan-moi."
Ai Yin tertawa dan ketika mulutnya terbuka,
nampak rongga mulut yang merah dan deretan gigi
yang putih dan rapi. "Hi-hik. engkau memuji
te rlalu tinggi, toako. Mana mungkin gerakanku
le bih indah dibandingkan gerakan enci Lan"
Engkau merayu, ya?" Siauw Can te rsenyum, akan te tapi lalu berkata
dengan serius. "Sungguh mati,
aku berani bersumpah, nona. Aku tidak merayu, dan bukan
memuji kosong, hanya berkata sesungguhnya.
Tentu saja engkau tidak dapat menyamai kelihaian
Lan-moi, akan te tapi dalam keindahan gerakan,
nona jauh lebih hebat. Kalau nona bermain silat,
gerakanmu seperti seorang bidadari sedang menari, gerakan kaki tangan dan badanmu.........."
Wanita mana di dunia ini yang hatinya tidak
runtuh menghadapi pujian, apa lagi kalau pujian
itu keluar dari mulut seorang pria muda tampan"
Bahkan andaikata ia tahu bahwa pujian itu hanya
rayuan gombal sekalipun, hati wanita itu akan
berkembang dan penuh rasa senang dan bangga.!
Agaknya memang sudah pembawaan alam, berlaku
untuk mahluk apapun juga, betina selalu suka
sekali dipuji dan pria selalu suka sekali memuji.!
Percaya atau tidak bahwa pujian Siauw Can itu
benar, tetap saja hati Ai Yin menjadi senang bukan
main dan tawanya lepas dan gembira.
"Jangan bohong kau, Can-toako! Enci Lan
seringkali menegurku, mengatakan bahwa yang
membuat gerakanku kaku adalah badanku, ehh......pinggulku, katanya te rlalu menonjol ke
belakang!" Siauw Can membelalakkan matanya dan berkata
dengan nada penuh penasaran, "Ah, Lan-moi
te rlalu kejam untuk mencelamu. Hem, menurut
penglihatankku, justeru pinggulmu amat indah
bentuknya dan membuat gerakanmu nampak
serasi dan menawan!"
Kembali Ai Yin te rsenyum, akan te tapi sekali ini
ia mengerling genit dan kedua pipinya agak
kemerahan. Siauw Can yang sudah berpengalaman
dapat melihat bahwa gadis itu sudah mulai
te rpikat. Dia mengenal batas dan tidak melanjutkan rayuannya karena hal itu akan
menimbulkan kecurigaan. Dia bersikap biasa
kembali dan dengan sopan dia mulai pula memberi
petunjuk-petunjuk sehingga gadis itu kehilangan
rasa canggungnya. Akan te tapi diam-diam benih
yang ditanam Siauw Can mulai tumbuh, dan
sepasang mata yang manja itu mulai memandang
Siauw Can bukan hanya karena kagum akan
kepandaiannya, akan tetapi juga dengan perhatian
yang lain, perhatian seorang gadis remaja yang
mulai tertarik kepada seorang pria yang menyenangkan hatinya, yang pandai mengelus
perasaannya. Jerat mulai dipasang untuk menangkap kelinci muda yang belum berpengalaman itu, perangkap mulai dipasang te rhadap burung yang baru belajar terbang.
Sikap Siauw Can yang mulai berubah, rayuanrayuan maut berupa pujian-pujian dengan suara
le mbut, pandang mata yang je las membayangkan
berahi, senyum-senyum penuh pikatan, membuat
Ai Yin maklum bahwa pemuda yang selama ini
dianggapnya sebagai seorang pendekar yang
membantu ayahnya itu cinta kepadanya! Hal ini
merupakan pengalaman baru bagi gadis bangsawan ini, membuat ia kadang suka melamun
dalam kamarnya. Ia mulai gelisah dan akhirnya,
pada suatu kesempatan ia berdua saja dengan Bi
Lan, ia mengaku te rus terang kepada pendekar
wanita yang menjadi sahabat dan gurunya itu.!
"Enci Bi Lan, aku ingin membicarakan sesuatu,
akan te tapi engkau harus berjanji dulu padaku
bahwa engkau akan merahasiakan semuanya ini
dan juga bahwa engkau tidak akan merasa
te rsinggung.!" Bi Lan memandang gadis itu dengan sinar mata
penuh selidik. Ia mengenal Ai Yin sebagai seorang
dara remaja yang cantik, genit dan manja. Akan
tetapi yang memiliki dasar watak yang baik, yang
akrab pula dengan saudara sepupunya, yaitu
Pangeran Mahkota Li Si Bin. Iapun merasa sayang
kepada Ai Yin, sungguhpun ia tahu bahwa gadis
itu sebagai murid tidaklah memuaskan karena
tidak memiliki bakat ilmu silat.
