NAGA BERACUN JILID 06

 Apakah engkau berani menjamin bahwa Cin Cin
akan diperlakukan dan dirawat dengan baik oleh
Cia Ma?" Melihat pancingannya berhasil, Sui Su menjadi
girang sekali. Kalau jual beli itu jadi, ia tentu
Mendapat imbalan dari Cia Ma! "Tentu saja,
kujamin dengan nyawaku, toako! Kau kira aku ini
orang yang akan diam saja kalau melihat anak
perempuan itu diperlakukan tidak baik" Aku yang
akan menjaga dan melindunginyal Akan te tapi,
kalau engkau setuju, aku harus melihat dulu
wajah anak Itu, agar aku dapat melapor kepada
Cia Ma!" Pada hal, Sui Su Ingin melihat agar la
dapat memasang harga untuk anak itu. Demi
keuntungannya, tentu saja!
Lai Kun jatuh! Dia memang sedang kebingungan
Cin Cin berkeras tidak mau diantar ke rumah
pendekar Si Han Beng, berkeras minta pulang
untuk mencari ibunya. Ini saja sudah merupakan
masalah merepotkan baginya. Belum lagi kerewelan anak itu. Bagaimana dia akan mempertanggung-jawabkan kepada penduduk dusun Ta-bun-cung kalau dia pulang lagi bersama
Cin Cin ke sana" Malam itu Juga, Lai Kun mengajak Sui Su untuk
pergi ke rumah penginapan. Hari sudah larut
malam dan Sui Su le bih dahulu menemui Cia Ma,
berbisik-bisik dan Cia Ma dengan wajah cerah
mengijinkan Sui Su pergi bersama Lai Kun.
De ngan hati-hati Lai Kun membuka pintu kamarnya dan te rnyata Cin Cin tidur pulas ,
te rlentag di atas pembaringan tanpa membuka
sepatunya. Lai Kun menyalakan dua batang lilin
lagi di atas meja sehingga sinar lilin cukup te rang,
menerangi wajah Cin Cin yang agak menghadap
keluar sehingga Sui Su dapat mengamati wajah itu
sepenuhnya. Diam-diam ia kagum bukan main!
Wajah itu demikian cantik, manis dan mungil, dan
kulit muka dan le her itu demikian putih mulus!
Seorang anak yang kelak pasti akan menjadi gadis
yang cantik je lita Ini berarti la untung besar!
Sedikitnya Cia Ma akan berani membayar duaratus
perak untuk anak seperti ini, apalagi kalau disertai
surat pernyataan "Jual beli '. Dan ia akan
menerima imbalan pula di samping keuntungannya
sendiri! 
Sui Su memberi is yarat kepada Lai Kun untuk
meniup lilin-lilin itu agar jangan mengganggu Cin
Cin, kemudian mengajak pria itu keluar kamar.
"Bagaimana pendapatmu?" tanya Lai
Kun dengan hati tegang, khawatir kalau s ampai Cin Cin
ditolak. Ketegangan Lai Kun ini saja membuat Sui
Su diam-diam bersorak. "Hemrn, tidak buruk, juga tidak terlalu istimewa.
Akan te tapi akan kuusahakan agar Cia Ma suka
membayar seratus duapuluh lima tail perak untuk
anak itu." "Seratus duapuluh lima tail" Aihhh kalau benar,
akan kuhadiahkan sepuluh tail untukmu, Sui Su!"
Sui Su te rsenyum. Hujan keuntungan berjatuhan dari depan belakang! Ia.berbisik,
"Harus diatur agar anak itu tidak curiga dan mau
kau tinggalkan di sana. Aku malam ini juga akan
bicara dengan Cia Ma. Engkau besok pagi-pagi
bawa anak itu ke sana. Katakan bahwa engkau
akan melakukan penyelidikan karena mendengar
bahwa ibu anak itu berada di sekitar daerah ini,
dan kautitipkan anak itu kepadaku, untuk sehari
saja. Kalau mendengar bahwa engkau akan
menyelidiki tentang Ibunya, tentu la tidak banyak
rewel. Kemudian, engkau akan kute mui, akan
kuserahkan uang itu dari Cia Ma. dan engkau
hanya tinggal menandatangani surat penyerahan
anak Itu." Lai Kun diam-diam merasa girang sekali. Dia
akan menerima seratus duapuluh lima tail perak!
Akan te tapi mendengar tentang penandatanganan
itu alis nya berkerut. "Harus menanda tangani'

Sui Su mengusap dagu pria itu dengan sikap
mes ra. "Tentu saja, toako Kalau tidak, salah-salah
kami akan di tuduh menculik anak itu!"
Lai Kun mengangguk-angguk maklum, walaupun dia sama sekail tidak mengerti tentang
urusan seperti itu. Sui Su memasuki tandu dan
dipikul ole h empat orang pemikul tandu, pulang ke
rumah pele sir Ang-hwa, sedangkan Lai Kun masuk
lagi ke kamarnya. N amun, semalam dia tidak dapat
tidur pulas . Bagaimanapun juga. dia merasa
te gang. Pertama, dia akan menyerahkan Cin Cin
kepada orang lain, bukan kepada pendekar sakti Si
Man Beng. Untuk ini, kalau kelak ada pertanyaan,
mudah saja baginya untuk membela diri. Dia akan
menyatakan bahwa karena Cin Cin tidak mau
diajak kesana, terpaksa dia menyerahkan kepada
orang lain yang berbalk hati untuk merawat dan
mendidik Cin Cin. Dan dia tidak berbohong karena
memang Cin Cin tidak mau diajak melanjutkan
perjalanan berkeras ingin pulang mencari ibunya.
Ke dua, dia akan menerima uang yang banyak.
Sudah ada uang yang dite rimanya dari kakek Coa
Song, kini ditambah seratus duapuluh lima tail.
Dia menjadi kaya! Tentu saja dia menganggap
demikian karena dia memang selama hidupnya
bellum pernah memegang uang sebanyak itu. Dia
membayangkan menjadi pedagang yang berhasil
dengan modal itu, hidup senang di te mpat lain,
hidup baru dan mungkin dia akan mengambil
seorang wanita untuk menjadi isterlnya. Yang
secantik Sui Su, selembut dan sehangat Sui Su!
Dan hidupnya akan berbahagia. Lamunan ini yang
membuat dia tidak dapat tidur. Sebetulnya, dia

merasa kasihan kepada Cin Cin. murid keponakan
yang sudah dekat dengan dia sejak kecil itu. Akan
tetapi, akan le bih menyedihkan lagi kalau Cin Cin
diajak pulAng ke Ta-bun-cung. Ayahnya sudah
te was dan ibunya dilarikan penjahat! Lebih baik
Cin Cin hidup dekat Cia Ma dan te rutama dekat
Sui Su yang demikian lembut dan ramah. Tentu ia
akan menjadi seorang gadis yang cantik dan
bahagia kelak! Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cin Cin
sudah bangun, dan ia sudah menghampiri pembaringan Lai Kui dan menggoyang pundak
orang itu. "Susiok. bangun! Susiok...... cepat bangun!"
Belum ada dua jam Lai Kun dapat tertidur dan
te ntu s aja ia terkejut ketika pundaknya diguncang.
Ia te rbangun dan bangkit duduk, memandang anak
itu "Susiok, mari kita berangkat. Pulang!'
"Hemm, nanti dulu, Cin Cin. Aku mempunyai
kabar yang baik sekali."
Anak Itu mengerutkan alis nya dan menatap
tajam, penuh curiga. "Kabar baik a pa, Susiok" Aku
ingin pulang dan mencari ibu!"
"Justeru ini kabar mengenai ibumu Cin Cin.
Semalam aku berjalan-jalan dan aku mendengar
te ntang ibumu." Wajah anak itu berseri dan pandang matanya
penuh ketegangan. "Benarkah itu, paman" Di
mana ibu?" 
"Sabarlah, Cin Cin. Aku baru mendengar
beritanya saja semalam dari orang-orang yang
kupercaya. Katanya mereka melihat ibumu yang
diculik oleh penjahat, di sekitar daerah ini....."
"Kalau begitu, mari sekarang juga kita ke sana,
Susiok!" "Ahh, bagaimana mungkin mengajakmu, Cin
Cin" Ka utahu, penjahat itu berbahaya sekali. Aku
harus menyelidikinya sendiri. Mungkin aku harus
menyerang penjahat itu untuk menyelamatkan
lbumu Karena itu, untuk satu hari saja engkau
akan kutitipkan kepada orang-orang yang kupercaya itu." "Engkau pergilah sekarang juga menolong ibuku,
susiok. Aku akan menunggumu di sinil"
"Aih, mana bisa begitu" Kalau penjahat itu tahu
engkau pute ri ibumu, mungkin engkau akan
diculiknya pula untuk memaksa ibumu! Tidak,
sebaiknya engkau kutitipkan di rumah te mante manku itu, agar hatiku tenang, ada yang
menjagamu" "Aku di sini saja! Aku tidak mau di tempat lain!"
Cin Cin berkeras. "Hemm, Cin Cin! Kenapa engkau selalu rewel
dan tidak menurut kata-kataku. Aku harus
melindungimu, bagaimana aku dapat meninggalkanmu seorang diri ditempat umum
begini" Tidak, kalau engkau tidak mau kutitipkan
kepada orang-orang yang kupercaya, akupun
te rpaksa tidak berani pergi meninggalkanmu. Aku
tidak akan menyelidiki keadaan Ibumu!"

