NAGA BERACUN JILID 34
Kui Eng bangkit duduk dan memberes kan
sanggul rambutnya yang te rlepas dan terurai.
Ketika kedua tangannya di angkat ke atas
membereskan rambutnya, gerakan itu sungguh
penuh kelembutan, gerakan khas wanita dan sang
pangeran te rpesona. ♡
"Kiat-ko, engkau begini baik kepadaku.....
rasanya aku sebagai' seorang hina yang tidak
berharga sekali...., tidak berharga untuk menerima
cinta seorang pangeran sepertimu. Ah, betapa
kejamnya suheng .......!"
"Eng-moi, harap engkau jangan berpikir seperti
itu. Sesungguhnya, suhengmu itu sama sekali
bukan orang kejam, bahkan dia te lah bertindak
bijaksana ketika bicara begitu te rus terang dan
jujur. Bayangkan saja, Eng-moi, andaikata dia
tidak sejujur itu, andaikata dia tidak berani
melakukan pengakuan yang amat jujur dan
te rdengar keras itu, dia akan merusak kehidupan
empat orang sekaligus!"
Kui Eng te rbelalak. "Merusak kehidupan empat
orang" Siapa yang engkau maksudkan, koko" Dan
mengapa merusak kehidupan mereka?"
"Orang pertama yang akan rusak hidupnya
adalah engkau sendiri. Ingat perjodohan yang
membuat dua orang hidup bersama selamanya,
hanya akan membahagiakan kedua orang itu kalau
mereka saling mencinta. Kalau.hanya clnta sebelah
pihak, maka akhirnya perjodohan itu akan hancur
dan kalau kelak engkau mendapat kenyataan
bahwa suamimu tidak mencintamu, apakah hal itu
bukan berarti menghancurkan hatimu" Orang ke
dua te ntu saja kehidupan suhengmu sendiri. Dia
akan hidup menderita batin karena dia harus
hidup sebagai suami dari seorang isteri yang tidak
diclnta ya sebagal Isteri, melainkan sebagal adik
dan dia harus berjauhan dengan wanita yang
sesungguhnya dia cinta. Orang ke tiga adalah nona
♡
Kam Cin karena nona itu terpaksa harus berpisah
dari suhengmu, pria yang diclntanya. Orang ke
empat tentu saja aku sediri, karena hidupku akan
te rasa rusak apa bila engkau menjadi isteri
suhengmu, berarti akan berpisah dariku. Nah,
indakan suhengmu itu sama sekali bukan suatu
kekejaman, melainkan suatu kebijaksanaan."
Kui Eng diam saja, menunduk dan dapat mulai
memahami kebenaran ucapan pangeran itu. Dan
iapun teringat betapa cinta kasih Cin Cln terhadap
suhengnya itu tentulah besar sekali sehingga
biarpun tangannya dibuntungi Thian Ki, gadis Itu
tetap mencintanya! Pada hal ia sendiri, baru
mendengar Thian Ki nencinta gadis lain saja sudah
marah-marah dan tidak senang, menganggap
Thian Ki kejam! Dan Thian Ki bukan benci
kepadanya, melainkan menyayangnya, sebagai
seorang kakak, ia tidak akan kehilangan Thian Ki
sebagai suheng dan sebagai kakaknya, dan ia
bahkan mendapatkan seorang lain yang juga amat
mencintanya, yaitu Pangeran Li Cu Kiat. Pangeran
itu telah membelanya, melindunginya, merawatnya, bahkan tidak menjadi marah ketika
mengetahui bahwa pernah mencinta dan bahkan
bertunangan dengan suhengnyal
Melihat sikap Kui Eng yang diam saja dan kini
wajah gadis itu tidak murung seperti tadi, diamdiam Pangeran Li Cu Kiat merasa lega. "Sudahlah,
Eng moi, jangan memikirkan hal itu lagi. Perlahanlahan engkau akan mengerti dan engkau akan
dapat mempertimbangkan semua ucapanku tadi,
dan mudah-mudahan saja Tuhan te lah menentukan bahwa jodohku adalah engkau,
♡
karena hal itu akan membuat hidupku penuh
kebahagiaan Sekarang, sebaiknya engkau rebah
lagi dan beristirahat, engkau sudah duduk te rlalu
lama....." Dan baru sekarang pangeran itu
menyadari bahwa gadis itu telah duduk te rlalu
lama sekali, hal yang tidak wajar karena biasanya,
duduj sebentar saja sudah merasa pening. "Heii....!!
Aku tidak merasa pening lagi, koko! Dan tubuhku
te rasa ringan dan nyaman. Rasa berat dan panas
di dalam dadaku le nyap ..... apakah ini barangkali....." Mereka saling pandang dan Kui Eng
meloncat turun dari atas pembaringan dan tentu
akan roboh kalau tidak cepat ditangkap dan
dirangkul pangeran itu. Akan te tapi Kui Eng tidak pening, dan tertawa.
"Heii, tubuhku sungguh menjadi ringan seperti
tidak berte naga, akan tetapi te rasa nyaman." Ia
melepaskan rangkulan pangeran itu dan duduk di
te pi pembaringan. "Koko, aku sudah sembuh!"
Pangeran Li Cu Kiat memandang dengan wajah
berseri. "Tak salah lagi, tentu mereka telah berhasil
menemukan dan menghajar tosu iblis itu!" teriaknya, dan pada saat itu, ibu dan neneknya
memasuki kamar. "Kui Eng, kenapa engkau, duduklah is tirahat
saja dulu----" kata Nyonya Li Seng Tek, ibu
pangeran itu. "I bu ! Nenek ! Eng-moi sudah sembuh, agaknya
Coa-toako dan nona Kam telah berhasil menghajar
tosu iblis itu!" teriak Pangeran Li Cu Kiai gembira.
"Sukurlah.....!" kata ibunya.
♡
"Bagus! Mudah-mudahan saja tosu dukun le pus
itu telah dibikin remuk kepalanya, dipenggal
batang le hernya dan sekarang sudah mampus!"
kata si nenek galak. Kui Eng yang merasa sehat dan gembira, segera
berganti pakaian, mandi dan kemudian dengan
lahap ia makan hidangan yang disajikan, ditemani
oleh keluarga itu yang te rtawa-tawa gembira
melihat betapa Kui Eng makan dengan lahapnya.
Setelah selesai makan, Kui Eng mengajak
Pangeran Li Cu Kiat untuk pergi menyusul
suhengnya, akan tetapi baru mereka berada di
beranda depan, muncullah Thian Ki dan Cin Cln.
Sebelum mereka bicara, kedua pihak sudah tahu
apa yang te rjadi. Kui Eng yakin bahwa te ntu
suhengnya telah berhasil menghajar Im Yang
Sengcu, Sebaliknya Thian Ki dan Cin Cin juga
sudah dapat menduga .bahwa Kui Eng te lah
sembuh sama sekali. "Bagaimana, suheng" Apakah engkau sudah
berhasil menghajar tosu siluman itu?" tanya Kui
Eng dan dengan sikap manja seperti biasa sejak
mereka masih kanak-kanak, ia menghampiri Thian
Ki dan memegang tangan pemuda itu.
Melihat sikap gadis ini, Thian Ki tersenyum
girang. Jelas bahwa gadis itu memperlihatkan
kasih sayang dan kemanjaan seorang adik, seperti
dahulu sebelum mereka dltunangkan oleh ayah
kandung gadis itu. Diapun mengelus rambut
adiknya itu dengan rasa sayang.
♡
"Dan engkau te ntu telah sernbuh bukan"
Ketahuilah, sumoi, Im Yang Sengcu telah terbunuh
dalam pertandingan melawan ......."
"Melawan engkau, siapa lagi?" Kui Eng memotong. "Sayang, aku tidak dapat menyaksikannya, suheng."
"Dugaanmu keliru, bukan aku yang bertanding
dengan dia." "Ehh" Bukan engkau" Lalu s iapa?"
Thian Ki menoleh kepada Cin Cin yang menjadi
kemerahan mukanya. "Cin moi inilah yang tak
dapat menahan kemarahannya dan mendahului
aku menantang tosu itu. Mereka bertanding,
disaksikan oleh Sri baginda Kaisar sendiri dan tosu
itu tentu s aja kalah oleh Cin-moi yang Iihai."
"Ihh, engkau pandai memuji saja............ " Cin
Cin tersipu. "Enci Cin! Engkau yang membalaskan dendamku?" Cin Cin mengangguk dan menghampiri gadis itu.
"Aku tidak dapat menahan kemarahanku melihat
tosu siluman itu menggunakan ilmu sihir di meja
sembahyang untuk mencelakaimu, adik Eng.
Karena itu, ketika Sribaginda muncul dan mengusulkan pertandingan satu lawan satu, aku
segera maju menantang tosu itu. Aku .... tidak
tahu cara lain untuk membuktikan padamu bahwa
aku tidak mempunyai perasaan permusuhan
denganmu, adik Eng."
♡
"Enci Cin ........!" Kui Eng merangkulnya dan
merekapun menjadi akrab. Meihat ini, Thian Ki
saling pandang dengan Pangeran Li Cu Kiat dan
keduanya merasa gembira sekali.
"Sribaglnda sendiri yang menjadi saksi dan
mengadu kalian dengan dukun le pus itu?" Nenek
Song bertanya. "Sungguh menarik sekali. Ceritakan
bagaimana peristiwa itu terjadi!'
"Aih nenek, mari kita semua masuk ke dalam
dan bicara di sana saja. Tidak baik bicara sambil
berdiri di beranda," kata Pangeran Li Cu Kiat yang
lalu menggandeng nereknya yang tertawa-tawa dan
merekapun semua masuk ke dalam dengan wajah
gembira. Setelah mereka berada di ruangan sebelah
dalam, Thian Ki menceritakan pengalaman mereka
di kuil Thian-Se ngcu, dan betapa Sri baginda
Kaisar sendiri yang menghendaki agar perselisihan
di antara mereka dan tosu itu diselesaikan melalui
pertandingan. Betapa kemudian Cin Cin berhasil
menewaskan tosu itu yang agaknya keracunan
oleh asap beracunnya sendiri dan diapun menceritakan dengan gembira bahwa dia telah
berhasil mendapatkan pedang pusaka milik ayah
tiri dan juga gurunya, mendapatkan pula obat
penawar racun yang diberikan sendiri oleh Kaisar.