"Baik, nona, aku berjanji tidak akan merasa
te rsinggung dan akan merahasiakan apa yang
akan kaubicarakan," jawabnya sambil tersenyum,
merasa seperti menghadapi seorang anak-anak
yang manja.
Setelah bersangsi sebentar, dengan kedua pipi
berubah merah, Ai Yin lalu bertata. "Enci Lan,
kakak mis anmu itu...... "
Diam-diam Bi Lan te rkejut. Ada apa dengan
Siauw Can" Jantungnya berdebar. Jangan-jangan
pemuda itu mengulang lagi perbuatannya seperti
yang pernah dilakukan kepadanya pada malam itu,
dan kini yang didekatinya adalah gadis bangsawan
ini. "Can-toako" Kenapa dengan dia?" tanyanya
cepat. Melihat Bi Lan terkejut. Ai Yin tersenyum dan
menggeleng kepala. "Tidak apa-apa. enci. Hanya
dia.......dia agaknya jatuh cinta padaku.."
Dara itu menundukkan mukanya dengan malumalu dan Bi Lan te rbelalak. Hemm, kiranya Siauw
Can kini mengalihkan perhatian dan perasaannya
kepada gadis bangsawan yang usianya baru
tujuhbelas tahun ini.! Akan te tapi, agaknya Ai Yin juga dapat
menerima perasaan pemuda itu. Kalau tidak
demikian, tentu akan berbeda sikapnya. Tentu
dara itu akan marah-marah, tidak bersikap malumalu seperti ini. Sikap malu-malu menghadapi
pernyataan cinta seorang pria sama artinya dengan
menyambut pernyataan itu dengan senang hati.
Dara ini telah terpikat dan jatuh hati pula kepada
Siauw Can! Akan tetapi, apa salahnya" Siauw Can
adalah seorang pemuda yang baik. Tampan dan
gagah, dan menjadi orang kepercayaan Pangeran
Tua, ayah gadis ini. Ia tidak melihat suatu cacat
pada diri Siauw Can, kecuali peristiwa malam itu
yang telah dapat ia maklumi.
"Siocia (nona), dia tidak melakukan sesuatu yang
tidak semestinya kepadamu, bukan?" Bi Lan
memancing dan gadis itu cepat menggeleng kepala
dan mengangkat muka memandangnya.
"Tidak, dia amat baik kepadaku, enci."
"Hemm, kalau begitu.......kenapa kauceritakan
hal ini kepadaku?" Wajah Ai Yin menjadi semakin merah. "Aku...
.aku bingung, enci, aku........aku takut karena
belum pernah aku merasakan seperti ini. Aku tidak
tahu apa yang harus kulakukan, aku ingin
bertanya kepadamu, bagaimana pendapatmu te ntang pemuda yang menjadi kakak misanmu
itu?" Bi Lan te rharu. Sukar baginya membayangkan
bagaimana akan rasanya andaikata pernyataan
dan pertanyaan Ai Yin itu diajukan kepadanya
sebelum terjadi peristiwa malam itu.! Ia sendiri
tadinya menyukai Siauw Can.
Akan te tapi sekarang, yang ada dalam hatinya hanya perasaan
haru. Dara bangsawan itu demikian percaya
kepadanya sehingga menanyakan urusan yang
demikian pribadi kepadanya.
Bi Lan menegang tangan Ai Yin dan dengan
suara gemetar karena haru iapun berkata, "Nona,
sepanjang yang kuketahui, Can-toako adalah
seorang laki-laki yang gagah perkasa dan berjiwa
pendekar. Bagiku dia cukup gagah dan baik. Tentu
saja aku tidak mengenalnya lebih dalam karena
kamipun baru berte mu beberapa bulan yang lalu.
Nona, apakah.........engkau juga cinta padanya?"
Kembali Ai Yin menanduk, ia memang genit dan
manja, juga lincah, akan te tapi sekali ini dalam
urusan cinta, ia berubah menjadi pemalu! Ia
menggeleng kepala. "Aku tidak tahu, enci. Aku
memang kagum padanya, dan suka padanya, dan
segala hal pada dirinya menarik hatiku, membuat
aku selalu ingat dan kadang tak dapat tidur........ "
Bi Lan te rsenyum. Itu tandanya cinta, walaupun
mungkin cinta remaja! "Nona, apakah engkau
mengharapkan nas ihat dariku?"
Ai Yin mengangkat muka dan memandang Bi
Lan dengan mata penuh harap. "Benar sekali, enci
Lan. Aku sedang bingung dan ragu, bagaimana
baiknya menghadapi urusan ini?"
"Pernahkah dia secara terang-terangan menyatakan bahwa dia cinta padamu, nona?"