"I h, jangan begitu, Susiok! Apakah Susiok te ga
membiarkan ibu di tangan penjahat" Baiklah, aku
akan menunggu di rumah te man-te manmu. Akan
tetapi siapakah mereka" Bagaimana Susiok yang
baru saja tiba di sini dapat mempunyai temante man baik di sini?"
"Hemm, anak ini cerdik luar biasa. Aku harus
berhati-hati, demikian pikir Lai Kun. "Me mang
baru semalam aku bertemu dengan mereka. Dan
mereka itulah yang memberi kabar te ntang ibumu
itu kepadaku. A ku berte mu dengan seorang wanita
di rumah makan. Me lihat aku murung, ia bertanya
dan kami bercakap-cakap. Dan iapun memberi
kabar tentang ibumu itu. Kau bisa bertanya sendiri
padanya kalau bertemu dengannya."
"Seorang wanita" Ah, aku mau pergi ke sana.
Mari sekarang juga kita pergi Susiok, agar engkau
dapat segera mencari ibuku."
Lai Kun lalu berkemas, membayar sewa kamar,
kemudian mengajak Cin Cin pergi ke rumah
pelesir. Ang-hwa. Pagi hari itu, rumah itu sunyi
tidak ada tamu berkunjung, dan para gadis
penghibur juga enggan keluar dari kamar di mana
mereka masih tidur kelelahan. Akan te tapi Sui Su
sudah berdandan rapi dan menunggu di ruangan
depan. Begitu Lai Kun muncul bersama Cin Cin
wanita Itu lalu menyambut dengan sikap ramah
sekali. "Aih, Lai-toako. Pagi benar engkau datang!"
katanya. "Dan anak ini, siapakah ia" Anak yang
baik, mari, duduk di sini, dekat bibi."

"Nona Sui Su, aku datang pagi-pagi untuk
menitipkan murid keponakanku ini di sini, untuk
sehari saja. Aku akan segera menyelidiki tentang
isteri suhengku itu. Dan anak ini bernama Kam
Cin, panggilannya Cin Cin, la puterl mendiang
suheng." "Aihh, Jadi Inikah yang kaucerita kan semalam"
Kasihan sekali. Baiklah biar di sini la menunggu
kau. Aku akan menjaganya baik-baik. Engkau
cepat cari Ibu anak Ini, toako. Kasihan sekali"
Pada saat Itu, Cia Ma muncul. Wanita yang
gembrot ini mengamati Cin Cin dengan penuh
selidik dan agaknya ia merasa puas. Ia tersenyum
dan berkata "Ah, kiranya tuan Lai Kun yang datang. Selamat
pagi! Dan siapa anak ini?" Ia mendekat dan
mengelus kepala Cin Cin dengan sikap menyayang.
"Anak manis siapa namamu?"
Cin Cin merasa senang. Orang-orang di sini
ramah, pikirnya. "N amaku Cin Cin!"
Lai Kun lalu berkata kepada Cin Cin "Cin Cin,
engkau di sini dulu, ya' Tunggu aku sehari di sini,
setelah berhasil aku akan menje mputmu "
"Cin Cin, mari main-main di dalam! Engkau
belum makan pagi, bukan" Ada bubur ayam di
dalam, enak sekail mari kita makan minum di
dalam, biar paman gurumu mencari ibumu. Mari,
anak manis!" Cia Ma menggandeng tangan anak itu
dan Cin Cin bangkit dari tempat duduknya. Akan
tetapi sebelum masuk, la menoleh kepada Susioknya 
"Susiok, berhasil atau tidak, aku menunggumu
sampai sore. Kalau sampai malam nanti engkau
tidak datang, aku akan mencari sendiri!" katanya
dengan nada mengancam. Lai Kun mengangguk
dan lapun keluar bersama Sui Su yang membawa
buntalan berat. Sui Su menyerahkan uang seberat seratus
limabelas tali perak dan berkata, "I ni seratus
limabelas, sudah kupotong sepuluh tail seperti
yang kau janjikan dan harap engkau suka
menandatangani surat penyerahan ini."
Lai Kun membaca surat itu yang mengatakan
bahwa dia menyerahkan anak bernama Kam Cin
kepada Cia Ma dengan Imbalan uang sebanyak
duaratus tail perak dan bahwa sejak saat itu dia
tidak boleh menemui Cin Cin, apa lagi mengajaknya pergi karena Cin Cin telah menjadi
anak angkat Cia Ma! "Dua ratus tail?" tanyanya dengan heran.
Sui Su te rsenyum manis. "Aih seperi engkau
tidak tahu saja urusan dagang, toako Dengan surat
ini, andaikata ada orang yang mau menebus Cin
Cin maka Cia Ma tentu saja menghendaki
keuntungan." Lai Kun percaya, apa lagi dia sudah merasa puas
dengan jumlah yang di te rimanya. Hanya te ntu
saja dia tidak menyangka bahwa yang tujuhpuluh
lima tail merupakan bagian Sui Su yang mencatut
harga itu! Karena dalam surat itu tidak diutarakan
jual-bell maka diapun dapat pergi dengan hati
ringan. Dia tidak menjual Cin Cin. melainkan
menyerahkan kepada orang yang akan dapat

merawatnya dengan baik. Dia tidak menjual, hanya
menyerahkan dan dia menirma imbalan, bukan
hasil penjualan! Demikian dia menghibur diri
sendiri dan diapun cepat pergi meninggalkan
rumah pelesir itu, dan langsung rneninggalki kota
Ji-goan! "Aku harus pergi dari sini! Sekarang juga!" kata
Cin Cin pada keesokan harinya, setelah malam tadi
Cia Ma dan Sui Su berhasil membujuknya untuk
meliwati semalam itu. Cin Cin sudah marah-marah
dan semalam hampir tidak tidur. Maka pagi-pagi la
te rbangun, langsung la menanyakan apakah
paman-gurunya sudah kembali. Ketika dijawab
belum, la lalu marah dan nekat untuk meninggalkan te mpat itu, membawa buntalan
pakaiannya. "Cin Cin, anak baik, engkau hendak pergi ke
mana" Engkau tidak membawa bekal uang, dan
perjalanan amat jauh!" Sui Su mencoba untuk
membujuk. "Semua uang dibawa oleh Susiok! Aku sekarang
tahu, dia pasti menipuku! Aku tidak sudi bersama
dia lagi. Aku mau pulang, aku mau mencari ibu!"
kata anak itu sambil mengenakan sepatunya dan
setelah mengikat buntalan pakaian di punggungnya, la lalu bergegas hendak keluar dari
pintu kamarnya. "Tidak, engkau tidak boleh pergi!' Sui Su kini
tidak sabar lagi. Bagaimanapun juga, tentu saja
anak Ini tdak boleh pergi.Ia sudah menyimpan
delapanpuluh lima tali sebagal keuntungan nya! Ia

kini memegang lengan anak itu untuk menahannya. "Bibi Sui Su, le paskan aku! Aku mau pergi dan
siapapun tidak boleh menahan dan menghalangiku!" Cin Cin membentak marah.
"Cin Cin, engkau tidak boleh pergi sebelum
paman gurumu kembali! Dia menitipkan engkau di
sini. Kami bertanggung-jawab dan harus menahanmu di sini sampai dia kembali. Engkau
tidak boleh pergi!" kata Sui Su dan pegangan pada
le ngan anak itu semakin kuat.
"Bibi Sui Su, sekali lagi. lepaskan aku. Engkau
sudah bersikap baik jangan membuat aku marah
dan menganggap engkau Jahat!"
"Cin Cin, engkaulah yang jahat kalau memaksa
pergi. Kami bertanggung-jawab dan harus menahanmu di sini." Kini Cin Cin memandang marah. "Bagus!
Agaknya bibi bersekutu dengan susiok untuk
menahanku di sini, ya?" Tiba-tlba Cin Cin menarik
tangannya yang memegang kuat sehingga Sui Su
mengerahkan tenaga menahan dan menarik.
Mendadak Cin Cin memutar le ngannya dan
mendorong! Karena-saat Itu. Sui Su sedang
mempertahankan dan menarik, maka dorongan
yang tiba-tiba itu membuat ia te rje ngkang dan
te rhuyung, pegangannya terlepas!
Cin Cin yang sejak kecil sudah dilatih I lmu silat
oleh mendiang ayahnya itu, segera meloncat ke
arah pintu untuk melarikan diri. Akan te tapi tibatiba di pintu muncul Cia Ma. Tubuhnya yang