Mendengar ini, Kui Eng berseru gembira 'Aih,
kalau begitu, engkau akan sembuh dan dapat
menikah dengan enci Cin, suheng!!" Semua orang
te rheran mendengar ini, akan tetapi Cin Cin ter
sipu dengan muka kemerahan.
♡
"Hemm, Kui Eng, apa artinya ucapanmu tadi"
Hayo ceritakan, jangan simpan rahasia-rahasiaan
dariku'" kata ne nek Song tak sabar.
"Me mang tadinya merupakan rahasia pribadi
suheng, Nenek, akan te tapi karena sekarang
suheng telah mendapatkan obat dari Sri baginda
Kaisar, maka tak perlu
dirahasiakan lagi. Suhengku ini adalah seorang tok-tong (anak
beracun) tubuhnya mengandung racun hebat dan
sudah banyak tokoh sesat yang lihai tewas sendiri
ketika memukulnya dan mereka keracunan sendiri.
Bahkan enci Cin ini pernah menyerang suheng dan
mencengkeram pundak suheng dan akibatnya, enci
Cin keracunan tangan kirinya dan jalan satusatunya untuk mennyelamatkannya hanyalah
pemotongan tangan kirinya yang dilakukan pula
oleh suheng. Tidak ada obat yang dapat memberslhkan hawa beracun dari tubuh suheng,
dan kalau dia tidak te rbebas dari hawa beracun
itu, dia tidak akan dapat menikah, karena wanita
yang menjadi is terinya akan te was keracunan.
Nah,sekarang dia telah menerima obat penawar
dari Sribaglnda, maka aku perlu menghaturkan
selamat kepada suheng dan enci Cin!"
Melihat Thian Ki dan Cin Cin tersipu malu,
semua orang bergembira, terutama sekali Pangeran
Li Cu Kiat merasa senang sekali karena sikap Kui
Eng itu je las membuktikan bahwa gadis itu tidak
lagi menderita patah hati melihat suhengnya
berjodoh dengan gadis 1ain! Dan Thian Ki sendiri,
juga Cin Cin, merasa le ga dan berbahagia melihat
sikap Kui Eng sepert itu.
♡
"Kalau begitu, kami menghendaki agar engkau
mempergunakan obat penawar itu di sini, di rumah
kami agar kami dapat membantumu kalau membutuhkan sesuatu, Thian Ki," kata Nenek
Song yang kini sudah bersikap akrab dengan Thian
Ki seolah-olah pemuda itu telah lama dikenalnya.
"Benar apa yang diminta oleh Nenek, suheng.
Obat pusaka seperti itu te ntu manjur sekali dan
daya kerjanya juga keras. Di sini engkau akan
aman mempergunakannya, pula aku sendiri dapat
menjagamu kalau-kalau te rjadi sesuatu setelah
engkau menggunakan obat itu," kata Kui Eng.
Juga Pangeran Li Cu Kiat membujuk dan ketika
Thian Ki menoleh kepada kekasihnya, Cin Cin juga
mengangguk menyetujui. Memang le bih aman
kalau kekasihnya itu mengobati dirinya di istana
pangeran yang aman itu, dikelilingi orang-orang
yang je las akan membelanya kalau sewaktu-waktu
timbul bahaya. "Baiklah, dan sebelumnya saya menghaturkan
banyak te rima kasih kepada Pangeran dan
keluarga di sini. " Thian Ki berulang-ulang menjura
dengan penuh hormat. "Aihh, twako, tidak perlu sungkan. Kita berada
di antara keluarga sendiri, bukan?" kata pangeran
itu sambil memandang wajah Kui Eng dan gadis
inipun tersenyum manis. Pada hari itu juga, dalam sebuah kamar yang
diperuntukkan Thian Ki, pemuda ini, dibantu Cin
Cin dan Kui Eng memasukkan obat
yang bentuknya seperti telur merah itu, yang merupakan sari dari pada racun katak merah yang
♡
sudah dikeringkan, ke dalam sebuah panci tanah
dan menuangkan anggur merah sebanyak dua
cawan ke dalam panci, lalu meletakkan panci itu di
atas perapian yang kecil nyalanya. Obat itu
dibiarkan mencair ketika anggur mulai mendidih,
dan dibiarkan menguap sampai anggur itu tinggal
setengahnya. Tercium bau yang amis bercampur
bau harum anggur. Setelah anggur itu tinggal setengahnya, diangkat
lalu campuran obat dan anggur itu dituangkan ke
dalam cawan arak, presis tinggal secawan penuh
dan dibiarkan agak mendingin. Karena maklum
bahwa yang akan diminumnya itu merupakan
racun katak merah yang amat berbahaya, maka
Thian Ki dipersilakan duduk bersila di atas
pembaringan oleh Cin Cin. Pemuda itu lalu
mengatur pernapasan dan menghimpun te naga
sakti dalam tubuhnya sambil menanti obat itu
mendingin. Setelah obat itu tidak begitu panas lagi, tinggal
hangat-hangat, Cin Cin mengambil cawan itu dan
menyerahkan kepada Thian Ki. Semua keluarga
dalam rumah itu menyaksikan pengobatan ini.
Thian Ki menerima cawan obat itu, memandang ke
sekeliling sambil tersenyum. Kalau s ampai obat I tu
membunuhnya, dia ingin pandangan te rakhir kali
bagi matanya wajah orang-orang yang di sayangnya dan dihormatinya. Kemudian, dia
memejamkan mata, menyerahkan jiwa raganya
kepada Tuhan, lalu diminumnya obat itu dengan
sekali teguk. Cin Cin dan Kui Eng mengamati
semua gerakan Thian Ki dengan hati was-was, juga
Pangeran Li Cu Kiat, ibunya dan neneknya
♡
memandang dengan hati tegang. Mereka semua
tahu bahwa obat penawar racun pemberian kaisar
itu merupakan obat yang amat keras. Mereka
semua sudah pernah mendengar bahwa katak
merah adalah sejenis katak langka yang suka
makan ular beracun dan bahwa sedikit saja bisa
katak itu cukup untuk menewaskan orang yang
bagaimana lihaipun. Akan te tapi mereka juga
mendengar bahwa bisa katak itu dapat menawarkan segala macam racun yang paling
jahatpun. Setelah mengembalikan cawan kosong kepada
Cin Cin, Thian Ki yang masih duduk bersila itu
memejamkan mata kembali, duduk diam menanti
bekerjanya racun Katak Merah di tubuhnya. Dan
dia menanti tidak terlalu lama. Perlahan-lahan
mukanya berubah kemerahan Warna kemerahan
ini menjalar terus sampai ke seluruh permukaan
tubuhnya dan semua orang merasa betapa ada
hawa panas keluar dari tubuh Thian Ki, terasa oleh
mereka semua. Dan perlahan-lahan, dari dalam
tubuh itu mengepul uap hitam.
"Panas,,,,,, panas..... semua menjauh......!" te rdengan suara Thian Ki lirih dan semua orang
menaati permintaannya karena mereka dapat
menduga bahwa uap hitam yang keluar dari tubuh
pemuda itu te ntu mengandung racun yang amat
berbahaya. Mereka menjauh keluar kamar dan
hanya menjenguk dari. luar pintu saja.
Belas an menit kemudian, terjadi perubahan
pada tubuh Thian Ki yang tadinya te gang
kepanasan dan berwarna kemerahan, kini tubuh
♡
itu mulai menggigil dan warna merah berubah
menjadi putih pucat dan akhirnya tubuh itupun
menggigil keras. "Dingin .....dingin....." kembali terdengar Thian Ki
merintih lirih akan tetapi dari tubuhnya tetap
saja mengepul uap kehitaman.
Di luar kamar, semua orang menonton dengan
hati tegang. Kui Eng dan Cin Cin gelisah dan Kui
Eng berbisik, "Suheng kedinginan, dia menderita
hebat apakah tidak lebih baik kalau kita
menyelimutinya ...:..?"
"Jangan, adik Eng. Hal itu berbahaya, dapat
menghambat keluarnya hawa beracun," bisik Cin
Cin kembali. Hawa dingin yang menguasai tubuh Thian Ki
juga tidak lama, berubah lagi menjadi panas.
Setelah menjadi permaian dua macam hawa yang
berlawanan, sampai setengah hari lamanya, akhirnya uap menghitam itu semakin menipis dan
akhirnya, setelah tidak ada lagi uap hitam
mengepul keluar, tubuh Thian Ki terkulai di atas
pembaringan. Cin Cin dan Kui Eng meloncat ke
dalam kamar dan menghampiri pembaringan,
diikuti oleh Pangeran Li Cu Kiat, sedangkan Ibu
dan nenek pangeran itu telah lama meninggalkan
te mpat itu untuk beristirahat.
Cin Cin cepat memeriksa nadi tangan kekasihnya dan hatinya le ga. Thian Ki hanya
kelelahan dan pingsan.Ia lalu membetulkan letak
tubuh Thian Ki, dibiarkan rebah telentang di atas
pembaringan dan menyusut muka, le her dan dada
kekasihnya yang basah oleh keringat. Thian Ki
♡
seperti orang tidur saja, pernapasannya panjang
dan sehat. Tak lama kemudian, masih dijaga leh tiga orang
itu, Thian Ki membuka kedua matanya. Melihat
mereka, dia tersenyum, kemudian dengan wajah
berseri berkata kepada Cin Cin, "Cin- moi......kita...... kita berhasil......"
Bukan main le ga rasa hati Cin Cin sehingga tak
dapat ditahannya la gi, kedua matanya menjadi
basah. "Ah, terima kasih kepada Tuhan......" dan
tangannya yang tinggal sebelah itu menangkap
tangan Thian Ki. Jari-jari tangan mereka saling
cengkeram dan pandang mata mereka bertemu dan
bertau penuh kebahagiaan. Melihat ini, perlahanlahan Pangeran Li Cu Kiat memegang tangan Kui
Eng dan ditariknya gadis itu dengan lembut keluar
kamar, meninggalkan sepasang kekasih yang
sedang tenggelam dalam kebahagiaan itu.