"Terang-terangan memang belum, akan te tapi
gerak-geriknya, sinar matanya, suaranya, pujianpujiannya, semua itu sudah jelas. Agaknya diapun
merasa ragu dan bimbang, takut untuk mengatakannya." "Hem, kalau begitu, kautunggu saja sampai ia
berkata terus terang, nona. Dia seorang gagah,
kurasa dia akan berani berte rus terang kalau
memang dia cinta padamu. Dan kalau dia sudah
menyatakan cintanya, jawablah saja bahwa kalau
benar dia mencintamu, dia harus berani melamarmu kepada orang tuamu."
"Aih, mana dia berani, enci?"
"Biar itu menjadi ujian baginya, nona. Kalau
memang dia mencintamu, kenapa tidak berani! Jangankan hanya melamar kepada orang tuamu,
kalau dia benar mencinta, biar menyeberangi
lautan api umpamanya, te ntu akan dia lakukan.
Bukankah begitu?" Wajah gadis itu berseri-seri. Betapa senangnya
kalau mempunyai seorang calon suami yang
demikian besar cintanya sampai mau menyeberangi lautan api! Setelah bicara dengan Bi
Lan, makin besar rasa hati Ai Yin dan diapun kini
tidak ragu-ragu lagi, sudah bertekad untuk
menerima cinta kasih pemuda itu.
Kalau saja Bi Lan tahu! Kalau saja ia mengenal
siapa sebenarnya Siauw Can atau Can Hong San.
Tentu ia akan dengan te gas mencegah puteri
bangsawan itu te rgelincir dan te rjebak ke dalam
perangkap! -ooo0dw0ooo- Beberapa bulan kemudian. Seperti yang dinasehatkan Bi Lan, ketika pada suatu hari Siauw
Can memberanikan diri mengaku cintanya kepada
Ai Yin, gadis bangsawan itu menjawab bahwa
untuk membuktikan cintanya, Siauw Can harus
melamarnya pada ayahnya! Siauw Can terbelalak mendengar ini dan dia
nampak gelis ah. "Akan tetapi, bagaimana mungkin
itu, nona" Bagaimana aku akan berani melamarmu" Ayahmu adalah
Pangeran Tua, majikanku, dan aku sendiri sebatangkara, tiada
orang tua lagi. Aku tidak mempunyai wakil
dan........."
"Cukup alas an itu, toako!" Li Ai Yin memotong
marah. "Kau bilang bahwa engkau mencintaku.
Akan te tapi baru kusuruh mengajukan pinangan
saja engkau tidak berani! Bagaimana aku dapat
mempercayaimu?" kata Ai Yin yang segera pergi
meninggalkan pemuda itu. Siauw Can te rmenung dan menjadi serba salah.
Tadinya dia ingin memikat dulu gadis bangsawan
itu sampai menjadi kekasihnya, baru perlahahanlahan mengatur perjodohan. Siapa kira, gadis ini
langsung saja minta dibuktikan cintanya dengan
mengajukan lamaran! Sekarang menjadi serba
salah. Tidak memenuhi permintaan Ai Yin tentu
gadis itu akan marah dan menganggap cintanya
hanya pura-pura. Memenuhi permintaan, dia
merasa takut! Karena bingung, diapun lari
menjumpai Poa Kiu dan minta nasihat rekan yang
le bih tua itu. Mendengar kete rangan Siauw Can, Poa Kiu yang
kurus bongkok mengelus je nggotnya dan mengangguk-angguk. "Hemm, jadi nona Ai Yin
jatuh cinta padamu dan minta agar ia dilamar"
Betapa baik nasibmu, Siauw Can. Baiklah, aku
akan menjadi walimu dan akan kuajukan lamaran
kepada Pangeran. Mudah-mudahan saja beliau
dapat menerima pinanganmu."
"Akan tetapi kuharap paman berhati-hati, jangan
sampai beliau marah kepada kita......" kata Siauw
Can dengan lega walaupun kekhawatirannya masih
membuatnya gelisah. De mikianlah, dengan hati-hati Poa Kiu menghadap Pangeran Li Siu Ti dan melaporkan te ntang hubungan asmara antara Siauw Can dan
Ai Yin, dan tentang keinginan hati Siauw Can
untuk mengajukan pinangan, akan tetapi pemuda
itu takut-takut. Pangeran Tua Li Siu Ti tidak marah. Dia
memang suka kepada pemuda itu, akan te tapi
menerima seorang pemuda biasa sebagai mantu
merupakan hal yang harus diimbali dengan jas a
yang besar di pihak Siauw Can. Maka, diapun
mengajukan syarat, bahwa apabila Siauw Can berhasil membunuh atau setidaknya melukai
Pangeran Mahkota Li Si Bin, barulah dia akan
menerima pinangan pemuda itu.