gembrot memenuhi pintu sehingga Cin Cin tidak
dapat keluar. "Eh, anak manis. Engkau hendak pergi ke
manakah?" tanya Cia Ma sambil mengembangkan
kedua le ngannya sehingga makin penuhlah lubang
pintu itu. "Cia Ma, biarkan aku pergi dari sini! Susiok Lai
Kun menipuku!" kata Cin Cin dengan sabar karena
sejak kemarin nenek gendut itu bersikap amat baik
dan ramah kepadanya. "Cia Ma, tahan anak itu! Ia hendak memaksa
melarikan diri!" Sui Su yang tadi terjatuh dan
pantatnya te rbanting agak keras di atas lantai
sehingga terasa nyeri, kini merangkak bangun dan
berte riak kepada Cia Ma.
"Ehh" Cin Cin, engkau tidak boleh pergi dari
sini! Engkau sudah menjadi anak angkatku.
De ngar, engkau sudah jadi anakku. Tempat
tinggalmu disini dan engkau tidak boleh pergi dari
sinl!" kata Cia Ma, kini tidaklagi manis dan lembut
melainkan keras karena la tahu bahwa sekarang
saatnya menggunakan kekerasan untuk menakutnakuti Cin Cin. Akan te tapi ia salah besar kalau hendak
menakut-nakuti anak perempuan berusia lima
tahun itu. Melihat sikap dan mendengar ucapan
Cia Ma, Cin Cin membelalakkan matanya dan
mengepal tinjunya. "Ah, kiranya engkaupun
bersekongkol dengan suslok, nenek gendut Siapapun tidak boleh menahanku disini!" Dan
lapun menerjang nenek itu, kakinya menendang.

"Tukk!" Sepatunya menendang te pat mengenai
tulang kering kaki kiri Cia Ma.
"Aduh h.....aduh, aduhh....... anak setan ......aduhh.....!" Cia Ma berjingkrak dengan kaki
kanannya sambil berusaha mengelus atau memegang kaki kiri dengan kedua tangannya yang
agaknya terlalu pendek. "Minggir kau!" Cin Cin membentak dan ia
menyeruduk ke depan, menggunakan pundaknya
untuk menerjang nenek yang sedang berjingkrak
dengan sebelah kaki itu. "Aughhh..... brukkk.....!" tentu saja Cia Ma
te rjatuh, terpelanting dan pinggulnya yang besar
itu menimpa meja tepat pada ujung meja segi
empat yang runcing. Melihat kesempatan ini, Cin
Cin lari keluar dari dalam kamar itu.
"Cin Cin, jangan lari!" teriak Sui Su sambil
mengejar. Dari ruangan luar menerobos masuk dua orang
laki-laki yang usianya sekitar empatpuluh tahun,
bertubuh tinggi besar dan bersikap garang. Mereka
adalah dua orang tukang pukul yang dipelihara
oleh Cia Ma. Mereka mendengar teriakan majikan
mereka, maka mereka la-i l ke dalam. Melihat
mereka, Cia Ma berteriak-teriak.
"Tangkap anak itu! Tangkap, jangan sampai ia
lari!" Dua orang laki-laki itu segera menghadang di
te ngah jalan. "Mlnggir!" te riak Cin Cin berani dan
menerjang di antara dua orang laki-laki itu. Akan
tetapi, dua orang tukang pukul itu te rtawa,

Disangkanya ada bahaya, tidak tau hanya hanya
seorang anak perempuan kecil yang hendak
melarikan diri! Seorang di antara mereka, yang
brewok dan bermuka hitam, menggerakkan tangan
kiri dan sekali cengkeram, dia sudah menangkap
punggung baju Cin Cin dan begitu tangannya
diangkat keatas, tubuh Cin Cin tergantung di
udara! "Lepaskan aku, kau babi hitam! Lepaskan aku!"
Cin Cin meronta-ronta dan memaki-maki, kakinya
mencoba untuk menendang-nendang, kedua tangannya mencakar dan memukul.
"Ha-ha-ha-ha-ha! " Laki-laki ke dua yang
bermuka bersih dan pucat kekuningan te rtawatawa melihat anak perempuan itu memaki-maki
te mannya dengan sebutan babi hitam!
Si muka hitam mulai marah. Bukannya karena
makian itu, akan te tapi juga karena Cin Cin
menendang, mencakar memukul, bahkan mencoba
untuk menggiglt le ngnnnya dan meludah ke arah
mukanya! "Eh-eh, anak setan, anak liar. Engkau minta
ditampar, ya?" Tangan kanannya yang le bar sudah
siap untuk memukul dengan tamparan.
"Heii, Hek-gu (Kerbau Hitam), Jangan pukul
anakku! Awas kau, kalau berani memukulnya!" Cia
Ma mengancam muka hitam sambil terseok-seok la
menghampiri karena pinggulnya te rasa nyeri.
"Ah, tidak. Cia Ma, aku hanya menakut-nakuti
Habis , ia liar sekali" kata si muka hitam yang
berjuluk Kebau Hitam itu.

"Kau, Kerbau Hitam, Anjing Hitam, Babi Hitam,
le paskan aku!" kembali Cin Cin meronta-ronta
dengan marah. Anak ini memang memiliki keberanian luar biasa. Melihat ini, Cia Ma
mengerutkan alisnya. Celaka, pikirnya. Ia sudah
mengeluarkan uang duaratus tali perak dan
memang anak ini mungil sekail, kelak pasti
menjadi seorang gadis cantik yang menjadi sumber
keuangan besar baginya. Akan te tapi sungguh
tidak disangka, anak ini memiliki watak yang
demikian keras dan bandel, sukar diurus. Harus
dipergunakan kekerasan untuk anak sebengal ini. .
"Sekap ia dalam kamarnya. Jaga jangan sampai
dapat lari. Kalau perlu, Ikat kakinya dengan
rantai!" Cin Cin tidak dapat meronta pula karena kedua
kaki tangannya diikat dengan sabuk dan ia
dilempar ke atas pembaringan dalam kamarnya. Ia
melotot, memakl-maki, akan te tapi tidak mampu
meronta lagi. Anak ini memang bandel bukan main
dan juga amat tabah. Dalam keadaan seperti itu, la
tidak pernah menangis, hanya marah-marah dan
memaki-maki! Kalau Cia Ma tidak berpesan kepada
dua orang tukang pukulnya agar Jangan memukul
anak itu, tentu Hek-gu (Kerbau Hitam) dan Pek-gu
(Kerbau Putih) sudah menamparnya karena mereka dimaki-maki. Sampai habis suara Cin Cin dipakai memaki dan
berte riak-te riak. Juga kedua kaki tangannya terasa
nyeri dan lelah. Ia haus sekali, juga lapar, akan
tetapi ia tidak mau mengatakan penderitaannya
ini. Setelah tubuhnya le maa, ia mendiamkan diri