Ketika tiba di luar kamar, Pangeran Li Cu Kiat
menghentikan langkahnya, memegang kedua pundak Kui Eng dani menatap wajahnya. Dia
melihat sepasang mata Kui Eng juga basah air
mata. "Eng-moi, engkau sungguh seorang yang berhati
mulia," bisiknya. "Dan engkau, koko, engkau le bih mulia lagi....."
kata Kui Eng dan iapun memejamkan mata ketika
pangeran itu menarik dan mendekap mukanya di
dada pangeran itu. Mereka tidak bergerak, tidak
berkata-kata, seolah pada saat itu semua perasaan
dan hati mereka telah menjadi satu dalam dekapan
itu. ♡
o)0o-dw-o0(o Bekas Pangeran Cian Bu Ong duduk di atas
kursi dengan mukanya yang biasanya kemerahan
itu kini menjadi lebih merah lagi seolah dia
kebanyakan minum arak. Jenggotnya yang panjang
itu seperti menjadi kaku dan je las nampak bahwa
dia marah sekali. Di sebelah kirinya duduk
isterinya. Sim Lan Ci yang biarpun usianya sudah
mendekati limapuluh tahun, masih nampak anggun dan segar. N yonya ini mengerutkan alisnya
dan pandang matanya membayangkan
♤
kekhawatiran melihat kemarahan suaminya.
Thian Ki dan Kui Eng nampak berlutut di depan
kedua orang tua ini, sedangkan Cin Cin dan
Pangeran Li Cu Kiat berdiri dengan menundukkan
muka, di belakang kedua orang muda yang berlutut itu. "Ucapan gila apakah yang kalian keluarkan
tadi?" Kakek yang usianya sudah enampuluh tujuh
tahun namun masih nampak kekar dan kuat itu
membentak. Kalian membatalkan tali perjodohan di antara
kalian" Aku yang menjodohkan ka1ian, dan kalian
berani mengatakan bahwa kalian tidak setuju
dengan perjodohan itu" Hayo katakan, mengapa
kalian melakukan tindakan gila ini" Mengapa"!
Thian Ki maklum bahwa ayah tirinya, juga
gurunya, marah sekali. Akan te tapi dia dan Kui
Eng sudah mengambil keputusan tetap untuk
berte rus terang, maka dengan suara tenang diapun
berkata, "Saya harap ayah sudi mengampuni saya.
Bukan sekali-kali saya hendak membantah ♡
perintah ayah, akan te tapi, kalau saya menaati
perintah ayah untuk berjodoh dengan Eng-moi,
maka hal itu hanya akan menyengsarakan hidup
kami berdua, ayah." '"Setan! Kau hendak mengatakan bahwa engkau
te rlalu berharga untuk anakku" Apakah Kui Eng
te rlalu rendah bagimu" Begitu?"
"Sama sekali tidak, ayah! Akan te tapi, di antara
kami te rdapat kasih sayang antara kakak dan adik,
bagaima na mungkin mengubah kasih-sayang antara kakak beradik ini menjadi cinta kasih suami
isteri" Saya tidak akan pernah dapat melupakan
bahwa Kui Eng adalah adik saya, bukan hanya
sumoi. Ayah, bagaimana mungkin saya dapat
mengawini adik sendiri ?"
"la bukan adikmu! Gila kau! Dan engkau
bagaimana, Kui Eng" Apakah engkau merasa
te rhina, merasa ditolak oleh Thian Ki" Katakan
saja, aku akan menghancurkan kepalanya kalau
dia berani menghinamu, berani menolakmu!"
"Tidak sama sekali, ayah. Aku setuju dengan
pikiran suheng. Dia sudah kuanggap sebagai
kakakku sendiri dan sayangku kepadanya juga
kesayangan seorang adik terhadap kakaknya.
Akupun tidak dapat menjadi isterinya, ayah. Aku
tidak mau menjadi isterinya, sama sekali bukan
karena suheng menolakku."
"Anak durhaka! Apakah engkau juga ikut-ikutan
seperti Thian Ki, hendak menentang kehendak
ayahmu sendiri?" bekas pangeran itu membentak
dan melotot. ♡
"Ayah, sejak kecil aku sudah menganggap
suheng seperti kakak sendiri, juga ibu kuanggap
sebagai ibu kandungku. Bagaimana sekarang tibatiba aku harus menganggap suheng sebagai suami
dan ibu sebagai ibu mertua?"
"Tidak aku tidak mau, ayah, dan pula. aku dan
suheng sudah menentukan pilihan hati kami
sendiri untuk menjadi jodoh kami."
"Ahh......?" Apa pula ini" Thian Ki, benarkah
engkau te lah menentukan pilihanmu sendiri, dan
siapa gadis yang kau pilih untuk menjadi calon
jodohmu itu?" Cian Bu Ong masih marah! dan
suaranya terdengar keras.
"Ampunkan saya, ayah. Memang semua yang
dikatakan Eng-moi tadi benar. Saya sudah saling
mencinta dan mengambil keputusan untuk menjadi suami dari adik Kam Cin ini." Dia
menunjuk ke arah Cin Cin yang masih berdiri di
belakang. Bekas pangeran itu terbelalak. Dia merasa
te rheran-heran karena dia tahu benar bahwa gadis
murid Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan itu menjadi
buntung tangan kirinya karena keracunan ketika
nyerang Thian Ki dan pemuda itu pula yang
membuntungi tangan kirinya untuk menyelamatkan nyawanya. Dan gadis itu masih
juga dapat jatuh cinta dan mau menjadi calon
jodoh Thian Ki" Teringat dia akan bekas
kekasihnya, Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan yang
agaknya juga amat setia dalam cintanya terhadap
dirinya. ♡
"Dan engkau, Kui Eng" Siapa pula pilihan
hatimu" Pemuda itukah" Siapa dia?" Matanya
mencorong memandang ke arah Pangeran Li Cu
Kiat. 'Benar, ayah. Aku telah saling jatuh cinta
dengan dia. Dia adalah Pangeran Li Cu Kiat,
keponakan Sribaginda Kaisar yang selama ini
membelaku, menolongku, melindungiku bahkan
menjagaku ketika aku jatuh sakit."
Pangeran Cian Bu Ong terbelalak memandang
kepada Pangeran Li Cu Kiat dan isterinya yang
duduk di sampingnya, yang sudah amat mengenal
watak suaminya, maklum bahwa kalau di biarkan
suaminya itu dapat melakukan hal-hal yang tidak
baik. Maka iapun bangkit berdiri dan menghalangi
di depan suaminya, berkata dengan suara lembut
namun tegas. "Suamiku, kita harus merasa berbahagia sekali
dengan peristiwa ini Kita telah mendapatkan
kehormatan besar dengan peristiwa ini. Semenjak
engkau menjodohkan Thian Ki dengan Kui Eng,
hatiku juga merasa risau akan tetapi aku tidak
membantah keinginanmu karena tidak ingin
membuat engkau kecewa, apa lagi aku melihat
kedua orang anak kita itu tidak membantah. Akan
tetapi sekarang mereka berterus terang, bahkan
kembali dengan membawa pilihan hati masingmasing. Thian Ki memilih Kam Cin. hal ini
sungguh membanggakan hatiku. Semenjak peristiwa buntungnya tangan Kam Cin, Thian Ki
merasa hancur hatinya dan aku sudah menduga
bahwa dia mencinta Cin Cin. Sekarang, te rnyata
♡
mereka saling mencinta dan peristiwa buntungnya
tangan itu tidak mendatangkan ganjalan dalam
hati mereka, pertanda bahwa cinta mereka tulus
dan aku yakin mereka akan dapat menjadi suami
isteri yang saling mencinta dan saling setia, hidup
berbahagia bersama membentuk keluarga. Dan
te ntang anak kita Kui Eng. la saling mencinta
dengan pemuda itu, seorang pangeran! Pandang
pemuda itu baik-baik, suamiku. Dia tampan dan
gagah, dan dia seorang pangeran! Bukan karena
aku gila pangkat dan kedudukan, melainkan
justeru karena dia pangeran, keponakan Kaisar,
hal itu membuat aku yakin bahwa cintanya
te rhadap anak kita pasti murni dan bersih. Kalau
tidak demikian, tentu dia tidak sudi jatuh cinta
kepada puterimu! Mengertikah engkau suamiku?"
Memang sejak tadi kemarahan Cian Bu Ong
sudah mereda satelah mendengar alas an-alasan
yang dikemukakan Thian Ki dan Kui Eng.
Sekarang, dia mernandang kepada Pangeran Li Cu
Kiat. Tadi memang te rkiias dalam pikirannya
bahwa pangeran ini adalah keponakan dari musuh
besar Kerajaan Sui. Akan tetapi s? karang dia
menyadari kebenaran omongan isterinya. Hanya,
apakah pangeran ini sudah tahu bahwa Cian Kui
Eng adalah pute rinya, bekas Pangeran Cian Bu
Ong yang pernah memberontak untuk mempertahankan Kerajaan Sui"
"Hemm, engkau Pangeran Li Cu Kiat?" kini dia
bertanya kepada pemuda itu yang segera maju lalu
memberi hormat dengan anggun kepada kakek itu.
♡
"Benar, paman. Saya Li Cu Kiat. Ayah saya
adalah mendiang Pangeran Li Seng Tek."
"Apakah engkau tahu siapa gadls yang kaucinta
ini" Apakah engkau tahu anak siapa ia ini?" tanya
pula Cian Bu Ong sambil mengamati wajah tampan
itu dengan pandang mata menyelidik.
Kembali pangeran itu menjawab tegas, "Saya
tahu, paman, la bernama Cian Kui Eng, puteri
kandung paman yang dahulu adalah Pangeran
Cian Bu Ong dari Kerajaan Sui."