Mendengar ini, Siauw Can segera mencari akal
dan mengatur siasat, dibantu oleh Poa Kiu yang
mengharapkan bahwa apabila kelak Siauw Can
menjadi mantu Pangeran Li Siu Ti, tentu pemuda
itu tidak akan melupakan jas anya dan diapun
akan ikut te rangkat naik derajat dan kedudukann ya. Bi Lan sama sekali tidak tahu akan persekutuan
yang dikepalai Pangeran Tua Li Siu Ti. Baginya,
pangeran itu adalah adik kaisar yang berkedudukan tinggi karena menjadi penas ihat
kaisar. Sama sekali ia tidak pernah bermimpi
bahwa pangeran itu mempunyai cita-cita untuk
kelak menjadi kaisar dan untuk cita-cita ini, dia
sanggup melakukan apa saja. Apa lagi karena
hubungannya dengan Ai Yin amat akrabnya,
sedangkan gadis bangsawan itu biarpun genit dan
manja, dinilainya seorang yang berbudi baik,
bahkan amat sayang dan hormat kepada Pangeran
Mahkota. Ia tidak tahu betapa cita-cita Pangeran
Tua Li Siu Ti itu bahkan mengancam dirinya,
karena ia dekat dengan Pangeran Li Si Bin dan
dapat keluar masuk is tana setiap hari tanpa
dicurigai dan dengan bebas pula.
Pada suatu hari, ketika seperti biasa ia berada di
istana untuk melaksanakan tugasnya melatih silat
kepada para dayang, seorang pengawal memberi
tahu kepadanya bahwa ada dua orang perajurit
pengawal dari istana Pangeran Tua datang minta
berte mu dengannya untuk menyampaikan berita
yang amat penting. Tentu saja Bi Lan menjadi
heran mendengar ini. akan tetapi ia cepat keluar
untuk menemui dua orang perajurit itu. Mereka
nampak gugup dan ketakutan, dan begitu bertemu
dengan Bi Lan, seorang di antara mereka berkata
dengan cemas. "Celaka, Kwa-lihiap! Nona kecil Lan Lan telah
hilang.........!" Sepasang mata itu terbelalak. "Apa" Bukankah
ia diasuh oleh Cu-ma?"
"Kami dapatkan Cu-ma duduk di bangku taman
dalam keadaan tak sadar, dan nona kecil tidak
ada. Sudah kami cari kemana-mana tidak berhasil." Mendengar ini, tanpa banyak cakap lagi Bi Lan
segera berlari meninggalkan pintu gerbang is tana,
membuat para penjaga di pintu gerbang te rheranheran dan te ntu saja mereka segera bertanya
kepada dua orang perajurit yang datang dari istana
Pangeran Tua itu. Dua orang perajurit inipun
menceritakan tentang hilangnya Lan Lan, pute ri Kwa Bi Lan. Segera tersebarlah berita itu dari
mulut ke mulut dan sebentar saja berita itu sampai
ke telinga Pangeran Mahkota Li Si Bin. Pangeran
yang menaruh perhatian kepada Bi Lan ini merasa
khawatir dan diapun segera bergegas pergi
berkunjung ke istana Pangeran Tua.
Sementara itu, bagaikan terbang cepatnya, tanpa
memperdulikan orang-orang yang dijumpai dalam
perjalanan, yang memandang dengan heran dan
kaget ketika mereka melihat bayangan berkelebat
saking cepatnya dan tak lama kemudian ia sudah
tiba di istana Pangeran Tua. Ia disambut oleh para
penjaga dan pelayan, dan segera ia diantar ke
kamar Cu-ma, wanita pengasuh yang biasanya
mengasuh Lan Lan setiap kali ia pergi ke istana
kaisar. Mereka telah mengangkat tubuh Cu dan
membaringkannya ke dalam kamar pelayan itu
sendiri. Bi lan segera memeriksa dan melihat Cuma berada dalam keadaan tidak dapat bergerak
dan tak dapat berbicara. Ia telah ditotok secara
lihai! Bi Lan cepat menotok beberapa jalan darah di
tubuh Cu-ma dan akhirnya wanita setengah tua itu
dapat bergerak dan menangis.
"Cu-ma, apa yang te lah te rjadi" Di mana Lan
Lan?" Bi Lan bertanya, suaranya tegas dan keras.
"Hentikan tangismu dan ceritakan yang jelas!"