dan mencoba untuk tidur. Sementara itu, dua
orang tukangi pukul menjaga di luar pintu.
Ketika siang hari itu seorang wanita pelayan
datang mengantar makanan, Cin Cin tidak mau
makan, tidak mau minum dan tidak mau bicara,
hanya rebah dengan muka cemberut. Sebetulnya ia
menangis, akan tetapi tangisnya ditahan! dan
hanya kedua matanya saja basah, tidak ada
keluhan keluar dari mulutnya.
Ia merasa haus bukan main, dan lapar, dan
lelah. Akan tetapi semua itu ditahannya dan iapun
mengenangkan semua peristiwa yang terjadi
dengan diri nya. Biarpun ia baru berusia lima
tahun akan tetapi la seorang anak cerdas. Ia kini
yakin bahwa Susioknya, Lai Kun, telah menipunya.
Ia memang oleh Susioknya diberikan kepada Cia
Ma, dan kini entah ke mana perginya Susiok itu. Ia
marah kepada Susioknya. Akan te tapi iapun tidak
berdaya. Andaikata ia dapat kembali ke Ta-buncung, kepada siapa ia akan melaporkan perbuatan
susioknya itu" Kakek Coa Song telah tiada,
demikian pula ayah dan ibunya. Supeknya, Coa
Siang Lee juga te was dan isteri supeknya bersama
Thian Ki lenyap pula. Tidak, ia tidak dapat
melaporkan kepada siapapun. Akan tetapi yang
te rpenting sekarang adalah mencari jalan untuk
membebaskan diri dari kurungan ini. Akan te tapi,
sampai terasa pening kepalanya, anak itu tidak
dapat menemukan jalan. Ia disekap dalam kamar,
kaki tangannya diikat rantai, dan di depan
kamarnya ada dua orang jahat dan kejam itu
melakukan penjagaan secara bergiliran. Ia sungguh tidak berdaya. Ingin rasanya ia 
menangis, akan te tapi ditahannya. Ia demikian
benci kepada mereka semua sehingga tidak ingin
menyenangkan hati mereka dengan memperlihatkan kelemahannya! Sejak kecil, ayahnya menekankan perlunya sikap gagah bagi
seorang calon pendekar! '
Beberapa kali dalam sehari itu, Cia Ma
menjenguknya dari pintu dan bicara lirih dengan
penjaga. Dan nenek itu mengerutkan alis, menarik
napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.
Melihat nenek itu marah-marah dan kecewa, ada
perasaan lega yang merupakan hiburan di hati Cin
Cin. Setidaknya, ia mampu membalas dengan
membuat orang itu kecewa, pikirnya.
Malam itu, yang datang mengantar makanan,
selain seorang pelayan wanita itu juga ikut masuk
ke kamar itu Sui Su. Melihat wanita ini, Cin Cin
membuang muka. Biarpun selama ini Sui Su
memperlihatkan sikap baik kepadanya, namun
mengingat bahwa pertama kali susioknya membawanya ke situ yang menerima adalah Sui
Su, maka la menduga bahwa tentu wanita genit ini
ikut pula menjadi komplotan yang menipunya.
Sui Su duduk di te pi pembaringan Cin Cin
menggulingkan tubuhnya, menghadap dinding
membelakanginya. "Sstt......Cin Cin, aku mau
bicara denganmu. Penting untuk kebaikanmu
sendiri........" Cin Cin tidak perduli, atau setidaknya mengambil sikap tidak perduli walaupun kedua
telinganya dipasang baik-baik untuk 
memperhatikan apa yang akan dikatakan wanita
itu. "Anak baik, Jangan engkau bersikap seperti ini.
Engkau menyiksa dirimu sendiri.
Susiokmu bermaksud baik, menitip engkau di sini, dan kalau
engkau taat, tentu engkau akan diperlakukan
dengan baik, engkau akan dapat makan enak
setiap hari, dapat pakaian yang bagus-bagus, dan
engkau akan dihormati semua orang karena
engkau telah menjadi anak angkat Cia Ma."
"Aku tidak sudi! Lebih baik aku mati!" kata Cin
Cin ketus, akan tetapi kini ia membalikkan
tubuhnya untuk memandang kepada wanita itu.
"Hussh, Cin Cin, jangan begitu bodoh," bisik Sui
Su, "kalau engkau mati, berarti engkau akan
membikin gembira hati mereka yang membencimu.
Bodoh sekail " Kata-kata ini tepat sekali dan membuat Cin Cin
te rbelalak memandang kepada wanita itu. "Tapi........ aku tidak mau di sini. Aku tidak mau
menjadi anak Cia Ma. Aku ingin pulang, mencari
ibuku!" "Sssst ..jangan berteriak-teriak" bisik lagi Sui Su.
"Dengar baik-baik Cin Cin. Aku ingin menolongmu.
Kalau engkau berkeras, bagaimana mungkin dapat
lolos dari sini" Kalau engkau tidak mau makan
minum tubuhmu akan menjadi le mas, mungkin
akan sakit dan mati. Engkau harus makan minum
agar kuat dan mencari kesempatan untuk kelak
melarikan diri......"
"Apa......apa maksudmu, bibi...."

Senang rasa hati Sui Su. Sepanjang hari Cia Ma
hanya marah-marah saja te rutama kepadanya,
mengatakan bahwa ia merasa tertipu dengan
membeli anak itu. Tentu saja Sui Su merasa tidak
enak hati, apa lagi mengingat bahwa ia memperoleh keuntungan banyak dalam jual beli
anak itu. Sui Su diam-diam merasa kasihan
kepada Cin Cin. I a teringat akan nasibnya sendiri.
lapun dahulu dijual oleh ayah ibunya yang melarat
kepada Cia Ma, ketika la berusia lima tahun. la
dirawat, dipelihara dan dididik menjadi pelacur
oleh Cia Ma. Setelah ia dewasa, ia dijual oleh Cia
Ma, diperas habis-habis walaupun ia dapat hidup
dalam kemewahan. Kini, setelah memperoleh
banyak uang karena jual beli Cin Cin, ia ingin
berdikari, ingin kembali ke dusun dan dengan
modalnya itu la dapat hidup tanpa harus menjual
dirinya. Ia merasa kasihan kepada Cin Cin, maka
sambil berusaha untuk meredakan kemarahan Cia
Ma dengan membujuk Cin Cin, iapun ingin
memberi jalan dan nasehat bagi anak itu agar
kelak dapat melarikan diri sebelum te rjeblos seertl
yang dialaminya. "Cin Cin," kata Sui Su berbisik sambil berlagak
mellrik ke luar seolah-olah ia tidak ingin suaranya
te rdengar oleh tukang pukul yang berjaga diluar
"Engkau harus pura-pura mentaati dan menjadi
anak yang baik di sini. Engkau menjaga kesehatanmu dengan makan yang cukup, tidur
yang cukup dan seolah-olah menikmati
kehidupan di sini. Dengan sikapmu itu, lambat
laun tentu Cia Ma akan percaya kepadamu. Nah,
kalau engkau sudah mendapat
kepercayaan 
sehingga tidak lagi dikeram, tidak lagi dijaga, dan
mendapat kebebasan, pada suatu hari yang baik
kalau ada kesempatan engkau te ntu akan dapat
melarikan diri dengan mudah. Bukankah ini akal
yang baik sekali" Kalau kita
tidak dapat menggunakan kekerasan, kita harus menggunakan
akal, anak yang manis."
Wajah anak itu semakin cerah dan pun
te rsenyum sambil menganggukkan "Engkau benar,
bibi, engkau benar, te rima kasih. Aku harus
bersabar menggunakan akal itu....." katanya lirih.
"Bagus, nak aku akan menyuruh mereka
melepaskan ikatan kaki tanganmu dan engkau
harus berlagak penurut, superti seekor anak
harimau yang memakai bulu domba. 'perumpamaan itu menyenangkan hati Cin Cin. Ia
anak harimau! Akan te tapipi demi keselamatannya, ia harus mengenakan bulu domba. I a mengangguk-angguk maklum.
Sui Su menoleh ke pintu dan berteriak kepada
Pek-gu yang kebetulan berjaga di situ, menggantikan He k-gu "heii paman lPek-gu. Tolong
kau le paskan rantai-rantai ini. Cin Cin kini sudah
mengerti dan ia tidak akan memberontak lagi"
Pek-gu memasuki kamar dan memandang
kepada Cin Cin. "Benarkah" Anak setan ini tidak
akan memaki-maki dan meronta lagi ?"
Sepasang mata Cin Cin mengandung api
kemarahan dan hampir saja ia memaki lagii kalau
saja Sui Su tidak cepat merangkulnya. "Paman,
hati-hatilah dengan omonganmu. Ingat, ia ini
adalah Cing Siocia (nona Cing), puteri Cia Ma.