"Hemm, aku menuang Pangeran Cian Bu Ong
dari Kerajaan Sui, musuh besar Kerajaan Tang,
bahkan aku dianggap pemberontak dan buronan
pemerintah, dimusuhi pamanmu. Kaisar Tang Tai
Cung. Tentu dia tidak akan menyetujui kalau
engkau, keponakannya, menikah dengan pute riku." "Paman, ada dua hal yang saya kira perlu paman
ketahui benar. Pertama adalah bahwa saya tidak
memerlukan ijin persetujuan Paman Kaisar untuk
urusan perjodohan saya, karena itu adalah urusan
pribadi saya. Ibu dan nenek saya sudah menyetujui, hal itu sudah lebih dari cukup, dan
saya kira Paman Kais ar juga tidak akan mencampuri urusan itu. Adapun hal yang ke dua,
keluarga kami tidak pernah menganggap paman
sebagai pemberontak. Kami mengetahui
dan memaklumi kalau paman melakukan perlawanan
dan usaha untuk menegakkan kembali Kerajaan
Sui. Itu adalah persoalan perang, yang ada hanya
menang atau kaiah dan tidak dapat dipersoalkan
te ntang benar atau salah."
♡
"Ayah, dia berkata benar. Sribaginda Kaisar
tidak pernah mempunyai perasaan dendam kebencian kepada ayah. Buktinya, pedang pusaka
Liong-cu-kiam milik ayah, dengan suka rela beliau
kembalikan." "Ah, benarkah itu, Thian Ki?"
Thian Ki mengeluarkan pedang pusaka itu dari
buntalan pakaiannya dan menyerahkannya kepada
Cian Bu Ong. "Benar sekali, ayah. Sribaginda
Kaisar mengembalikan pusaka ini kepada ayah."
Cian Bu Ong menyambut pedang itu dan
menghunusnya, matanya bersinar-slnar, lalu meredup. "Aihh, agaknya memang sudah dikehendaki Tuhan bahwa Kerajaan Sui diganti
dan dilanjutkan oleh Kerajaan Tang. Li Cu Kiat,
bagaima kami tahu bahwa Ibumu dan nenekmu
menyetujui perjodohanmu dengan anak kami?"
"Ayah, Bibi Li dan Nenek Song amat baik. Apa
lagi Nenek Song yang juga memuji-muji ayah
sebagai seorang gagah. Nenek Song juga seorang
yang amat lihai, ayah dan mereka semua amat baik
kepadaku. Kalau tidak ada mereka, mungkin
♤
sekarang aku te lah tewas di tangan tosu iblis Im
Yang Sengcu," kata Kui Eng.
Pangeran Li Cu Kiat mengeluarkan sesampul
surat dan menyerahkannya kepada Cian Bu Ong.
"Paman, sebagai bukti bahwa ibu dan nenek
menyetujuinya, ini saya membawa surat dari nenek
untuk paman. Dan a pa bila paman menyetujuinya,
kami akan mengirim utusan untuk mengajukan
pinangan secara resmi."
♡
"Ayah, harap ayah tidak lagi menganggap
keluarga Kaisar Tang Tai Cung sebagai musuh,
karena selain mengembalikan pedang pusaka
Liong-cu-kiam milik ayah, juga Kaisar telah
berkenan memberi obat penawar racun katak
merah yang te lah diminum oleh suheng sehingga
dia telah sembuh dari hawa beracun di tubuhnya,"
kata pula Kui Eng. Mendenoar ini, Cian Bu Ong semakin gembira.
Ah, kami juga te lah mendapatkan Rumput Merah
Pencuci Darah akan tetapi khasiatnya tidak akan
menandingi racun katak merah. Sukurlah engkau
telah sembuh, Thian Ki. Memang aku sudah
mendengar bahwa sebelum menjadi kaisar, ketika
masih menjadi Pangeran, bahkan sebelum itu. Li Si
Bin te rkenal sebagai seorang yang gagah perkasa
dan berilmu, maka dia pandai menghargai orangorang gagah. Baiklah! kalau memang engkau
sendiri menyetujui Kui Eng, dan juga Thian Ki
tidak berkeberatan, kami akan menerima pinangan
keluarga Pangeran Li Cu Kiat."
Mendengar Ini, langsung saja saking gembiranya, Pangeran Li Cu Kiat menjatuhkan diri
berlutut dan memberi hormat kepada calon ayah
mertuanya. Melihat seorang pangeran Kerajaan
Tang berlutut di depan kakinya dan akan menjadi
mantunya, suatu hal yang sama sekali tidak
pernah dapat dia bayangkan, Cian Bu Ong
menerima penghormatan itu sambil tertawa bergelak. "Ayah, saya juga mohon
doa restu dan persetujuan ayah dan ibu untuk berjodoh dengan
♡
Cin-moi!" tiba-tiba Thian Ki berkata, dan Kam Cin
masih berdiri sambil menundukkan mukanya,
merasa te gang dan risau, khawatir- kalau sampai
perjodohan itu tidak disetujui orang yang pernah
hendak dibunuhnya ketika ia menaati perintah
subonya, yaitu Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan.
Kini Cian Bu Ong memandang kepada is terinya.
"Engkau yang paling berhak menyatakan pendapatmu tentang permintaan putera kita itu."
Sim Lan Ci balas memandang wajah suaminya
dengan sinar mata bersukur dan berterima kasih.
Suaminya ini selalu menghargai dan menghormatinya, dan ini merupakan tanda cinta
kasih yang paling nyata, la mengangguk. "Cin Cin
masih sanak dekat dengan ayah kandung Thian Ki,
Ibunya sama-sama she Coa, keluarga pimpinan
He k-bouw-pang.Kalau mereka berdua sudah saling
mencinta, akupun hanya dapat menyetujui , tentu
saja keputusannya te rserah kepadamu sebagai
ayahnya." De ngan ucapan ini, Sim Lam Ci juga
membuktikan ketulusan hati dan penghormatannya te rhadap suaminya itu. la yakin
bahwa Cian Bu Ong amat menyayang Thian Ki
seperti anak sendiri, bahkan te lah menurunkan
semua ilmunya kepada anak tiri itu.
Mendengar ucapan is te rinya ini. Cian Bu Ong
kembali tertawa bergelak karena gembira. "Kalau
begitu, apa lagi yang perlu dipikirkan" Semua
sudah setuju, akupun hanya setuju s aja. Se kaligus
aku mendapatkan dua orang mantu, Li Cu Kiat
dan Kam Cin, kedua-duanya merupakan pendekar
yang hebat. Dari sikap dan gerakanmu saja aku
♡
dapat mengetahui bahwa engkaupun bukan pemuda le mah, Li Cu Kiat. Dan engkau, Kam Cin,
ha-ha-ha, ingin aku melihat bagaimana sikap Bhok
Sui Lan kalau muridnya yang ia harapkan mau
membunuhku itu kini bahkan menjadi mantuku,
ha-ha-ha-ha! " Cin Cin kini baru berani menjatuhkan diri
berlutut menghadap suami isteri yang menjadi
mertuanya itu dan saking gembira dan harunya,
tak dapat ia menahan tangisnya.
Kui Eng yang berlutut di dekatnya, segera
merangkul Cin Cin dan berbis ik, "Enci Cin, engkau
semestinya bergembira, kenapa malah menangis "
Aneh sekali !" Dalam tangisnya, Cin Cin memandang kepadanya dan merangkul setelah mencoba untuk
te rsenyum. "Aku menangis saking bahagia dan
te rharu, adik Eng "
"Li Cu Kiat, engkau harus segera mengirim
utusan resmi untuk mengajukan pinangan sebagaimana mestinya, dan kami akan mengajukan pinangan atas diri Kam Cin kepada
ayah tirinya dan ibunya," kata Cian Bu Ong
gembira. Dia sudah tahu bahwa ayah tiri Kam Cin
adalah Lie Koan Tek, pendekar Siau-lim-pai yang
pernah menjadi pembantunya ketika dia mencoba
menegakkan kembali kerajaan Sui yang te lah
jatuh. Semua orang bergembira, apa lagi ketika Lie
Koan Tek dan Coa Liu Hwa ayah tiri dan ibu
kandung Cin Cin menyatakan persetujuan mereka
dan mene rima pinangan Cian Bu Ong.
♡
De mikianlah, tanpa suatupun rintangan, pernikahan antara Coa Thian Ki dengan Kam Cin,
juga Cian Kui Eng dengan Li Cu Kiat, dirayakan
dengan meriah oleh keluarga Cian Bu Ong. Bukan
main bangganya rasa hati Cian Bu Ong ketika
perayaan itu dihadiri pula oleh Pandekar Naga
Sakti Sungai Kuning Si Han Beng dan is terlnya,
juga pute ri mereka. Si Hong Lan yang bekas puteri
kaisar itu. Juga beberapa orang- pejabat tinggi dan
pangeran ikut hadir sebagai pengantar mantunya,
yaitu Pangeran Li Cu Kiat, dan Kaisar sendiri
mengirim hadiah sumbangan yang indah.
Semua orang bergembira ria, hanya ada sebuah
berita yang sempat membuat Thian Ki, Cin Cin, Li
Cu Kiat dan Kui Eng saling pandang dengan alis
berkerut, yaitu bahwa je nazah Im Yang Sengcu
yang te lah diangkut oleh anak buahnya ke dalam
kuil, tahu-tahu dikabarkan le nyap tanpa meninggalkan bekas!. Kiranya, tosu yang pandai
itu tidak mati seperti yang mereka kira, bahkan
Kaisar sendiri dapat dikelabui. Agaknya tosu itu
mempergunakan suatu racun yang dapat membuat
dia "mati" untuk sementara. Beberapa jam
kemudian, sebelum jenazahnya diperabukan, dia
bangkit dari "kematiannya" itu dan melarikan diri
tanpa diketahui siapapun!
Namun, hanya sejenak saja merteka te rkejut.
Kebahagiaan dua pasang pengantin itu tidak
te rganggu. Untuk sementara. Thian Ki dan
isterinya, Kam Cin, tinggal bersama Cian Bu Ong
di dusun Ke-cung te pi Sungai Kuning di kaki Kimsan, sedangkan Cian Kui Eng ikut suaminya
♡
tinggal di kota raja, di gedung te mpat tinggal
keluarga Pangeran Li Cu Kiat.
Sampai di sini, selesailah sudah kisah SI N AGA
BERACUN ini, mudah-mudahan kisah ini ada
manfaatnya bagi para pembaca dan sampai jumpa
di kisah lain. TAMAT
sanggul rambutnya yang te rlepas dan terurai.