Sambil menahan tangis dan masih nampak
gugup, Cu-ma bercerita bahwa tadi seperti biasa,
setelah Bi Lan berangkat ke istana, ia mengajak
Lan Lan bermain di dalam taman bunga. Kebetulan
musim bunga te lah tiba dan taman istana itu
indah sekali. Bunga beraneka warna dan bentuk sedang mekar dan keharuman semerbak di taman
itu. Cu-ma membiarkan Lan Lan bermain-main di
atas rumput dan dia mengawasi sambil duduk di
atas bangku. "Saya tidak tahu apa yang te rjadi, lihiap. Tibatiba saja ada bayangan berkelebat dan sebelum
saya dapat berbuat sesuatu, tubuh saya tak dapat
digerakkan lagi dan saya tidak dapat mengeluarkan suara. Akan tetapi saya masih dapat
melihat betapa bayangan itu menyambar tubuh
nona kecil Lan Lan dan membawanya pergi seperti
te rbang cepatnya." Pada saat itu, Ai Yin datang berlari memasuki
kamar itu dan ia duduk di te pi pembaringan Cuma, memegang tangan Bi Lan dan wajah gadis ini
pun tegang. "Aku juga ikut mencari kemana-mana,
akan te tapi tidak berhasil, enci Bi Lan." katanya
dengan wajah cemas. "Tenanglah, nona, dan biar aku mencari
keterangan dulu dari Cu-ma," kata Bi Lan. Iapun
merasa gelisah, akan te tapi sikapnya te nang. "Cuma, bagaimana bentuk wajah dan tubuh bayangan
itu?" "Saya tidak sempat melihat wajahnya, lihiap.
Pakaiannya serba hitam, dan saya yang tidak
mampu bergerak, hanya sempat melihat tubuh
belakangnya saja. Rambutnya dibungkus kain
kepala warna hitam pula, dan bentuk tubuhnya
sedang." "Laki-laki atau wanita melihat bentuk tubuhnya
itu?"
"Bentuk tubuh itu sedang saja, bisa laki laki dan
bisa juga wanita." "Dia tidak mengeluarkan kata-kata?"
"Tidak, Lihiap."
"Apakah Lan Lan tidak menangis ketika
dilarikan orang itu?"
"Saya tidak mendengar nona kecil menangis.
Semua berlangsung demikian cepatnya....." Cuma
menangis lagi. "Enci Lan, siapa kira-kira yang berani menculik
Lan Lan" Apakah engkau mempunyai musuh?"
Bi Lan hanya menggeleng kepalanya dan tibatiba ia bertanya kepada gadis bangsawan itu.
"Nona, di mana kakak misanku Siauw Can?"
Dalam keadaaan seperti itu, semua orang patut
dicurigai, pikir Bi Lan. Ia tidak mempunyai alas an
untuk mencurigai Siauw Can, akan tetapi kenapa
pemuda itu tidak nampak, padahal seluruh isi
rumah nampak bingung karena lenyapnya Lan Lan
diculik orang. "Dia" Sejak pagi tadi dia pergi mengawal ayah
keluar rumah. Dia tidak tahu bahwa Lan Lan
diculik orang. Juga ayah belum tahu karena
mereka belum pulang. Enci Lan, kau harus dapat
menemukan kembali Lan Lan dan menangkap
penjahat yang menculiknya!"
Sebelum Bi lan menjawab, te rdengar suara
gaduh para pelayan yang berlutut memberi hormat
dan muncullah Pangeran Li Si Bin. "Bi Lan, kami mendengar putrimu diculik orang! Apa yang
sesungguhnya terjadi?" tanya pangeran itu.
Bi Lan tidak kehilangan ketenangannya dan
bersama Ai Yin ia memberi hormat kepada
pangeran itu. "Kakanda Pangeran, paduka harus
menolong Lan Lan......." Ai Yin segera berkata.
"Tenanglah, Ai Yin dan biarkan Bi Lan menceritakan apa yang te rjadi," kata pangeran itu
dengan sikap te nang dan dia sudah duduk di
sebuah kursi dalam kamar pelayan itu.
Bi Lan menceritakan semua yang te rjadi dengan
sejelasnya kepada Pangeran Li Si Bin. Setelah
mendengar apa yang te rjadi, pangeran itu menjadi
marah sekali. "Jangan khawatir, Bi Lan. Sekarang
juga aku akan mengerahkan seluruh pasukan
keamanan untuk mencari anakmu itu dan engkau
boleh menghentikan dulu tugasmu mengajar di
istana dan mencari anakmu sampai dapat."