Engkau harus menghormatinya kalau tidak ingin
dimarahi Cia Ma!" Pek-gu menghampiri Cin Cin dan melepaskan
rantai-rantai yang mengikat kaki dan tangan anak
itu. Melihat anak itu diam saja tidak meronta dan
tidak mengeluarkan suara, Pek-gu yang berwajah
putih pucat kekuningan itu te rsenyum.
"Nah, begini baru anak baik, tidak membikin
repot orang. Nona kecil, engkau kelak tentu akan
menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan hidup
serba kecukupan dan senang seperti nona Sui Su.
Lihat, nona Sui Su ini cantik sekali, bukan" Eh,
nona Sui Su. Sekali-kali perbolehkan aku bermalam di kamarmu! Bukankah kita sudah lama
menjadi rekan sekerja di sini?"
Sui Su tersenyum mengejek. "Sudah terlalu
banyakkah uangmu, paman" Setahuku, semua,
uangmu kau ha biskan di meja Judi!"
"Aih, sesama rekan masa pakai uang segala?"
"Enaknya! Sudah, keluar sana dan jangan
ganggu kami. Nona Cin harus makan sekarang."
Sui Su mengusir tukang pukul Itu yang keluar
sambil menyeringai, biarpun menjadi pelacur,
mereka yang anak angkat Cia Ma menang
dihormati orang karena Cia Ma yang galak itu
selalu melindungi anak-anaknya.
Oleh bujukan Sui Su, Cin Cin mau makan dan
minum. Baru te rasa olehnya betapa lapar dan
hausnya, sehingga ia makan dengan gembul,
dite mani Sul Bu yang melayaninya dengan sabar.
Setelah makan kenyang, muncullah Cia Ma. Ia

sejak tadi sudah diberitahu dan mengintip. Girang
sekali ia melihat Sui Su berhasil membujuk Cin
Cin. Tadi, Sui Su berkata kepadanya bahwa ia
akan membujuk Cin Cin dengan halus, dan kalau
berhasil, la minta diijinkan untuk mengambll cuti
selama seminggu karena ia hendak pulang ke
dusun menengok keluarga di dusun, walaupun
kini ayah dan ibunya sudah tiada. Cia Ma
menyanggupi, akan memberi ijin itu kalau benar
Sui Su berhasil. Nenek ini sudah terlalu pusing
melihat sikap Cin Cin dan ia membayangkan
uangnya yang dua ratus tail perak itu!
Cin Ma memasuki kamar itu dengan wajah
berseri "Aduh, anakku yang baik ana kku yang
manis. Cin Cin, engkau sudah suka makan dan
minum. Bagus, aku datang membawakan pakaian
yang bagus-bagus untukmu, nak!"
Cin Cin mengerling kepada Sui Su yang berkedip
kepadanya. Biarpun ia merasa tidak senang
kepada nenek gembrot itu, namun ia menahan
perasaannya, teringat akan nasihat Sui Su tadi. la
harus bersikap penurut dan manis memperoleh
kepercayaan sehingga kelak dengan mudah ia akan
dapat melarikan diri. Maka, ketika buntalan
pakaian yang serba indah itu dibuka, Iapun
memaksakan diri untuk te rsenyum dan memperihatkan muka girang
De mikianlah, Cin Cin yang biar berhati keras
namun amat cerdik ia bersikap penurut dan ia
mau saja ketika disuruh belajar menulis dan
menyulamm, melukis , bahkan bernyanyi , menari,
dan menabuh yang-kim (gitar) dan suling. Iapun

acuh saja ketika pada suatu hari Sui Su berpamlt
kepadanya, katanya hendak cuti seminggu untuk
menengok keluarganya di dusun.
"I ngat, jangan lari sebelum mendapat kesempatan yang baik sekail, karena kalau engkau
te rtangkap lagi, tentu akann dlperlakukan dengan
buruk ," demikian nasihatnya kepada Cin Cin.
dengan suara bisik bisik Benar saja seperti yang dikatakan Sui Su,
setelah Cin Cin bersikap taat dan penurut, Cin Ma
bersikap lembut dan manis kepadanya, bahkan
memanjakanya. Apa lagi ketika ia melihat betapa
Cin Cin amat cerdas. Segala yang diajarkan kepada
anak itu, sebentar saja dapat dikuasainya. Dalam
waktu setahun saja, anak Itu sudah pandal
meniup suing, bermain yang-kim, bahkan menari.
Juga dalan hal ilmu baca tulis , karena memang
tadinya ia sudah mendapat pelajaran dari orang
tuanya, ia maju pesat Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Cin Cin sudah
menyelinap keluar dari rumah itu. Biarpun ia
masih kecil, namun karena setiap hari melihat
wanit wanita muda dan cantik bersenda-gurau
dengan kaum pria, ia sudah dapat meraba bahwa
para wanita itu tidak mengenal rasa malu dan
menyebalkan sekali. Ia makin tidak betah dan
setelah mendapatkan kepercayaan dan kebebasan,
maka pada pagi hari itu iapun menyelinap luar
ketika semua orang belum bangun tidur. Malam
tadi ia telah mempersiapkan segalanya. Membawa
pakaian untuk bekal, dibuntalnya, juga meloloskan perhiasan yang diberikan Cia Ma

kepadanya juga dimasukkan ke dalam buntal
untuk bekal biaya perjalanannya. Tentu saja ia
tidak ingat lagi jalan pulang ke Ta-bun-cung. Yang
diingatnya hanyalah bahwa ketika ia melakukan
perjalanan bersama Susiok-nya, mereka berjalan
te rus ke barat. Maka kini la tahu bahwa ia harus
menuju ke timur, menyusuri tepi sebelah utara
dari Sungai Hua ho untuk kembali ke dusunnya.
Pada waktu itu, pergantian pemerintahan dari
dinasti Sui ke dinasti Tang baru berjalan kurang
le bih tiga tahun saja. Keamanan belum pulih,
te rutama sekali di luar kota raja Lok-yang
Pemerintah baru belum sempat mengatur daerah
daerah dan belum membentuk pasukan keamanan
untuk mengamankan kota-kota dan dusun-dusun.
Biarpun kota Ji-goan masih termasuk daerah Lokyang, namun pemerintahan di daerah itupun
belum lancar benar sehingga keamanannya masih
buruk. Para penjahat masih merajalela, melakukan
pemerasan di sana sini, perampokan dan gangguan
te rhadap rakyat. Jaminan keamanan dari pemerintah belum lancar benar dan hampir setiap
hari terjadi kejahatan. Cin Cin sama sekali tidak tahu akan hal ini.
Selama ini ia merasa aman semenjak melakukan
perjalanan bersama susioknya karena Susioknya
adalah murid He k houw-pang yang memiliki
kepandaian cukup tangguh. Apa lagi ketika ia
berada dalam rumah besar Cia Ma, la tidak pernah
keluar tanpa pengawalan. Di dalam rumah itu yang
ada hanya kemewah dan pesta, maka ia selalu
merasa aman. Dalam pikiran anak berusia enam
tahun itu te ntu saja belum mengerti tentang

kejahatan manusia yang kadang melebihi kekejaman mahluk apapun juga binatangpun tidak
sekejam manusia, dan hukum yang berlaku adalah
siapa kuat dia menang dan siapa menang dia
berkuasa, lalu siapa berkuasa dia selslu benar !
Sepagi itu selagi kota Ji-goan belum bangun, 
seorang anak perempuan berusia enam tahun
melakukan perjalanan seorang diri, membawa
buntalan besar tentu saja segera menarik perhatian orang yang kebetulan bertemu dengan
Cin Cin. Kalau yang bertemu dengannya itu orang
atau penduduk biasa, tentu orang itu hanya
merasa heran saja. Akan tetapi, sebelum ia keluar
dari pintu gerbang kota Ji-goan, di sebuah lorong
yang membelok, tiba-tiba saja ia berhadapan
dengan seorang laki-laki kurus kering yang
pakaiannya penuh tumbalan seperti je mbel. Lakilaki itu berusia sekitar tiga puluh tahun dan
matanya liar seperti mata maling. Ketika ia melihat
Cin Cin, anak perempuan yang membawa buntalan
besar, sedangkan di sekitar situ belum ada rumah
yang membuka daun pintu, belum nampak ada
orang di jalan. dia lalu menyeringai dan menghadang di depan Cin Cin.
"Aih, anak manis, engkau hendak kemanakah
seorang diri di pagi buta ini ?"
Tanpa menyangka buruk, Cin Cin menjawab,
"Aku hendak keluar kota dan pergi ke timur......"
Sebelum anak itu habis bicara, tahu-tahu orang
itu sudah menyambar dan merenggut le pas
buntalan di punggung Cin Cin. Tentu saja anak itu
te rkejut dan marah sekali.
"Hei! Kembalikan buntalanku!" teriaknya dan
Cin Cin mencoba untuk meraih dan merampas
kembali. Akan te tapi orang itu sambil menyeringai
memegang bunntalan dengan tangan kiri tlnggltinggi di atas kepala sehingga te ntu saja Cin Cin
tidak mampu meraihnya. "Bukk!" Tangan kecil itu kini memukul mengenai
lambung orang kurus yang merampas buntalannya
"Kembalikan buntalanku, keparat!" ia memaki.
"Ehh......?" Laki-laki itu merasa nyeri terpukul
lambungnya dan diapun marah. "Anak setan, kau
ingin mampus?" "Kembalikan buntalanku" Cin Cin kembali
menerjang dengan pukulan kedua tangan. Akan
tetapi sekali ini, laki laki yang sedikit banyak
pernah belajar silat itu dapat mengelak, kemudian
dari samping, kakinya menendang, keras sekali.
"Bukk.....!" dada Cin Cin bagian samplng kena
dite ndang dan anak itupun te rje ngkang dan
te rbanting jatuh. "Hei, A-kew, ada apakah?" tiba-tita muncul
seorang laki-laki lain, juga pakaiannya penuh
tambalan dan tubuhnya agak pendek, mukanya
bulat dan kotor. Si kurus yang dipanggil A-kew itu sibuk
membuka buntalannya. "Wah, makanan empuk. Acauw, lihat, pakaian bagus bagus dan ada
perhiasan emas pula. Wah pesta sekali ini aku!"
"Hussh, engkau tidak melihat sesuatu yang lebih
berharga lagi, A-kew?"