Ketika kedua tangannya di angkat ke atas
membereskan rambutnya, gerakan itu sungguh
penuh kelembutan, gerakan khas wanita dan sang
pangeran te rpesona. ♡
"Kiat-ko, engkau begini baik kepadaku.....
rasanya aku sebagai' seorang hina yang tidak
berharga sekali...., tidak berharga untuk menerima
cinta seorang pangeran sepertimu. Ah, betapa
kejamnya suheng .......!"
"Eng-moi, harap engkau jangan berpikir seperti
itu. Sesungguhnya, suhengmu itu sama sekali
bukan orang kejam, bahkan dia te lah bertindak
bijaksana ketika bicara begitu te rus terang dan
jujur. Bayangkan saja, Eng-moi, andaikata dia
tidak sejujur itu, andaikata dia tidak berani
melakukan pengakuan yang amat jujur dan
te rdengar keras itu, dia akan merusak kehidupan
empat orang sekaligus!"
Kui Eng te rbelalak. "Merusak kehidupan empat
orang" Siapa yang engkau maksudkan, koko" Dan
mengapa merusak kehidupan mereka?"
"Orang pertama yang akan rusak hidupnya
adalah engkau sendiri. Ingat perjodohan yang
membuat dua orang hidup bersama selamanya,
hanya akan membahagiakan kedua orang itu kalau
mereka saling mencinta. Kalau.hanya clnta sebelah
pihak, maka akhirnya perjodohan itu akan hancur
dan kalau kelak engkau mendapat kenyataan
bahwa suamimu tidak mencintamu, apakah hal itu
bukan berarti menghancurkan hatimu" Orang ke
dua te ntu saja kehidupan suhengmu sendiri. Dia
akan hidup menderita batin karena dia harus
hidup sebagai suami dari seorang isteri yang tidak
diclnta ya sebagal Isteri, melainkan sebagal adik
dan dia harus berjauhan dengan wanita yang
sesungguhnya dia cinta. Orang ke tiga adalah nona
♡
Kam Cin karena nona itu terpaksa harus berpisah
dari suhengmu, pria yang diclntanya. Orang ke
empat tentu saja aku sediri, karena hidupku akan
te rasa rusak apa bila engkau menjadi isteri
suhengmu, berarti akan berpisah dariku. Nah,
indakan suhengmu itu sama sekali bukan suatu
kekejaman, melainkan suatu kebijaksanaan."
Kui Eng diam saja, menunduk dan dapat mulai
memahami kebenaran ucapan pangeran itu. Dan
iapun teringat betapa cinta kasih Cin Cln terhadap
suhengnya itu tentulah besar sekali sehingga
biarpun tangannya dibuntungi Thian Ki, gadis Itu
tetap mencintanya! Pada hal ia sendiri, baru
mendengar Thian Ki nencinta gadis lain saja sudah
marah-marah dan tidak senang, menganggap
Thian Ki kejam! Dan Thian Ki bukan benci
kepadanya, melainkan menyayangnya, sebagai
seorang kakak, ia tidak akan kehilangan Thian Ki
sebagai suheng dan sebagai kakaknya, dan ia
bahkan mendapatkan seorang lain yang juga amat
mencintanya, yaitu Pangeran Li Cu Kiat. Pangeran
itu telah membelanya, melindunginya, merawatnya, bahkan tidak menjadi marah ketika
mengetahui bahwa pernah mencinta dan bahkan
bertunangan dengan suhengnyal
Melihat sikap Kui Eng yang diam saja dan kini
wajah gadis itu tidak murung seperti tadi, diamdiam Pangeran Li Cu Kiat merasa lega. "Sudahlah,
Eng moi, jangan memikirkan hal itu lagi. Perlahanlahan engkau akan mengerti dan engkau akan
dapat mempertimbangkan semua ucapanku tadi,
dan mudah-mudahan saja Tuhan te lah menentukan bahwa jodohku adalah engkau,
♡
karena hal itu akan membuat hidupku penuh
kebahagiaan Sekarang, sebaiknya engkau rebah
lagi dan beristirahat, engkau sudah duduk te rlalu
lama....." Dan baru sekarang pangeran itu
menyadari bahwa gadis itu telah duduk te rlalu
lama sekali, hal yang tidak wajar karena biasanya,
duduj sebentar saja sudah merasa pening. "Heii....!!
Aku tidak merasa pening lagi, koko! Dan tubuhku
te rasa ringan dan nyaman. Rasa berat dan panas
di dalam dadaku le nyap ..... apakah ini barangkali....." Mereka saling pandang dan Kui Eng
meloncat turun dari atas pembaringan dan tentu
akan roboh kalau tidak cepat ditangkap dan
dirangkul pangeran itu. Akan te tapi Kui Eng tidak pening, dan tertawa.
"Heii, tubuhku sungguh menjadi ringan seperti
tidak berte naga, akan tetapi te rasa nyaman." Ia
melepaskan rangkulan pangeran itu dan duduk di
te pi pembaringan. "Koko, aku sudah sembuh!"
Pangeran Li Cu Kiat memandang dengan wajah
berseri. "Tak salah lagi, tentu mereka telah berhasil
menemukan dan menghajar tosu iblis itu!" teriaknya, dan pada saat itu, ibu dan neneknya
memasuki kamar. "Kui Eng, kenapa engkau, duduklah is tirahat
saja dulu----" kata Nyonya Li Seng Tek, ibu
pangeran itu. "I bu ! Nenek ! Eng-moi sudah sembuh, agaknya
Coa-toako dan nona Kam telah berhasil menghajar
tosu iblis itu!" teriak Pangeran Li Cu Kiai gembira.
"Sukurlah.....!" kata ibunya.
♡
"Bagus! Mudah-mudahan saja tosu dukun le pus
itu telah dibikin remuk kepalanya, dipenggal
batang le hernya dan sekarang sudah mampus!"
kata si nenek galak. Kui Eng yang merasa sehat dan gembira, segera
berganti pakaian, mandi dan kemudian dengan
lahap ia makan hidangan yang disajikan, ditemani
oleh keluarga itu yang te rtawa-tawa gembira
melihat betapa Kui Eng makan dengan lahapnya.
Setelah selesai makan, Kui Eng mengajak
Pangeran Li Cu Kiat untuk pergi menyusul
suhengnya, akan tetapi baru mereka berada di
beranda depan, muncullah Thian Ki dan Cin Cln.
Sebelum mereka bicara, kedua pihak sudah tahu
apa yang te rjadi. Kui Eng yakin bahwa te ntu
suhengnya telah berhasil menghajar Im Yang
Sengcu, Sebaliknya Thian Ki dan Cin Cin juga
sudah dapat menduga .bahwa Kui Eng te lah
sembuh sama sekali. "Bagaimana, suheng" Apakah engkau sudah
berhasil menghajar tosu siluman itu?" tanya Kui
Eng dan dengan sikap manja seperti biasa sejak
mereka masih kanak-kanak, ia menghampiri Thian
Ki dan memegang tangan pemuda itu.
Melihat sikap gadis ini, Thian Ki tersenyum
girang. Jelas bahwa gadis itu memperlihatkan
kasih sayang dan kemanjaan seorang adik, seperti
dahulu sebelum mereka dltunangkan oleh ayah
kandung gadis itu. Diapun mengelus rambut
adiknya itu dengan rasa sayang.
♡
"Dan engkau te ntu telah sernbuh bukan"
Ketahuilah, sumoi, Im Yang Sengcu telah terbunuh
dalam pertandingan melawan ......."
"Melawan engkau, siapa lagi?" Kui Eng memotong. "Sayang, aku tidak dapat menyaksikannya, suheng."
"Dugaanmu keliru, bukan aku yang bertanding
dengan dia." "Ehh" Bukan engkau" Lalu s iapa?"
Thian Ki menoleh kepada Cin Cin yang menjadi
kemerahan mukanya. "Cin moi inilah yang tak
dapat menahan kemarahannya dan mendahului
aku menantang tosu itu. Mereka bertanding,
disaksikan oleh Sri baginda Kaisar sendiri dan tosu
itu tentu s aja kalah oleh Cin-moi yang Iihai."
"Ihh, engkau pandai memuji saja............ " Cin
Cin tersipu. "Enci Cin! Engkau yang membalaskan dendamku?" Cin Cin mengangguk dan menghampiri gadis itu.
"Aku tidak dapat menahan kemarahanku melihat
tosu siluman itu menggunakan ilmu sihir di meja
sembahyang untuk mencelakaimu, adik Eng.
Karena itu, ketika Sribaginda muncul dan mengusulkan pertandingan satu lawan satu, aku
segera maju menantang tosu itu. Aku .... tidak
tahu cara lain untuk membuktikan padamu bahwa
aku tidak mempunyai perasaan permusuhan
denganmu, adik Eng."
♡
"Enci Cin ........!" Kui Eng merangkulnya dan
merekapun menjadi akrab. Meihat ini, Thian Ki
saling pandang dengan Pangeran Li Cu Kiat dan
keduanya merasa gembira sekali.
"Sribaglnda sendiri yang menjadi saksi dan
mengadu kalian dengan dukun le pus itu?" Nenek
Song bertanya. "Sungguh menarik sekali. Ceritakan
bagaimana peristiwa itu terjadi!'
"Aih nenek, mari kita semua masuk ke dalam
dan bicara di sana saja. Tidak baik bicara sambil
berdiri di beranda," kata Pangeran Li Cu Kiat yang
lalu menggandeng nereknya yang tertawa-tawa dan
merekapun semua masuk ke dalam dengan wajah
gembira. Setelah mereka berada di ruangan sebelah
dalam, Thian Ki menceritakan pengalaman mereka
di kuil Thian-Se ngcu, dan betapa Sri baginda
Kaisar sendiri yang menghendaki agar perselisihan
di antara mereka dan tosu itu diselesaikan melalui
pertandingan. Betapa kemudian Cin Cin berhasil
menewaskan tosu itu yang agaknya keracunan
oleh asap beracunnya sendiri dan diapun menceritakan dengan gembira bahwa dia telah
berhasil mendapatkan pedang pusaka milik ayah
tiri dan juga gurunya, mendapatkan pula obat
penawar racun yang diberikan sendiri oleh Kaisar.