Pangeran itu lalu meninggalkan istana Pangeran
Tua memanggil panglimanya dan memerintahkan
agar panglima itu mengerahkan pasukan mencari
anak yang hilang itu. Segera para perajurit berjaga
di semua pintu gerbang, melakukan pencarian dan
penggele dahan, bahkan menangkapi orang-orang
yang dicurigai. Belum pernah terjadi keributan
seperti itu hanya karena hilangnya seorang anak
kecil, yang melibatkan seluruh perajurit pasukan
keamanan! Bi Lan sendiri tidak tinggal diam. Ia mencari ke
mana-mana, namun tidak menemukan je jak Lan
Lan. Akhirnya ia te rmenung di dalam kamarnya
seorang diri saja. Mulailah ia menduga bahwa besar sekali kemungkinan kini Lan Lan berada
bersama ayah ibunya! Ayah dan ibu Lan Lan, Si
Han Beng dan Bu Giok Cu, a dalah sepasang suami
isteri pendekar yang amat lihai, memiliki ilmu
kepandaian silat yang tinggi sekali. Siapa lagi yang
akan menculik Lan Lan kalau bukan mereka"
Mungkin ibu anak itu yang datang untuk
mengambil kembali pute rinya. Kalau benar mereka
yang datang mengambil kembali pute ri mereka,
iapun tidak dapat berbuat sesuatu. Kalau dulu ia
mampu melarikan Lan Lan hal itu hanya karena
suami isteri itu tidak tahu dan suami isteri itu
te ntu saja tidak berani sembarangan mengejarnya
karena takut kalau ia melaksanakannya ancamannya, yaitu akan membunuh Lan Lan
kalau mereka mengejar. Bi Lan menarik napas panjang. Ia telah terlanjur
cinta kepada anak itu dan dianggapnya sebagai
anak sendiri. Bahkan kepada Pangeran Mahkota
saja ia mengakui Lan Lan sebagai pute rinya.
Biarpun kini Pangeran Li Si Bin yang mempunyai
kekuasaan besar itu membantunya, tidak mungkin
kalau ia minta bantuan pangeran itu untuk
merampas Lan Lan dari ayah ibunya sendiri! Hal
itu berarti ia harus membuka rahasianya bahwa
selama ini ia membohongi semua orang, membohongi sang pangeran bahwa Lan Lan bukan
anaknya sendiri melainkan anak curian!
Lewat tengah hari, Pangeran Tua Li Siu Ti dan
para pengawal yang dipimpin Siauw Can pulang.
Begitu mendengar tentang terculiknya Lan Lan,
Siauw Can segera mencari Bi Lan di kamarnya. "Lan-moi, apa yang te lah terjadi" Aku mendengar
Lan Lan diculik orang! Benarkah ini?"
Bi Lan mengamati wajah pemuda itu dan ia
mengangguk "Pagi tadi, ketika aku sedang berada
di istana, dan Lan Lan diasuh Cu-ma di taman,
ada bayangan orang menotok roboh Cu-ma dan
membawa lari Lan Lan."
"Ah, keparat! Kalau aku berada di rumah, tak
mungkin hal ini terjadi! Akan kubekuk le her
penculik jahanam itu, Lan-moi. Percayalah, aku
akan mencari dan menemukan kembali anakmu!"
Bi Lan menggele ng kepala dan menghela napas.
"Sudah kucari ke mana-mana akan te tapi tidak
ada je jaknya, Can-toako. Bahkan Pangeran Mahkota juga sudah mengerahkan pasukan untuk
mencarinya. Penculik itu agaknya lihai sekali. Dia
dan Lan Lan seperti menghilang saja...... " Wajah Bi
Lan nampak berduka sekali karena ia hampir
yakin bahwa Lan Lan te ntu diambil kembali oleh
orang tuanya dan kalau hal itu terjadi, berarti
kehilangan Lan Lan untuk selamanya. Dan tibatiba saja ia merasa amat kesepian. Melihat wanita
itu hampir menangis, Siauw Can menghiburnya.
"Aku akan membantumu, Lan-moi. Betapapun
lihainya, kalau engkau dan aku maju bersama,
mustahil kita tidak akan mampu mengalahkannya
merebut kembali anakmu."
Pada saat itu Pangeran Tua Li Siu Ti datang dan
berada di luar kamar Bi Lan. Wanita itu cepat
keluar dan memberi hormat. "Aku ikut merasa
menyesal sekali mendengar anakmu diculik orang,
Bi Lan. Ah, kalau tahu akan muncul bencana, tentu aku tidak mengajak Siauw Can pergi hingga
dia berada di rumah dan akan mampu mencegah
te rjadinya penculikan itu. Para penjaga yang tidak
becus itu! Akan kuhukum mereka yang bertugas
pagi tadi. Mereka lalai sehingga tidak tahu ada
penjahat masuk dan menculik anakmu!"
"Harap paduka tidak menyalahkan para penjaga,
Pangeran. Penculik itu memiliki kepandaian tinggi
sehingga tidak akan sukar baginya untuk menyelinap masuk dan melarikan Lan Lan keluar
tanpa diketahui para penjaga. Dari cara dia
menotok Cu-ma, dan betapa dia mampu bersembunyi dan meloloskan diri dari pengejaran
dan pencarian pasukan keamanan yang dikerahkan Pangeran Mahkota, saya tahu bahwa
dia lihai bukan main," kata Bi Lan yang tidak ingin
para penjaga disalahkan. Karena andaikata ia
sendiri menjadi penculiknya, iapun akan mampu
melakukan hal itu tanpa diketahui para penjaga.