"Apa maksudmu?"
"Lihat itu!" Si pendek itu menuding kearah Cin
Cin yang masih rebah setengah duduk sambil
menyeringai kesakitan. Napasnya menjadi sesak
te rkena tendangan tadi "Anak itu cantik sekali!"
"Ha-ha, A-cauw, mata keranjangmu tidak ketulungan lagi rupanya! Anak itu paling banyak
baru enam tahun usianya, untuk apa" Ha-ha!"
"Hussh, dasar engkau yang tolol! Anak perempuan cantik itu akan mendatangkan uang
sedikitnya duapuluh atau tigapuluh tali perak!"
Mata Akew yang sipit itu agak melotot, "Ehh"Apa maksudmu?" "Dasar bodoh, tetap tolol! Setiap orang majikan
rumah pelesir akan suka membelinya. "
"Ah, benar! Aku sampai lupa karena kegrangan
mendapatkan pakaian bagus dan perhiasan ini.
Mari kita tangkap anak ini, kita bawa kepada
rumah pelesir te ntu diterima."
"Lebih baik ke rumah pelesir Ang-hwa, Cia Ma
suka sekali membeli anak-anak yang cantik." Dan
si pendek it menghampiri Cin Cin
Mendengar percakapan mereka, wajah Cin Cin
menjadi pucat. Percuma melarikan diri. Melawan
seorang saja dari mereka, ia kalah, apa lagi
dikeroyok dua. Maka iapun menjatuhkan diri
berlutut setelah tadi mencoba bangun.
"Paman-paman yang baik, kasihanilah aku..jangan bawa aku kepada Cia Ma.." Ia
memohon. 
Dua orang itu s aling pandang. "Eh Engkau anak
kecil sudah mengenal Cia Ma?" tanya Akew.
"Ha, aku tahu. Engkau te ntu lari dari rumah Cia
Ma, bukan?" kata Acauw.
Cin Cin tidak mampu membantah " Benar,
paman. Aku lari karena aku hendak mencari
ibuku. Bebaskanlah aku, buntalan itu untuk
kalian, akan tetapi jangan bawa aku kembali ke
sana" "Pelarian dari Cia Ma?" Akew beseru. "Celaka
benar. Cia Ma memelihara jagoan-jagoan seperti
He k-gu dan Pek gu, kalau mereka tahu aku yang
mengambll buntalan ini, remuk kepalaku. Bagaimana baiknya ini."
"Jangan khawatir, te nang saja, Akew. Kita
kembalikan anak ini kesana berikut buntalannya.
Tentu kita akan mendapatkan hadiah yang
mungkin tidak kalah bes arnya."
"Baiklah," kata Akew agak kecewa karena
tadinya dia sudah merasa beruntung sekali. Dia
tidak berani main-main te rhadap Cia Ma yang
te rkenal galak dan memiliki banyak tukang pukul
yang lihai dan kejam itu.
Mendengar percakapan kedua orang itu, Cin Cin
menjadi putus asa dan timbul kemarahannya.
"Jahanam, kiranya kalian berdua juga hanya
manusia-manusia keparat!" serunya dan iapun
meloncat berdiri dan menyerang kalang kabut!
Dua orang laki-laki dewasa yang sudah biasa
berkelahi dan menggunakan kekerasan itu, tentu
saja memandang rendah anak berusia enam tahun.

Akan tetapi karena Cin Cin nekat, bergerak dengan
ilmu silat sebisanya, mencampur gerakan itu
dengan menendang, memukul, mencakar, bahkan
menggigit, dua orang itu menjadi repot.
"Wah wah, anak ini seperti seekor anak
harimau" te riak Akew, meringis karena lengannya
kena dicakar sampai berdarah.
"Tangkap kedua le ngannya, biar kuikat dengan
sabukku!" kata Acauw.
Akew berhasil menangkap kedua pergelangan
tangan Cin Cin dan Acauw mengikatnya dengan
sabuk kain. Cin Cin ronta-ronta, menendang dan
memaki. "Lepaskan aku, kalian dua anjing kotor! Lepaskan, babi busuk!"
"Wah, wah, anak ini benar-benar seperti iblis
kecil!" kata Acauw. "Mari kita bawa setan kecil ini kepada Cia Ma"
De mikianlah, usaha Cin Cin melarikan diri gagal
sama sekali. Ketika Cia Ma menerimanya kembali
dari dua orang je mbel itu, ia marah sekali kepada
Cin Cin. Juga ia berterima kasih kepada dua orang
je mbel yang segera diberinya imbalan yang cukup
memuaskan hati mereka. "Buka bajunya, la harus menerima hukuman"
kata Cia Ma dan ia sendiri yang mencambuki
punggung Cin Cin sampai tangannya terasa letih
dan anak itu terkulai pingsan dengan kulit
punggung pecah-pecah. Lalu ia menyuruh pembantunya mengambil obat dan setelah Cin Cin

siuman, dengan tangannya sendiri Cia Ma mengobati dan mengoles obat yang mendatangkan
rasa dingin dan nyaman di kulit punggung yang
pecah-pecah itu. Cin Cin tidak menangis, hanya
meringis menahan sakit dan mendesis saja, atau
menggigit bibirnya. "Engkau ana k nakal, engkau tidak mee ngenal
budi. Bukankah selama setahun aku selalu
bersikap baikkepadamu" memberimu makan, pakaian dan mendatangkan guru-guru kesenian
untuk mendidikmu. Akan te tapi apa balasanmu"
Engkau malah hendak melarikan diri! Begitu tega
engkau menyakitkan hati Cia Ma-ma!" bujuk Cia
Ma dengan suara lembut. Cin Cin adalah seorang anak yang cerdik Ia tahu
bahwa percuma saja mempergunakan kekerasan.
Cia Ma mempunyai banyakk tukang pukul yang
kuat dan kalau la melawan dengan kekerasan,
akhirnya ia sendiri yang akan menderita, sayang
bahwa Sui Su tidak berada lagi situ sehingga ia
kehilangan seorang sahabat yang benar-benar
menyayanginya. Ia teringat akan nasihat Sui Su.
Akan le bih menguntungkan kalau ia pura-pura
menurut dan patuh kepada Cia Ma sehingga selain
memperoleh segala macam didikan dan kehidupan
mewah. Juga memperole h kebebasan. "Akan tetapi,
jangan sampai engkau masih berada disini kalau
engkau sudah berusia empat belas tahun, sudah
mulai dewasa. Karena setelah engkau berusia
tlgabelas atau empatbelas tahun, engkau pasti
akan dijual kepada laki-laki hidung belang menjadi
permainan mereka dan menjadi sumber uang
banyak bagi Cia Ma. Kalau engkau menolak,

siksaan yang le bih hebat akan kau alami."
De mikian nasihat Sui Su ketika itu. "Carilah
kelengahanya, dan sebelum berusia tigabelas
tahun, sedapat mungkin larilah dari neraka yang
berselubung sorga ini."
Ia baru berusia enam tahun. Masih banyak
waktu untuk hidup layak dan bebas, pikirnya.
Maka, tiba-tiba Cin Cin menangis, hal yang
biasanya tak pernah lakukan. Tentu saja Cia Ma
menjadi girang melihat "kelemahan" ini dan ia
merangkulnya "Anak baik, kenapa menangis" Apa
yang kau susahkan?" Cin Cin menangis terisak-isak dan menyembunyikan mukanya di balik le ngan baju
Cia Ma. Suaranya bercampur tangis ketika ia
berkata, "Nasibku yang buruk. .uh-uh huuuu......
ayah dibunuh orang, ibu diculik orang, dan disini
aku dicambuki.......hu-huuu......"
Cia Ma merangkulnya semakin kuat dan
mengelus rambutnya. "Anak baik, kau kucambuki
karena engkau melarikan diri. Kalau tidak begitu,
aku sayang padamu. Bukankah selama ini aku
tdak pernah memukul atau memakimu, akan
tetapi amat sayang padamu?"
Cin Cin mengusap air matanya, dan mengangguk. Bukan main senangnya hati Cia Ma. "Engkau
berjanji tidak akan lari lagi?"
"Tidak, Cia Ma, aku menyesal. Tadi nya, karena
rindu kepada ibuku, aku ingln mencari ibuku.......maafkan aku ..aku tidak akan lari lagi."