Mendengar ini, Kui Eng berseru gembira 'Aih,
kalau begitu, engkau akan sembuh dan dapat
menikah dengan enci Cin, suheng!!" Semua orang
te rheran mendengar ini, akan tetapi Cin Cin ter
sipu dengan muka kemerahan.
♡
"Hemm, Kui Eng, apa artinya ucapanmu tadi"
Hayo ceritakan, jangan simpan rahasia-rahasiaan
dariku'" kata ne nek Song tak sabar.
"Me mang tadinya merupakan rahasia pribadi
suheng, Nenek, akan te tapi karena sekarang
suheng telah mendapatkan obat dari Sri baginda
Kaisar, maka tak perlu
dirahasiakan lagi. Suhengku ini adalah seorang tok-tong (anak
beracun) tubuhnya mengandung racun hebat dan
sudah banyak tokoh sesat yang lihai tewas sendiri
ketika memukulnya dan mereka keracunan sendiri.
Bahkan enci Cin ini pernah menyerang suheng dan
mencengkeram pundak suheng dan akibatnya, enci
Cin keracunan tangan kirinya dan jalan satusatunya untuk mennyelamatkannya hanyalah
pemotongan tangan kirinya yang dilakukan pula
oleh suheng. Tidak ada obat yang dapat memberslhkan hawa beracun dari tubuh suheng,
dan kalau dia tidak te rbebas dari hawa beracun
itu, dia tidak akan dapat menikah, karena wanita
yang menjadi is terinya akan te was keracunan.
Nah,sekarang dia telah menerima obat penawar
dari Sribaglnda, maka aku perlu menghaturkan
selamat kepada suheng dan enci Cin!"
Melihat Thian Ki dan Cin Cin tersipu malu,
semua orang bergembira, terutama sekali Pangeran
Li Cu Kiat merasa senang sekali karena sikap Kui
Eng itu je las membuktikan bahwa gadis itu tidak
lagi menderita patah hati melihat suhengnya
berjodoh dengan gadis 1ain! Dan Thian Ki sendiri,
juga Cin Cin, merasa le ga dan berbahagia melihat
sikap Kui Eng sepert itu.
♡
"Kalau begitu, kami menghendaki agar engkau
mempergunakan obat penawar itu di sini, di rumah
kami agar kami dapat membantumu kalau membutuhkan sesuatu, Thian Ki," kata Nenek
Song yang kini sudah bersikap akrab dengan Thian
Ki seolah-olah pemuda itu telah lama dikenalnya.
"Benar apa yang diminta oleh Nenek, suheng.
Obat pusaka seperti itu te ntu manjur sekali dan
daya kerjanya juga keras. Di sini engkau akan
aman mempergunakannya, pula aku sendiri dapat
menjagamu kalau-kalau te rjadi sesuatu setelah
engkau menggunakan obat itu," kata Kui Eng.
Juga Pangeran Li Cu Kiat membujuk dan ketika
Thian Ki menoleh kepada kekasihnya, Cin Cin juga
mengangguk menyetujui. Memang le bih aman
kalau kekasihnya itu mengobati dirinya di istana
pangeran yang aman itu, dikelilingi orang-orang
yang je las akan membelanya kalau sewaktu-waktu
timbul bahaya. "Baiklah, dan sebelumnya saya menghaturkan
banyak te rima kasih kepada Pangeran dan
keluarga di sini. " Thian Ki berulang-ulang menjura
dengan penuh hormat. "Aihh, twako, tidak perlu sungkan. Kita berada
di antara keluarga sendiri, bukan?" kata pangeran
itu sambil memandang wajah Kui Eng dan gadis
inipun tersenyum manis. Pada hari itu juga, dalam sebuah kamar yang
diperuntukkan Thian Ki, pemuda ini, dibantu Cin
Cin dan Kui Eng memasukkan obat
yang bentuknya seperti telur merah itu, yang merupakan sari dari pada racun katak merah yang
♡
sudah dikeringkan, ke dalam sebuah panci tanah
dan menuangkan anggur merah sebanyak dua
cawan ke dalam panci, lalu meletakkan panci itu di
atas perapian yang kecil nyalanya. Obat itu
dibiarkan mencair ketika anggur mulai mendidih,
dan dibiarkan menguap sampai anggur itu tinggal
setengahnya. Tercium bau yang amis bercampur
bau harum anggur. Setelah anggur itu tinggal setengahnya, diangkat
lalu campuran obat dan anggur itu dituangkan ke
dalam cawan arak, presis tinggal secawan penuh
dan dibiarkan agak mendingin. Karena maklum
bahwa yang akan diminumnya itu merupakan
racun katak merah yang amat berbahaya, maka
Thian Ki dipersilakan duduk bersila di atas
pembaringan oleh Cin Cin. Pemuda itu lalu
mengatur pernapasan dan menghimpun te naga
sakti dalam tubuhnya sambil menanti obat itu
mendingin. Setelah obat itu tidak begitu panas lagi, tinggal
hangat-hangat, Cin Cin mengambil cawan itu dan
menyerahkan kepada Thian Ki. Semua keluarga
dalam rumah itu menyaksikan pengobatan ini.
Thian Ki menerima cawan obat itu, memandang ke
sekeliling sambil tersenyum. Kalau s ampai obat I tu
membunuhnya, dia ingin pandangan te rakhir kali
bagi matanya wajah orang-orang yang di sayangnya dan dihormatinya. Kemudian, dia
memejamkan mata, menyerahkan jiwa raganya
kepada Tuhan, lalu diminumnya obat itu dengan
sekali teguk. Cin Cin dan Kui Eng mengamati
semua gerakan Thian Ki dengan hati was-was, juga
Pangeran Li Cu Kiat, ibunya dan neneknya
♡
memandang dengan hati tegang. Mereka semua
tahu bahwa obat penawar racun pemberian kaisar
itu merupakan obat yang amat keras. Mereka
semua sudah pernah mendengar bahwa katak
merah adalah sejenis katak langka yang suka
makan ular beracun dan bahwa sedikit saja bisa
katak itu cukup untuk menewaskan orang yang
bagaimana lihaipun. Akan te tapi mereka juga
mendengar bahwa bisa katak itu dapat menawarkan segala macam racun yang paling
jahatpun. Setelah mengembalikan cawan kosong kepada
Cin Cin, Thian Ki yang masih duduk bersila itu
memejamkan mata kembali, duduk diam menanti
bekerjanya racun Katak Merah di tubuhnya. Dan
dia menanti tidak terlalu lama. Perlahan-lahan
mukanya berubah kemerahan Warna kemerahan
ini menjalar terus sampai ke seluruh permukaan
tubuhnya dan semua orang merasa betapa ada
hawa panas keluar dari tubuh Thian Ki, terasa oleh
mereka semua. Dan perlahan-lahan, dari dalam
tubuh itu mengepul uap hitam.
"Panas,,,,,, panas..... semua menjauh......!" te rdengan suara Thian Ki lirih dan semua orang
menaati permintaannya karena mereka dapat
menduga bahwa uap hitam yang keluar dari tubuh
pemuda itu te ntu mengandung racun yang amat
berbahaya. Mereka menjauh keluar kamar dan
hanya menjenguk dari. luar pintu saja.
Belas an menit kemudian, terjadi perubahan
pada tubuh Thian Ki yang tadinya te gang
kepanasan dan berwarna kemerahan, kini tubuh
♡
itu mulai menggigil dan warna merah berubah
menjadi putih pucat dan akhirnya tubuh itupun
menggigil keras. "Dingin .....dingin....." kembali terdengar Thian Ki
merintih lirih akan tetapi dari tubuhnya tetap
saja mengepul uap kehitaman.
Di luar kamar, semua orang menonton dengan
hati tegang. Kui Eng dan Cin Cin gelisah dan Kui
Eng berbisik, "Suheng kedinginan, dia menderita
hebat apakah tidak lebih baik kalau kita
menyelimutinya ...:..?"
"Jangan, adik Eng. Hal itu berbahaya, dapat
menghambat keluarnya hawa beracun," bisik Cin
Cin kembali. Hawa dingin yang menguasai tubuh Thian Ki
juga tidak lama, berubah lagi menjadi panas.
Setelah menjadi permaian dua macam hawa yang
berlawanan, sampai setengah hari lamanya, akhirnya uap menghitam itu semakin menipis dan
akhirnya, setelah tidak ada lagi uap hitam
mengepul keluar, tubuh Thian Ki terkulai di atas
pembaringan. Cin Cin dan Kui Eng meloncat ke
dalam kamar dan menghampiri pembaringan,
diikuti oleh Pangeran Li Cu Kiat, sedangkan Ibu
dan nenek pangeran itu telah lama meninggalkan
te mpat itu untuk beristirahat.
Cin Cin cepat memeriksa nadi tangan kekasihnya dan hatinya le ga. Thian Ki hanya
kelelahan dan pingsan.Ia lalu membetulkan letak
tubuh Thian Ki, dibiarkan rebah telentang di atas
pembaringan dan menyusut muka, le her dan dada
kekasihnya yang basah oleh keringat. Thian Ki
♡
seperti orang tidur saja, pernapasannya panjang
dan sehat. Tak lama kemudian, masih dijaga leh tiga orang
itu, Thian Ki membuka kedua matanya. Melihat
mereka, dia tersenyum, kemudian dengan wajah
berseri berkata kepada Cin Cin, "Cin- moi......kita...... kita berhasil......"
Bukan main le ga rasa hati Cin Cin sehingga tak
dapat ditahannya la gi, kedua matanya menjadi
basah. "Ah, terima kasih kepada Tuhan......" dan
tangannya yang tinggal sebelah itu menangkap
tangan Thian Ki. Jari-jari tangan mereka saling
cengkeram dan pandang mata mereka bertemu dan
bertau penuh kebahagiaan. Melihat ini, perlahanlahan Pangeran Li Cu Kiat memegang tangan Kui
Eng dan ditariknya gadis itu dengan lembut keluar
kamar, meninggalkan sepasang kekasih yang
sedang tenggelam dalam kebahagiaan itu.