Sekarang ia sama sekali tidak dapat mencurigai
Siauw Can. Sudah jelas dari penjelasan Pangeran
Li Siu Ti bahwa ketika peristiwa terjadi, Siauw Can
sedang mengawal dan menemani pangeran itu.
Akan te tapi agaknya memang tidak perlu mencurigai orang lain. Ia hampir yakin bahwa
pelaku penculikan itu pasti orang tua Lan Lan
sendiri.Hanya mereka yang berkepentingan untuk
merampas kembali Lan Lan. Kalau orang lain,
untuk apa menculik Lan Lan, menempuh bahaya
besar menculik anak kecil dari Istana Pangeran
Tua."
Kini hati Bi Lan sudah mulai tenang. Kalau yang
menculik Lan Lan itu orang tua anak itu sendrri, ia
tidak perlu lagi mengkhawatirkan keadaan Lan
Lan. Akan te tapi, makin dikenang, semakin sedih
hatinya dan ia merasa kehilangan.
Malam ini ia tidak mampu tidur, gelis ah di atas
pembaringan, apa lagi kalau ia melihat pembaringan yang ditidurinya itu kosong, tidak
nampak lagi Lan Lan yang lucu di sebelahnya.
Bunyi lirih di atas kamarnya membuat ia
waspada. Ketika ada benda putih meluncur dari
atas langit-langit kamar, ia cepat bangkit, mengenakan sepatu dan membuka je ndela, lalu
melihat keluar, langsung saja ia melayang ke arah
atas genteng untuk mencari orang yang meluncurkan benda ke dalam kamarnya. Akan
tetapi setelah berada di atas genting, ia tidak
melihat bayangan seorangpun. Betapa cepat
gerakan orang itu. Ia mandang ke s ekeliling, sunyi
dan tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Atap
istana itu sunyi lengang, dan bintang-bintang
berkeredepan di angkasa. Sayang tidak dapat
ditanya, karena pasti bintang-bintang itu tadi tahu
siapa yang berada di atas kamarnya. Ia membetulkan letak genteng yang dibuka orang,
lalu te ringat akan benda putih yang dilemparkan
ke dalam kamarnya dan ia meloncat turun,
kembali ke dalam kamarnya tanpa menimbulkan
kegaduhan. Setelah memasuki kamarnya, Bi Lan menyalakan lampu penerangan sehingga kamarnya
menjadi terang. Ia melihat sebuah bungkusan di atas lantai. Kertas putih yang ada tulis annya
membungkus suatu, kecil saja, setengah kepalan
tangannya, dengan hati-hati ia mengambil bungkusan itu. Bungkusan diatur se demikian rupa
sehingga tanpa membukanya, ia dapat membaca
tulisan di kertas pembungkusnya.
"Kalau dalam waktu tiga hari Putera Mahkota
belum juga te was dengan racun ini, Lan Lan akan
dikembalikan sebagai mayat!"
Bi Lan terbelalak, kedua tangannya menggi gil. Ia
meletakkan bungkusan itu ke atas meja. Memandanginya dengan jijik seperti memandang
seekor ular berbis a yang amat berbahaya. Lan Lan
te rnyata diculik orang yang hendak memaksanya
membunuh Pangeran Li Si Bin dengan racun
dalam bungkusan itu! Jelas bahwa ini tentu ada
hubungannya dengan bekas thai-kam gendut yang
pernah mencoba untuk meracuni pute ra mahkota.
Dan thai-kam itu membunuh diri, maka yang
berdiri di belakangnya, yang menyuruhnya meracuni pute ra mahkota, tentulah orang yang
amat ditakutinya. Dan kini agaknya orang yang
menginginkan kematian pangeran Li Si Bin itu
hendak mempergunakan ia untuk membunuhnya.
De ngan cara yang teramat keji dan licik, yaitu
menculik Lan Lan dan mengancam nyawa ana k itu
yang harus ditukar dengan nyawa Pangeran Li Si
Bini.! Ini merupakan pemerasan yang teramat hina
dan kotor. De ngan jari-jari tangan gemetar Bi Lan membuka bungkusan dan benar saja, di dalamnya
te rdapat bubuk putih yang sama sekali tidak berbau akan te tapi ia dapat menduga bahwa te ntu
benda itu merupakan racun yang amat berbahaya.