"Bagus! Engkau memang anak baik, anak cantik
manis. Aku akan menyuruh orang-orangku untuk
mencari kete rangan tentang ibumu. Dan engkau
yang aman saja di sini, ya?"
De mikianlah, mulai hari ini, Cin Cin nampak
taat dan penurut. Ia bahkan tekun mempelajari
ilmu baca-tulis, menyulam, menari, bernyanyi dan
menabuh Suling dan yang-kim, bahkan bersajak.
Tentu saja Cia Ma menjadi girang bukan main
karena makin te kun anak itu, makin pandai anak
itu, ia melihat betapa tabungannya semakin gemuk
dan kelak kaau sudah tiba saatnya, la tinggal
memetik buahnya! Tentu Cin Cin akan menjadi
seorang gadis yang cantik je lita dan pandai
sehingga harganyapun tentu akan amat mahal!
Keadaan itu berjalan dengan baiknya sampai
dua tahun lagi sehingga sudah tiga tahun Cin Cin
tinggal di rumah Cia Ma. Ia semakin besar, menjadi
seorang gadis cilik yang amat manis dan amat
pandai. Ia memang berbakat dalam kesenian
sehingga selain pandai meniup suling menabuh
yang-kim, Juga suaranya merdu kalau bernyanyi,
dan tubuhnya le mah gemulai kalau menari. Ia
pandai pula bersajak, lancar membaca dan
menulis. Pendeknya, Jelas bahwa Kam Cin atau
Cin Cin merupakan sekuntum bunga yang masih
berkuncup namun sudah menjanjikan setangkai
bunga yang akan mekar semerbak harum dan
indah, lagi mahal harganya!
Pada suatu hari, rumah pelesir Cia menerima
kunjungan seorang tamu agung. Rumah pelesir
Ang-hwa (Bunga Merah) itu dinyatakan tertutup

untuk umum karena pada hari itu, seorang
pembear yang menjabat kedudukan penting di kota
raja Lok-yang datang berkunjung! Sebelum pembesar itu datang, sudah le bih dulu utusannya
datang memberiahu bahwa Coa Tai-Jin(Pembesar
Coa) itu hendak berkunjung karena te rtarik oleh
nama Ang-hwa sebagai rumah pelesir kota Ji-goan
yang kabarnya memiliki bunga-bunga yang cantik
menarik. Cia Ma segera mengumpulkan gadis-gadis
penghibur dari seluruh kota, rumahnya juga segera
dibersihkan dihias seperti hendak menyambut
seorang mempelai pria! Bahkan Cin Cin suruh
berpakaian yang paling indah dan di antara
hiburan yang akan disajikan kepada Coa Tai-jin,
diselipkan Cin Cin yang akan melakukan tarian
dan nyanyiannya. Sejak pagi, lima orang jagoan yang menjadi
pengawal-pengawal Coa Tai-Jin Juga menjadi
tukang pukulnya, sudah datang berkunjun g dan
melakukan persiapan agar perjalanan majikan
mereka ke tempat itu aman. Dan setelah matahari
naik tinggi, datanglah kereta yang membawa Coa
TaJ-Jin, diiringi sepasukan pengawal terdiri dari
selosin peraj rit, dipimpin ole h lima orang Jago itu.
Setelah turun dari kereta, te rnyata Coa Tai-jin
yang disegani, di takuti dan dihormati itu hanyalah
seorang laki laki berusia limapuluh tahun lebih
yang kecil kurus seperti cecak kering karena te rlalu
banyak menghisap madat dan berpelesir. Menuruni
tangga kereta saja dia harus dibantu tukang
pukulnya agar tidak te rpeleset jatuh dan sambil

te rsenyum "agung", senyum khas para pembesar
yang merasa dirinya tinggi dan berkuasa, dia
melangkah tertatih-tatih disambut oleh Cia Ma dan
anak buahnya sambil berlutut! '
Ini tidak aneh karena Coa Tai-jin berpangkat
jaksa tinggi dan masih kerabat keluarga kaisar!
De ngan lagak "murah hati" Coa Tai-jin menggerakkan keduaa tangan menyuruh mereka
semua bangkit, kemudian diapun memasuki
rumah pelesir Ang-hwa, disambut asap dupa
harum dan bunyi musik lirih yang menyemarakkan
suasana. Karena Cia Ma maklum benar bahwa, kunjungan seorang pejabat tinggi selalu mendatangkan kehormatan juga mendatangkan
banyak uang baginya, maka ia berusaha sekuat
te naga untuk menyenangkan tamunya. Arak
te rbaik, hidangan termahal, disuguhkan oleh
gadis -gadis pilihan yang manis-manis. Coa Tai-jin
gembira sekali dikelilingi nona-nona cantik itu, apa
lagi dia makan minum sambil menonton pertunjukan tarian dan nyanyian yang dilakukan
oleh penar penari cantik. Kesempatan ini dipergunakan untuk bermain mata dan melakukan
pilihan-pilihan, siapa kiranya gadis gadis itu yang
akan diminta untuk melayaninya sehari semalam
di te mpat pelesir itu. Setiap ada gadis yang
dianggapnya menggetarkan perasaan hatinnya dia
berbisik kepada seorang pengawal pribadinya
sambil menunjuk gadis itu dengan pandang
matanya. Setelah selesal makan minum, sudah ada
tujuh oranh gadis yang dipilihnya! Tujuh orang
gadis yang akan menghiburnya se hari semalam itu!

Cia Ma menggosok-gosok telapak kedua tangannya,
menghitung hitung berapa kiranya akan dite rimanya dari pembesar itu untuk tujuh orang
gadis nya! Sedikitnya akan lima kali lipat harga
biasa, belum termasuk hadiah pribadi.
Pertunjukan terakhir adalah tarian dan nyanyian
yang harus dilakukan Cin Cin. Dengan dandanan
sebagai seorang dewi, gadis cilik ini benar-benar
mempesona semua penontonnya, te rmasuk Coa
Tai-jin! Ia benar-benar seperti seorang dewi yang
baru melayang turun dari kahyangan, tariannya
demikian le mah mulai dan lembut, suara nyanyiannya dengan suara kanak-kanak itu masih
bening dan merdu. Jantung Coa Tai-jin bergetar
dibuatnya! Kini dia memberi isyarat kepada kepala
pengawalnya untuk mendekat, lalu la berbisikbisik sampai lama di telinga pengawalnya Itu. Cia
Ma te rsenyum makin le bar, mengira bahwa te ntu
pembesar yang rakus akan wanita itu menambah
lagi pilihannya, mungkin sampai sembilan atau
sepuluh orang gadis yang diharuskan menghiburnya! Akan tetapi, ketika kepala pengawal
itu menghampirinya dan membisikkan pesan Taijin, wajah Cia Ma. berubah "Apa ?" Teriaknya
dalam bisikan. "Akan tetapi Cin Cin baru berusia
delapan tahun! I a masih kanak-kanak! Bagaimana
mungkin la dapat melayani yang mulia............?"
"Hushh, kenapa engkau sekarang begini tolol,
Cia Ma?" Kepala pengawal yang sudah mengenalnya itu mencela "Taijln ingin memindahkan tanaman, bunga yang manis Itu ke
dalam taman bunganya sendiri, bukan untuk
dipetik sekarang. Kuncup itu belu mekar. Taijin