Ketika tiba di luar kamar, Pangeran Li Cu Kiat
menghentikan langkahnya, memegang kedua pundak Kui Eng dani menatap wajahnya. Dia
melihat sepasang mata Kui Eng juga basah air
mata. "Eng-moi, engkau sungguh seorang yang berhati
mulia," bisiknya. "Dan engkau, koko, engkau le bih mulia lagi....."
kata Kui Eng dan iapun memejamkan mata ketika
pangeran itu menarik dan mendekap mukanya di
dada pangeran itu. Mereka tidak bergerak, tidak
berkata-kata, seolah pada saat itu semua perasaan
dan hati mereka telah menjadi satu dalam dekapan
itu. ♡
o)0o-dw-o0(o Bekas Pangeran Cian Bu Ong duduk di atas
kursi dengan mukanya yang biasanya kemerahan
itu kini menjadi lebih merah lagi seolah dia
kebanyakan minum arak. Jenggotnya yang panjang
itu seperti menjadi kaku dan je las nampak bahwa
dia marah sekali. Di sebelah kirinya duduk
isterinya. Sim Lan Ci yang biarpun usianya sudah
mendekati limapuluh tahun, masih nampak anggun dan segar. N yonya ini mengerutkan alisnya
dan pandang matanya membayangkan
♤
kekhawatiran melihat kemarahan suaminya.
Thian Ki dan Kui Eng nampak berlutut di depan
kedua orang tua ini, sedangkan Cin Cin dan
Pangeran Li Cu Kiat berdiri dengan menundukkan
muka, di belakang kedua orang muda yang berlutut itu. "Ucapan gila apakah yang kalian keluarkan
tadi?" Kakek yang usianya sudah enampuluh tujuh
tahun namun masih nampak kekar dan kuat itu
membentak. Kalian membatalkan tali perjodohan di antara
kalian" Aku yang menjodohkan ka1ian, dan kalian
berani mengatakan bahwa kalian tidak setuju
dengan perjodohan itu" Hayo katakan, mengapa
kalian melakukan tindakan gila ini" Mengapa"!
Thian Ki maklum bahwa ayah tirinya, juga
gurunya, marah sekali. Akan te tapi dia dan Kui
Eng sudah mengambil keputusan tetap untuk
berte rus terang, maka dengan suara tenang diapun
berkata, "Saya harap ayah sudi mengampuni saya.
Bukan sekali-kali saya hendak membantah ♡
perintah ayah, akan te tapi, kalau saya menaati
perintah ayah untuk berjodoh dengan Eng-moi,
maka hal itu hanya akan menyengsarakan hidup
kami berdua, ayah." '"Setan! Kau hendak mengatakan bahwa engkau
te rlalu berharga untuk anakku" Apakah Kui Eng
te rlalu rendah bagimu" Begitu?"
"Sama sekali tidak, ayah! Akan te tapi, di antara
kami te rdapat kasih sayang antara kakak dan adik,
bagaima na mungkin mengubah kasih-sayang antara kakak beradik ini menjadi cinta kasih suami
isteri" Saya tidak akan pernah dapat melupakan
bahwa Kui Eng adalah adik saya, bukan hanya
sumoi. Ayah, bagaimana mungkin saya dapat
mengawini adik sendiri ?"
"la bukan adikmu! Gila kau! Dan engkau
bagaimana, Kui Eng" Apakah engkau merasa
te rhina, merasa ditolak oleh Thian Ki" Katakan
saja, aku akan menghancurkan kepalanya kalau
dia berani menghinamu, berani menolakmu!"
"Tidak sama sekali, ayah. Aku setuju dengan
pikiran suheng. Dia sudah kuanggap sebagai
kakakku sendiri dan sayangku kepadanya juga
kesayangan seorang adik terhadap kakaknya.
Akupun tidak dapat menjadi isterinya, ayah. Aku
tidak mau menjadi isterinya, sama sekali bukan
karena suheng menolakku."
"Anak durhaka! Apakah engkau juga ikut-ikutan
seperti Thian Ki, hendak menentang kehendak
ayahmu sendiri?" bekas pangeran itu membentak
dan melotot. ♡
"Ayah, sejak kecil aku sudah menganggap
suheng seperti kakak sendiri, juga ibu kuanggap
sebagai ibu kandungku. Bagaimana sekarang tibatiba aku harus menganggap suheng sebagai suami
dan ibu sebagai ibu mertua?"
"Tidak aku tidak mau, ayah, dan pula. aku dan
suheng sudah menentukan pilihan hati kami
sendiri untuk menjadi jodoh kami."
"Ahh......?" Apa pula ini" Thian Ki, benarkah
engkau te lah menentukan pilihanmu sendiri, dan
siapa gadis yang kau pilih untuk menjadi calon
jodohmu itu?" Cian Bu Ong masih marah! dan
suaranya terdengar keras.
"Ampunkan saya, ayah. Memang semua yang
dikatakan Eng-moi tadi benar. Saya sudah saling
mencinta dan mengambil keputusan untuk menjadi suami dari adik Kam Cin ini." Dia
menunjuk ke arah Cin Cin yang masih berdiri di
belakang. Bekas pangeran itu terbelalak. Dia merasa
te rheran-heran karena dia tahu benar bahwa gadis
murid Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan itu menjadi
buntung tangan kirinya karena keracunan ketika
nyerang Thian Ki dan pemuda itu pula yang
membuntungi tangan kirinya untuk menyelamatkan nyawanya. Dan gadis itu masih
juga dapat jatuh cinta dan mau menjadi calon
jodoh Thian Ki" Teringat dia akan bekas
kekasihnya, Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan yang
agaknya juga amat setia dalam cintanya terhadap
dirinya. ♡
"Dan engkau, Kui Eng" Siapa pula pilihan
hatimu" Pemuda itukah" Siapa dia?" Matanya
mencorong memandang ke arah Pangeran Li Cu
Kiat. 'Benar, ayah. Aku telah saling jatuh cinta
dengan dia. Dia adalah Pangeran Li Cu Kiat,
keponakan Sribaginda Kaisar yang selama ini
membelaku, menolongku, melindungiku bahkan
menjagaku ketika aku jatuh sakit."
Pangeran Cian Bu Ong terbelalak memandang
kepada Pangeran Li Cu Kiat dan isterinya yang
duduk di sampingnya, yang sudah amat mengenal
watak suaminya, maklum bahwa kalau di biarkan
suaminya itu dapat melakukan hal-hal yang tidak
baik. Maka iapun bangkit berdiri dan menghalangi
di depan suaminya, berkata dengan suara lembut
namun tegas. "Suamiku, kita harus merasa berbahagia sekali
dengan peristiwa ini Kita telah mendapatkan
kehormatan besar dengan peristiwa ini. Semenjak
engkau menjodohkan Thian Ki dengan Kui Eng,
hatiku juga merasa risau akan tetapi aku tidak
membantah keinginanmu karena tidak ingin
membuat engkau kecewa, apa lagi aku melihat
kedua orang anak kita itu tidak membantah. Akan
tetapi sekarang mereka berterus terang, bahkan
kembali dengan membawa pilihan hati masingmasing. Thian Ki memilih Kam Cin. hal ini
sungguh membanggakan hatiku. Semenjak peristiwa buntungnya tangan Kam Cin, Thian Ki
merasa hancur hatinya dan aku sudah menduga
bahwa dia mencinta Cin Cin. Sekarang, te rnyata
♡
mereka saling mencinta dan peristiwa buntungnya
tangan itu tidak mendatangkan ganjalan dalam
hati mereka, pertanda bahwa cinta mereka tulus
dan aku yakin mereka akan dapat menjadi suami
isteri yang saling mencinta dan saling setia, hidup
berbahagia bersama membentuk keluarga. Dan
te ntang anak kita Kui Eng. la saling mencinta
dengan pemuda itu, seorang pangeran! Pandang
pemuda itu baik-baik, suamiku. Dia tampan dan
gagah, dan dia seorang pangeran! Bukan karena
aku gila pangkat dan kedudukan, melainkan
justeru karena dia pangeran, keponakan Kaisar,
hal itu membuat aku yakin bahwa cintanya
te rhadap anak kita pasti murni dan bersih. Kalau
tidak demikian, tentu dia tidak sudi jatuh cinta
kepada puterimu! Mengertikah engkau suamiku?"
Memang sejak tadi kemarahan Cian Bu Ong
sudah mereda satelah mendengar alas an-alasan
yang dikemukakan Thian Ki dan Kui Eng.
Sekarang, dia mernandang kepada Pangeran Li Cu
Kiat. Tadi memang te rkiias dalam pikirannya
bahwa pangeran ini adalah keponakan dari musuh
besar Kerajaan Sui. Akan tetapi s? karang dia
menyadari kebenaran omongan isterinya. Hanya,
apakah pangeran ini sudah tahu bahwa Cian Kui
Eng adalah pute rinya, bekas Pangeran Cian Bu
Ong yang pernah memberontak untuk mempertahankan Kerajaan Sui"
"Hemm, engkau Pangeran Li Cu Kiat?" kini dia
bertanya kepada pemuda itu yang segera maju lalu
memberi hormat dengan anggun kepada kakek itu.
♡
"Benar, paman. Saya Li Cu Kiat. Ayah saya
adalah mendiang Pangeran Li Seng Tek."
"Apakah engkau tahu siapa gadls yang kaucinta
ini" Apakah engkau tahu anak siapa ia ini?" tanya
pula Cian Bu Ong sambil mengamati wajah tampan
itu dengan pandang mata menyelidik.
Kembali pangeran itu menjawab tegas, "Saya
tahu, paman, la bernama Cian Kui Eng, puteri
kandung paman yang dahulu adalah Pangeran
Cian Bu Ong dari Kerajaan Sui."