Ia membungkusnya kembali, lalu duduk te rmenung memandangi bungkusan racun itu. Ia
menjadi bingung dan panik. Ia dihadapkan pada
ancaman yang amat merisaukan hatinya. Ia harus
memilih. Berat mana" Li Si Bin atau Lan Lan"
Tentu saja ia tidak ingin melihat keduanya
te rbunuh, ia mencinta Lan Lan, menganggap anak
itu seperti anaknya sendiri. Akan tetapi ia
juga............mencinta Pangeran
Li Si Bin! Ia bersedia mempertaruhkan nyawanya
sendiri untuk kedua orang ini. Dan sekarang, ia
diharuskan memilih antara keduanya. Membunuh
Pangeran Li Si Bin atau melihat Lan Lan dibunuh!
"Jahanam keparat busuk!" Bi Lan menepuk ujung
meja di depannya sehingga remuk dan ia bangkit,
mengepal tinju. Kalau saja penculik Lan Lan itu
berada di situ, te ntu akan diserangnya, diremukkan kepalanya, dipatahkan tulang le hernya! Karena tidak ada orang yang dapat ia
jadikan sasaran kemarahannya, Bi Lan lalu
melempar diri ke atas pembaringan dan menangis.!
Sejak kematian suaminya, baru sekarang ia
menangis dalam arti kata yang sesungguhnya.
Menangis karena ia merasa betapa nelangsa
hatinya, betapa sunyi hidupnya, betapa ia membutuhkan seorang yang dekat dengannya,
yang mencintanya dan dicintanya. Ia tadinya
sudah mendapatkan cinta itu dalam diri Lan Lan,
akan tetapi kini pada saat ia menemukan lagi cinta
yang le bih sempurna, dalam diri pute ra mahkota,
kedua orang yang amat dicintanya itu te rancam bahaya maut. Seorang di antara mereka harus
mati. Dan lebih hebat lagi, mati di tangannya! Apa
yang harus ia lakukan" Tiga hari tidaklah lama
dan bagaimana ia dapat mengatasi keadaan ini!
Hampir saja ia menengok kepada Siauw Can, akan
tetapi mengingat perbuatan Siauw Can kepadanya
di malam itu, ia bergidik. Jangan-jangan kalau
dimintai tolong, Siauw Can bahkan akan mengajukan syarat yang membuat ia akan menjadi
semakin bingung, dan belum te ntu Siauw Can
akan mampu menolongnya. Apakah demi keselamatan Lan Lan ia harus membunuh pute ra
mahkota dengan racun itu" Ah, tidak, tidak!!
"Aduh, pangeran, apa yang harus hamba
lakukan..........!?" Bi Lan menangis di depan
Pangeran Li Si Bin yang memandang dengan mata
te rbelalak kepada wanita yang berlutut di depan
kakinya itu. Sikap seperti itu sungguh tak pernah
dapat dibayangkannya. Bi Lan yang biasanya
demikian gagah perkasa, kini menangis dan
berlutut di depan kakinya seperti seorang wanita
le mah yang cengeng.! Akan te tapi timbul kekhawatiran juga di hati
pangeran ini. Kalau sampai seorang wanita gagah
perkasa seperti Bi Lan bersikap selemah itu tentu
ada sebab yang amat hebat. "Bi Lan, tenanglah dan
ceritakan, apa yang te lah terjadi sehingga engkau
yang biasanya gagah perkasa bersikap selemah
ini?" "Silakan paduka membacanya sendiri, pangeran." Bi Lan menyerahkan bungkusan itu
dengan tangan gemetar kepada Putera Mahkota.
Pangeran Li Si Bin yang masih merasa heran itu
menerima bungkusan dan membaca tulisannya.
Wajahnya berubah agak pucat dan dia menaruh
bungkusan itu ke atas meja, lalu memandang
kepada wanita yang masih berlutut dengan muka
ditundukkan, masih terisak menangis itu.
"Bi Lan, engkau te ntu amat mencinta Lan Lan,
pute rimu itu, bukan?"
Bi Lan mengangkat mukanya yang pucat dan air
mata masih mengalir membasahi kedua pipinya.
"Pangeran, sungguhpun Lan Lan hanya anak
angkat hamba, namun hamba mencintanya seperti
anak kandung hamba sendiri."
Pangeran itu membelalakkan mata. Ini kenyataan baru yang mencengangkan hatinya
te ntang wanita ini. "Anak angkat" Jadi ia bukan
anak kandung Rajawali Sakti, mendiang suamimu?" Bi Lan menggele ng kepala, "Ia adalah anak
angkat hamba, pangeran. Akan tetapi hamba
mencintainya dan hamba siap mempertaruhkan
nyawa hamba untuk menyelamatkannya."
"Hemm, kalau begitu, Bi Lan, kenapa engkau
membawa surat dan racun ini kepadaku" Untuk
menyelamatkan anak angkatmu itu, kenapa tidak
kau lakukan saja perintah dalam surat itu.?"
Komentar
Posting Komentar