Juga tidak ingin memetiknya sekarang. Kalau
sudah ditanam di taman bunganya kelak kalau
sudah mekar, setiap saat taijin dapat memetiknya.
Mengerti engkau?" Tentu saja Cia Ma mengerti. Kalau tadi ia
berpura-pura, sikap ini hanya merupakan gaya
untuk menaikkan harga "Tapi......Cin Cin adalah keponakanku sendiri!
Kubesarkan ia sejak kecil dan aku........aku amat
sayang padanya. Bagaimana yang mulia begitu
te ga untuk memisahkannya darlku....." Dan dari
kedua mata Cia Ma benar-benar keluar air.mata.
Air mata buaya! Memang Cia Ma pandai sekali
bersandiwara. Kepala pengawal itu adalah seorang kangouw
yang berpengalaman. Tentu saja tak mudah
mengelabuhl orang seperti dia dan dia tahu bahwa
bagi seorang manusia seperti Cia Ma, tidak ada lagi
perasaan sayang kepada sesamanya, yang disayangnya hanyalah uang!
"Sudahlah, tak ptrlu banyak cakap, katakan
saja, berapa harganya?" potongnya singkat. Cia Ma
tidak berpura-pura lagi. Ia tahu sudah membawa
dagangannya kepada harga puncak, tinggal
menentukan saja berapa. "Ahhh, kalau memang yang mulia sungguhsungguh menginginkan keponakanku, biarlah akan
kuhitung dulu malam Ini, berapa biaya yang sudah
kukeluarkan selama bertahun-tahun ini untuk
mendidiknya menjadi seorang calon gadis yang
paling hebat di seluruh Ji-goan, bahkan mungkin
tidak ada banding nya di seluruh negeri. Besok

pagi-pagi akan kute ntukan berapa biaya yang
sudah kukeluarkan itu."
Permintaan ini pantas dan kepala pengawal Itu
menyampaikan dengan bisikan kepada Coa Tai-jin.
Pembesar Itu mengangguk-anggukkan kepalanya
sambil tesenyum sabar, dan leher kecil panjang Itu
seperti akan patah ketika dia angguk-angguk
seperti itu. Yang penting baginya, Cia Ma
menyetujui untuk "menjual" gadis cilik yang manis
itu. Soal berapa harganya, itu bukan soal baginya.
Setiap saat dia dapat mengambil uang yang
dibutuhkannya, dari gudang hartanya yang berada
di mana-mana. Setiap orang hartawan di kota raja
sekali saja melihat dia menggerakkan te lunjuknya,
akan bergesa-gesa dan berlumba memenuhi kebutuhannya itu! De mikianlah, sehari semalam itu Tai-jin berenang dalam lautan kesenangan, tenggelam
dalam pemuasan nafsu. Nafsu menyeret kita ke
dalam kesenangan, membuat kita mabok dan lupa
diri! Kita lupa sama sekali karena telah mabok
kesenangan, bahwa semua kesenangan bagaikan
gelembung-gelembung yang beterbangan di udara.
Nampak indah menarik, seperti gelembung- gelembung air sabun. Namun, hanya selewat saja,
untuk disusul oleh pecahnya gelembung- gelembung itu yang mendatangkan percikanpercikan air sabun yang pahit dan getir!
Bagaikan langit dengan bumi perbedaan antara
menikmati keadaan seadanya dan mengejar
kenikmatan yang belum ada. Yang pertama, yaitu
menikmati kehidupan berarti mensyukuri apa saja

yang kita dapatkan dalam kehidupan ini! Selama
hal yang kita alami dalam hidup ini merupakan
rangkaian romantika kehidupann dan kalau kita
menghadapinya dengan perasaan syukur, dengan
perasaan seyakinnya bahwa kesemuanya itu
adalah kehe ndak dan karenanya berkah dari
Tuhan , maka apapun yang ada akan mendatangkan perasaan nikmat dan bahagia
dalam hati sanubari kita! Sebaliknya, pengejaran
kesenangan timbul karena kita tidak puas dengan
keadaan yang nyata, seadanya, dan pikiran kita
membayangkan hal-hal yang belum ada. Hal-hal
yang belum ada. Inilah yang kita namakan
kesenangan! Tidak puas dengan apa adanya dan
membayangkan hal-hal yang belum ada ini
menciptakan gelembung-gelembung itu. Kalau
sudah begini maka terjadilah kebalikan yang
menyedihkan. Semestinya, menurut kodrat, manusia menjadi majikan, menunggang kuda
nafsu agar dapat melakukan perjalanan hidup,
Sesuai kodrat. Namun, kalau Sudah terjadi
sebaliknya, kuda menunggangi majikan nafsu
menunggangi manusia, akan celakalah!
Fungsi atau tugas hati akal pikir adalah untuk
membantu manusia menanggulangl segala bentuk
kesukaran dalam kehidupan, mendatangkan kecerdikan akal sehingga manusia dapat melindungi dirinya dari bahaya dan dapat bekerja
untuk kelangsungan hidupnya. Namun, hati akal
pikiran yang sudah di cengkeram nafsu, sudah
bergelimang nafsu, menjadi alat daya-daya rendah
sehingga menyimpang dari pada tugasnya. Bukan
jadi alat yang baik dan bermanfaat, melainkan

sebaliknya menjadi penggoda dengan bayanganbayangan yang memikat hingga menyeret kita
untuk mengejar Bayangan-bayangan itu. Dan kalau kita sudah
te rseret mengejar bayangan kesenangan, kita lupa
diri, hati nurani kita tertutup dan segala hal
mungkin kita lakukan untuk memperole h apa yang
kita kejar-kejar itu. Pengejaran kesenangan harta
kekayaan memungkinkan kita lakukan korupsi,
penipuan, pencurian, perampokan dan sebegainya
untuk memperoleh harta yang kita kejar-kejar.
Pengejaran kesenangan sex memungkinkan kita
melakukan perjinaan, pelacuran, perkosaan dan
sebagainya untuk memperoleh kesenangan yang
kita kejar-kejar, kesenangan yang kita bayangkan
dapat datangkan oleh kekuasaan, kedudukan,
memungkinkan kita untuk berebutan sehingga
te rjadi pertentangan, persaingan bahkan perang!
Lalu, apakah kita harus menjauhkan dari dari
kesenangan" Menjauhkan diri PENGEJARAN KESENANGAN, memang benar. Akan te tapi bukan
berarti menjauhkan diri dari kenikmatan kehidupan dengan segala romantikanya Ini. Kita
dilahirkan dengan segala perle ngkapan yang
memungkinkan kita menikmati kehidupan, bukan
menjauhi kenikmatan kehidupan. Buktinya, telinga
kita dapat nikmati bunyi-bunyian merdu, mata kita
dapat menikmati penglihatan-penglihatan yang
Indah, hidung kita dapat menikmati keharumankeharuman yang sedap, mulut kita dapat menikmati rasa asin manis, masam dan sebagalinya dalam makanan. Kita hendak menikmati semua itu, karena itulah berkah Tuhan!

Kita berhak menikmati apa yang ada setiap saat,
setiap detik. Bahkan setiap tarikan napas akan
te rasa nikmat s ekali kalau kita ingat bahwa setiap
tarikan napas merupakan berkah Tuhan! Apa saja
yang ada merupakan sumber kenikmatan bagi
orang mensyukuri kehe ndak Tuhan karena dalam
segala hal, kalau Tuhan menghendaki, te rdapat
berkah dan kenikmatan! Ketika pada keesokan harinya Cia menyebutkan
jumlah uang yang katanya te lah ia keluarkan
sebagal biaya mendidik Cin Cin, dengan royal Coa
Tai-jin membayarnya dengan tunai, bahkan menambahkan sejumlah hadiah yang melampaui
bayangan Cia Ma sendiri. Tentu saja wanita gendut
Itu girang bukan main. Kalau dihitung, selama tiga
tahun mendidik Cin Cin, la menerima, keuntungan
puluhan kali lipat! Akan tetapi, segera kegirangan
ini disusul kekecewaan dan kemarahan karena
ketika ia membujuk anak perempuan itu, Cin Cin
berkeras tidak mau dis erahkan kepada Coa Tai-jin.
"Anak tolol! Setiap anak perempuan di manapun
akan berlumba untuk menjadi gadis pingitan di
rumah seorang pembesar tinggi seperti Coa Tai-jin,
dan egkau yang dipilih ole h beliau, berani
menolak" Bodoh kau, Cin Cin. Engkau akan hidup
mewah, mulia dan terhormat di sana. Apa lagi
kalau kelak diangkat menjadi selir Coa Tai-jin, ada
kemungkinan untuk menjadi nyonya besar!" Cia
Ma mencoba membujuk, akan tetapi bujukan ini
salah alamat. Bukannya te rtarik oleh bujukan itu,
Cin Cin menjadi makin marah

"Tidak, Cia Ma! Aku tidak sudi menjadi budak
belian, biar di rumah istana kaisar sekalipun. Biar
aku pergi saja dari sini kalau engkau tidak mau
menerlmaku lagi!" Diam-diam Cin Cin nyesal
mengapa tidak dari kemarin melarikan diri.
Disangkanya, belum waktunya untuk melarikan
diri, karena bukankah Sui Su pernah memesan
kepadanya agar ia berhati-hati dan jangan tlnggal
di situ setelah berusia tlgabelas tahun" Kini
usianya baru delapan tahun dan ia sudah akan
dijual! Ia tahu bahwa dirinya akan dijual kepada
pembesar kurus kering yang semalam menonton.
Ia menari dengan mata melotot dan mulut
menyeringai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NAGA SAKTI SUNGAI KUNING

NAGA BERACUN