"Hemm, aku menuang Pangeran Cian Bu Ong
dari Kerajaan Sui, musuh besar Kerajaan Tang,
bahkan aku dianggap pemberontak dan buronan
pemerintah, dimusuhi pamanmu. Kaisar Tang Tai
Cung. Tentu dia tidak akan menyetujui kalau
engkau, keponakannya, menikah dengan pute riku." "Paman, ada dua hal yang saya kira perlu paman
ketahui benar. Pertama adalah bahwa saya tidak
memerlukan ijin persetujuan Paman Kaisar untuk
urusan perjodohan saya, karena itu adalah urusan
pribadi saya. Ibu dan nenek saya sudah menyetujui, hal itu sudah lebih dari cukup, dan
saya kira Paman Kais ar juga tidak akan mencampuri urusan itu. Adapun hal yang ke dua,
keluarga kami tidak pernah menganggap paman
sebagai pemberontak. Kami mengetahui
dan memaklumi kalau paman melakukan perlawanan
dan usaha untuk menegakkan kembali Kerajaan
Sui. Itu adalah persoalan perang, yang ada hanya
menang atau kaiah dan tidak dapat dipersoalkan
te ntang benar atau salah."
♡
"Ayah, dia berkata benar. Sribaginda Kaisar
tidak pernah mempunyai perasaan dendam kebencian kepada ayah. Buktinya, pedang pusaka
Liong-cu-kiam milik ayah, dengan suka rela beliau
kembalikan." "Ah, benarkah itu, Thian Ki?"
Thian Ki mengeluarkan pedang pusaka itu dari
buntalan pakaiannya dan menyerahkannya kepada
Cian Bu Ong. "Benar sekali, ayah. Sribaginda
Kaisar mengembalikan pusaka ini kepada ayah."
Cian Bu Ong menyambut pedang itu dan
menghunusnya, matanya bersinar-slnar, lalu meredup. "Aihh, agaknya memang sudah dikehendaki Tuhan bahwa Kerajaan Sui diganti
dan dilanjutkan oleh Kerajaan Tang. Li Cu Kiat,
bagaima kami tahu bahwa Ibumu dan nenekmu
menyetujui perjodohanmu dengan anak kami?"
"Ayah, Bibi Li dan Nenek Song amat baik. Apa
lagi Nenek Song yang juga memuji-muji ayah
sebagai seorang gagah. Nenek Song juga seorang
yang amat lihai, ayah dan mereka semua amat baik
kepadaku. Kalau tidak ada mereka, mungkin
♤
sekarang aku te lah tewas di tangan tosu iblis Im
Yang Sengcu," kata Kui Eng.
Pangeran Li Cu Kiat mengeluarkan sesampul
surat dan menyerahkannya kepada Cian Bu Ong.
"Paman, sebagai bukti bahwa ibu dan nenek
menyetujuinya, ini saya membawa surat dari nenek
untuk paman. Dan a pa bila paman menyetujuinya,
kami akan mengirim utusan untuk mengajukan
pinangan secara resmi."
♡
"Ayah, harap ayah tidak lagi menganggap
keluarga Kaisar Tang Tai Cung sebagai musuh,
karena selain mengembalikan pedang pusaka
Liong-cu-kiam milik ayah, juga Kaisar telah
berkenan memberi obat penawar racun katak
merah yang te lah diminum oleh suheng sehingga
dia telah sembuh dari hawa beracun di tubuhnya,"
kata pula Kui Eng. Mendenoar ini, Cian Bu Ong semakin gembira.
Ah, kami juga te lah mendapatkan Rumput Merah
Pencuci Darah akan tetapi khasiatnya tidak akan
menandingi racun katak merah. Sukurlah engkau
telah sembuh, Thian Ki. Memang aku sudah
mendengar bahwa sebelum menjadi kaisar, ketika
masih menjadi Pangeran, bahkan sebelum itu. Li Si
Bin te rkenal sebagai seorang yang gagah perkasa
dan berilmu, maka dia pandai menghargai orangorang gagah. Baiklah! kalau memang engkau
sendiri menyetujui Kui Eng, dan juga Thian Ki
tidak berkeberatan, kami akan menerima pinangan
keluarga Pangeran Li Cu Kiat."
Mendengar Ini, langsung saja saking gembiranya, Pangeran Li Cu Kiat menjatuhkan diri
berlutut dan memberi hormat kepada calon ayah
mertuanya. Melihat seorang pangeran Kerajaan
Tang berlutut di depan kakinya dan akan menjadi
mantunya, suatu hal yang sama sekali tidak
pernah dapat dia bayangkan, Cian Bu Ong
menerima penghormatan itu sambil tertawa bergelak. "Ayah, saya juga mohon
doa restu dan persetujuan ayah dan ibu untuk berjodoh dengan
♡
Cin-moi!" tiba-tiba Thian Ki berkata, dan Kam Cin
masih berdiri sambil menundukkan mukanya,
merasa te gang dan risau, khawatir- kalau sampai
perjodohan itu tidak disetujui orang yang pernah
hendak dibunuhnya ketika ia menaati perintah
subonya, yaitu Tung-hai Mo-li Bhok Sui Lan.
Kini Cian Bu Ong memandang kepada is terinya.
"Engkau yang paling berhak menyatakan pendapatmu tentang permintaan putera kita itu."
Sim Lan Ci balas memandang wajah suaminya
dengan sinar mata bersukur dan berterima kasih.
Suaminya ini selalu menghargai dan menghormatinya, dan ini merupakan tanda cinta
kasih yang paling nyata, la mengangguk. "Cin Cin
masih sanak dekat dengan ayah kandung Thian Ki,
Ibunya sama-sama she Coa, keluarga pimpinan
He k-bouw-pang.Kalau mereka berdua sudah saling
mencinta, akupun hanya dapat menyetujui , tentu
saja keputusannya te rserah kepadamu sebagai
ayahnya." De ngan ucapan ini, Sim Lam Ci juga
membuktikan ketulusan hati dan penghormatannya te rhadap suaminya itu. la yakin
bahwa Cian Bu Ong amat menyayang Thian Ki
seperti anak sendiri, bahkan te lah menurunkan
semua ilmunya kepada anak tiri itu.
Mendengar ucapan is te rinya ini. Cian Bu Ong
kembali tertawa bergelak karena gembira. "Kalau
begitu, apa lagi yang perlu dipikirkan" Semua
sudah setuju, akupun hanya setuju s aja. Se kaligus
aku mendapatkan dua orang mantu, Li Cu Kiat
dan Kam Cin, kedua-duanya merupakan pendekar
yang hebat. Dari sikap dan gerakanmu saja aku
♡
dapat mengetahui bahwa engkaupun bukan pemuda le mah, Li Cu Kiat. Dan engkau, Kam Cin,
ha-ha-ha, ingin aku melihat bagaimana sikap Bhok
Sui Lan kalau muridnya yang ia harapkan mau
membunuhku itu kini bahkan menjadi mantuku,
ha-ha-ha-ha! " Cin Cin kini baru berani menjatuhkan diri
berlutut menghadap suami isteri yang menjadi
mertuanya itu dan saking gembira dan harunya,
tak dapat ia menahan tangisnya.
Kui Eng yang berlutut di dekatnya, segera
merangkul Cin Cin dan berbis ik, "Enci Cin, engkau
semestinya bergembira, kenapa malah menangis "
Aneh sekali !" Dalam tangisnya, Cin Cin memandang kepadanya dan merangkul setelah mencoba untuk
te rsenyum. "Aku menangis saking bahagia dan
te rharu, adik Eng "
"Li Cu Kiat, engkau harus segera mengirim
utusan resmi untuk mengajukan pinangan sebagaimana mestinya, dan kami akan mengajukan pinangan atas diri Kam Cin kepada
ayah tirinya dan ibunya," kata Cian Bu Ong
gembira. Dia sudah tahu bahwa ayah tiri Kam Cin
adalah Lie Koan Tek, pendekar Siau-lim-pai yang
pernah menjadi pembantunya ketika dia mencoba
menegakkan kembali kerajaan Sui yang te lah
jatuh. Semua orang bergembira, apa lagi ketika Lie
Koan Tek dan Coa Liu Hwa ayah tiri dan ibu
kandung Cin Cin menyatakan persetujuan mereka
dan mene rima pinangan Cian Bu Ong.
♡
De mikianlah, tanpa suatupun rintangan, pernikahan antara Coa Thian Ki dengan Kam Cin,
juga Cian Kui Eng dengan Li Cu Kiat, dirayakan
dengan meriah oleh keluarga Cian Bu Ong. Bukan
main bangganya rasa hati Cian Bu Ong ketika
perayaan itu dihadiri pula oleh Pandekar Naga
Sakti Sungai Kuning Si Han Beng dan is terlnya,
juga pute ri mereka. Si Hong Lan yang bekas puteri
kaisar itu. Juga beberapa orang- pejabat tinggi dan
pangeran ikut hadir sebagai pengantar mantunya,
yaitu Pangeran Li Cu Kiat, dan Kaisar sendiri
mengirim hadiah sumbangan yang indah.
Semua orang bergembira ria, hanya ada sebuah
berita yang sempat membuat Thian Ki, Cin Cin, Li
Cu Kiat dan Kui Eng saling pandang dengan alis
berkerut, yaitu bahwa je nazah Im Yang Sengcu
yang te lah diangkut oleh anak buahnya ke dalam
kuil, tahu-tahu dikabarkan le nyap tanpa meninggalkan bekas!. Kiranya, tosu yang pandai
itu tidak mati seperti yang mereka kira, bahkan
Kaisar sendiri dapat dikelabui. Agaknya tosu itu
mempergunakan suatu racun yang dapat membuat
dia "mati" untuk sementara. Beberapa jam
kemudian, sebelum jenazahnya diperabukan, dia
bangkit dari "kematiannya" itu dan melarikan diri
tanpa diketahui siapapun!
Namun, hanya sejenak saja merteka te rkejut.
Kebahagiaan dua pasang pengantin itu tidak
te rganggu. Untuk sementara. Thian Ki dan
isterinya, Kam Cin, tinggal bersama Cian Bu Ong
di dusun Ke-cung te pi Sungai Kuning di kaki Kimsan, sedangkan Cian Kui Eng ikut suaminya
♡
tinggal di kota raja, di gedung te mpat tinggal
keluarga Pangeran Li Cu Kiat.
Sampai di sini, selesailah sudah kisah SI N AGA
BERACUN ini, mudah-mudahan kisah ini ada
manfaatnya bagi para pembaca dan sampai jumpa
di kisah lain. TAMAT
Komentar
Posting Komentar